BeritaDaerahDenpasarEkonomiLingkungan HidupPariwisataPemerintahanPendidikanSosial

Prof. Rai Utama Beberkan Rencana Pembangunan Terminal LNG Sidakarya Ditinjau dari People, Profit dan Planet

Jbm.co.id-DENPASAR | Rencana pembangunan Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) Sidakarya, Denpasar Selatan, Bali, merupakan proyek strategis dalam program Bali Mandiri Energi Bersih.

Kajian kualitatif terhadap proyek ini dapat dianalisis melalui tiga aspek utama, yaitu People (manusia dan sosial), Profit (ekonomi), dan Planet (lingkungan).

Demikian disampaikan  Prof. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA., selaku Peneliti Ekowisata dan Guru Besar Tetap Bidang Manajemen Bisnis Pariwisata di Universitas Dhyana Pura, Badung, Bali, saat dikonfirmasi awak media di Denpasar, Rabu, 11 Juni 2025.

Advertisement

Jika dilihat dari sisi People (Aspek Sosial dan Masyarakat), Prof. Rai Utama membeberkan pembangunan terminal LNG ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat lokal, terutama dari Desa Sidakarya, Desa Serangan dan Desa Intaran.

Kekhawatiran tersebut terkait dengan keamanan, potensi kerusakan ekosistem laut serta dampak terhadap mata pencaharian nelayan setempat.

Namun, Gubernur Bali saat ini, menegaskan bahwa seluruh proses pembangunan telah melalui kajian menyeluruh, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Ia juga menyatakan bahwa jalur kapal pengangkut LNG sudah eksisting dan tidak melewati terumbu karang aktif serta pipa gas akan dipasang di kedalaman 15 meter dibawah akar mangrove, sehingga tidak mengganggu ekosistem laut.

Gubernur Koster juga menekankan bahwa pembangunan ini akan melibatkan masyarakat secara aktif dan memberikan manfaat ekonomi bagi desa-desa sekitar, termasuk peluang pendapatan dari penataan kawasan, pengelolaan dermaga wisata serta kerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

“Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk memberdayakan masyarakat lokal dan mengintegrasikan pembangunan dengan kebutuhan sosial mereka,” terangnya.

Namun, kritik dari Walhi Bali menyatakan diduga adanya ketidakkonsistenan dalam dokumen KA Amdal terkait lokasi pembangunan yang diduga berada di kawasan hutan mangrove Tahura Ngurah Rai, yang merupakan kawasan lindung dan penting secara ekologis.

Ketidakjelasan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi kerusakan lingkungan yang juga berdampak pada masyarakat yang bergantung pada ekosistem tersebut.

Selanjutnya, dilihat dari sisi Profit (Aspek Ekonomi) menyatakan bahwa Terminal LNG Sidakarya merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan ketahanan energi Bali dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.

Proyek ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan listrik Bali yang diperkirakan akan terus meningkat, dengan integrasi ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Pesanggaran dan pembangkit baru di perbatasan Denpasar-Gianyar dengan kapasitas total 1.550 MW pada tahun 2029.

Dari sisi ekonomi, pembangunan terminal ini membuka peluang investasi dan pengembangan infrastruktur energi yang lebih bersih dan efisien dibandingkan dengan sumber energi fosil seperti batu bara dan solar.

Selain itu, adanya peluang pendapatan bagi masyarakat lokal melalui pengelolaan kawasan dan dermaga wisata dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar.

Namun, terdapat pula risiko ekonomi yang harus diperhatikan, terutama terkait dengan potensi kerusakan lingkungan yang dapat berdampak negatif pada sektor pariwisata Bali, yang merupakan tulang punggung ekonomi daerah.

Oleh karena itu, keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada pengelolaan yang transparan dan partisipatif serta mitigasi dampak lingkungan yang efektif.

Terakhir, dilihat dari sisi Planet (Aspek Lingkungan) menyebutkan bahwa aspek lingkungan menjadi perhatian utama dalam pembangunan terminal LNG ini.

Walhi Bali mengkritisi bahwa proyek ini berpotensi merusak hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai seluas 14,5 hektare, yang merupakan kawasan penting untuk konservasi dan perlindungan ekosistem pesisir.

Dokumen KA Amdal dinilai tidak konsisten dalam menggambarkan lokasi proyek, sehingga menimbulkan keraguan terhadap transparansi dan akurasi analisis dampak lingkungan.

Selain itu, rencana pengerukan (dredging) sebanyak 3.300.000 meter kubik untuk pembuatan dumping di berbagai titik pesisir juga menjadi sorotan. Tidak ada penjelasan rinci mengenai teknis dumping dan apakah akan dilakukan reklamasi yang dapat merubah kondisi ekosistem pesisir secara signifikan.

Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen menggunakan teknologi pengerukan ramah lingkungan, seperti kapal hisap pasir dan kelambu lumpur untuk mengurangi kekeruhan air laut dan dampak negatif terhadap ekosistem laut.

Gubernur Koster juga menegaskan bahwa LNG berbeda dengan LPG karena tidak mudah meledak dan jika bocor akan menguap di udara, sehingga aspek keselamatan lingkungan dan masyarakat menjadi prioritas.

Bahkan, Menteri Lingkungan Hidup (LH) RI memberikan batas waktu tiga bulan kepada Pemprov Bali untuk menyelesaikan kajian lingkungan yang komprehensif dan menentukan apakah lokasi terminal LNG di Sidakarya layak atau harus dipindah ke lokasi lain di Bali sebagai bentuk pengawasan ketat terhadap dampak lingkungan proyek ini.

Sebenarnya, Bali Utara yang sejak dulu telah menjadi lalu lintas laut mungkin lebih layak untuk pembangunan terminal LNG ini, karena lautnya dalam, sehingga dampak kerusakan Planet (Aspek Lingkungan) lebih dapat diminimalkan dan pemerataan pembangunan Bali akan mendekati kenyataan.

Akhirnya, Rencana pembangunan Terminal LNG Sidakarya di Bali merupakan proyek strategis dalam rangka mendukung ketahanan energi daerah dan transisi menuju energi bersih.

Namun, kajian kualitatif berdasarkan aspek People, Profit, dan Planet menunjukkan adanya tantangan dan peluang sebagai berikut: (1) People: Proyek ini berpotensi memberikan manfaat ekonomi dan pemberdayaan masyarakat lokal, namun juga menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan dan dampak sosial-ekologis yang perlu dikelola dengan partisipasi aktif masyarakat.

(2) Profit: Terminal LNG dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan ketahanan energi Bali, serta membuka peluang investasi dan pengembangan sektor pariwisata yang berkelanjutan.

(3) Planet: Isu lingkungan menjadi perhatian utama, terutama terkait potensi kerusakan hutan mangrove dan ekosistem pesisir akibat pengerukan dan reklamasi, sehingga diperlukan kajian AMDAL yang transparan dan teknologi ramah lingkungan untuk mitigasi dampak.

“Pemerintah Bali serta kementerian terkait sebaiknya memastikan proses pembangunan berjalan dengan prinsip keberlanjutan, keterbukaan, dan melibatkan masyarakat secara aktif agar proyek ini tidak merugikan lingkungan dan sosial serta memberikan manfaat ekonomi yang optimal bagi Bali,” tutupnya. (red/tim).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button