Kemelut Pemilihan Bendesa Adat Selat, Susut Bangli Layaknya Sinetron Sandiwara

Jbm.co.id-BANGLI | Kisruh Desa Adat Selat, Kecamatan Susut, Bangli terkait kemelut Pemilihan Bendesa Adat semakin bertubi-tubi hingga terkuak fakta-fakta terbaru, yang semakin bertambah runyam situasinya. Padahal, kemelut ini terjadi, sejak tahun 2019.
Kini situasi bukan mereda, justru kian memanas, pasca munculnya Keputusan MDA Provinsi Bali yang menetapkan I Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat Selat dengan membatalkan Putusan Majelis Alit Kecamatan Susut, Nomor 26/MDA- SST/IX/2019.

Pemenang pemilihan Bendesa Adat Selat yang dilaksanakan, pada 20 September 2019 adalah I Nengah Mula dengan suara 160 suara mengalahkan calon lainnya, I Ketut Ngenteg sebesar 139 suara.
Setelah ada pemenangnya, Panitia Pemilihan menindaklanjuti dengan agenda serah terima jabatan dari Bendesa Adat Selat yang sebelumnya, I Made Ridjasa kepada I Nengah Mula.
Bahkan, dilakukan juga upacara mejaya-jaya. Kemudian, terbitlah SK Bendesa Adat untuk Nengah Mula dari Majelis Alit Kecamatan Susut.
Apa yang terjadi, aneh sekali. Di kemudian hari, muncul SK Dari MDA Provinsi Bali Nomor 001-SK-Saba Kerta/ MDA/V/2020 tertanggal 20 Mei/2020 dengan menganulir atau membatalkan SK Majelis Alit Kecamatan Susut tersebut.
Menurut Sekretaris MDA Kabupaten Bangli, I Nyoman Wandri kepada wartawan jbm.co.id, Selasa, 4 Pebruari 2025 mengungkapkan ada pembatalan Keputusan Majelis Alit oleh MDA Provinsi Bali.
Bahkan dengan tegas Wandri mengatakan keputusan MDA Bali bersifat final dan mengikat.
“Keputusan MDA, Bali bersifat final dan mengikat,” terangnya di Kantor MDA Bangli, Selasa, 4 Pebruari 2025.
Ketika didesak, dia mengatakan bahwa berdasarkan laporan yang diterima MDA Provinsi Bali telah melaksanakan (verifikasi) panureksan secara cermat dan prosedural ke Desa Adat Selat, hingga MDA Bali mengeluarkan keputusan berdasarkan atas pemeriksaan yang mendalam atas Awig-Awig Desa Adat Selat.
Bahwasanya, pasca diterbitkan SK oleh Majelis Alit kepada Nengah Mula, yang kemudian beberapa hari, I Ketut Pradnya mengajukan gugatan kepada MDA Provinsi dengan menempatkan Bendesa Adat terpilih sebagai Termohon (Tergugat). Entah apa materi gugatannya, wartawan belum bisa mendapatkan materi gugatannya.
Penyarikan MDA Kabupaten Bangli, I Nyoman Wandri mengatakan kalau materi gugatan ada di MDA Provinsi Bali.
Dasar yang dijadikan pertimbangan MDA Bali untuk menganulir Keputusan Majelis Alit Kecamatan Susut juga tidak jelas.
Apakah gugatan Ketut Pradnya ke MDA Bali itu yang “Sakti” ataukah ada sesuatu di MDA Bali, sehingga setelah ada gugatan itu MDA Provinsi Bali sampai turun melakukan verifikasi, lalu menerbitkan SK.
Sementara sumber dari tokoh masyarakat mengatakan, bahwa saat MDA Bali verifikasi ke Desa Adat Selat justru yang ditanyakan ke masyarakat adalah hal-hal lainnya yang tidak ada hubungannya dengan Ngadegang Bendesa Adat, justru yang ditanyakan soal aset, soal kulkul dan soal lain-lainnya yang tidak ada hubungannya dengan konteks Ngadegang Bendesa Adat.
“Tidak ada pertanyaan berkaitan Ngadegang Bendesa Adat,” kata tokoh masyarakat, I Wayan Sutama.
Berlarut-larutnya persoalan di Desa Selat sudah sejak tahun 2015, karena ada dualisme kepemimpinan, yang membuat pihak Majelis Alit menghimbau, agar persoalan tersebut diselesaikan dengan cara melaksanakan pemilihan Bendesa Adat.
Oleh karena itulah, Desa Adat Selat melaksanakan pemilihan. Saat pemilihan, I Ketut Pradnya tak ikut menjadi calon.
Padahal sudah disarankan oleh tokoh masyarakat, untuk ikut berkonstelasi agar menjadi terang benderang dan demokratis.
Bendesa Adat Selat terpilih, I Nengah Mula mengaku kecewa berat atas keputusan MDA Bali.
Pemilihan Bendesa, menurutnya sebagai mekanisme yang sesuai demokrasi justru hasil pemilihan seakan tidak dihiraukan oleh MDA Bali.
“Kami kecewa berat. Coba Bapak jadi saya apa nggak kecewa,” ketus Nengah Mula.
Pihaknya mengaku tidak ambisius untuk menjadi Bendesa Adat. Tetapi, pemilihan kata dia, adalah mekanisme demokrasi yang mesti dihargai untuk melahirkan pemimpin yang menjadi kehendak masyarakat Adat Selat.
Mestinya, pemilihan ini menjadi titik tolak untuk memulai meredakan kisruh yang berkepanjangan atas adanya dualisme kepemimpinan saat Bendesa Adat lama, I Made Ridjasa masih definitif menjadi Bendesa Adat. Kemudian, Ridjasa mengundurkan diri tertanggal, 20 Agustus 2019, yang bulan berikutnya dilakukan pemilihan.
Atas putusan MDA Bali yang membatalkan Bendesa Adat terpilih, menyebabkan gejolak dibawah menjadi-jadi.
Dari gejolak itu, MDA Kabupaten Bangli menggelar konsultasi melibatkan Kelian-Kelian Banjar Adat sampai Panitia Pemilihan, yang bertempat di Kantor MDA Bali di Renon Denpasar, 21 Januari 2025.
Konsultasi diharapkan dapat mengurai permasalahan yang berlarut-larut itu. Namun, konsultasi batal dilakukan, karena masyarakat yang hadir, meski tanpa diundang justru berontak dan menolak konsultasi dilaksanakan tanpa melibatkan Krama Desa Adat Selat. (S Kt Rencana).