BeritaDaerahLingkungan HidupPariwisataPendidikanSeni BudayaSosial

Jatiluwih Festival ke-5 Perkenalkan Proses Ngurit di Sawah

Jbm.co.id-TABANAN | Proses Ngurit diperkenalkan pada Jatiluwih Festival ke-5 di DTW Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Sabtu, 6 Juli 2024.

Disebutkan, Ngurit merupakan kegiatan menanam bibit padi Bali di sawah, yang perlu waktu sekitar tiga minggu. Jika sudah hidup, yang selanjutnya dicabut kembali barulah ditandurkan di sawah.

“Awalnya ini membuat bibit padi Bali, namanya di Bali itu adalah Ngurit,” kata Ketua Kelompok Petani Jatiluwih, Ketut Nuartini di DTW Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Sabtu, 6 Juli 2024.

Advertisement

Setelah itu, lanjutnya proses penanaman padi Bali tersebut diisi air hingga penuh. Dua hari kemudian langsung dihabiskan airnya.

“Itu sudah keluar dan tumbuh. Setelah keluar, lagi tiga hari diisi air, lagi dihabisin airnya dibuang, lepas sudah, tinggal nunggu saja,” terangnya.

Dibandingkan bibit padi yang sudah dilepas dan ditebar itu, lanjutnya proses penanaman padi seperti itu mengalami kesulitan, saat dicabut.

“Kalau yang ini tidak susah, karena sudah ada garisnya. Kalau yang itu, biasanya waktu cabut agak lembek sedikit dan akarnya bisa putus,” paparnya.

Hal tersebut dikarenakan sejak awal sudah dibuatkan tempat khusus, untuk menjaga kualitas padi Bali di Jatiluwih. Lebih jauh dijelaskan, proses pembuatan bibit padi Bali hingga panen perlu waktu sekitar 4,5 bulan.

“Kalau disini, ada musimnya. Kalau musim sekarang namanya musim buah-buahan bukan musim padi. Kalau sekarang bebas, mau tanam apa saja. Habis itu, barulah ditanam proses Ngurit. Jadi, tidak boleh yang lain itu masuk,” ungkapnya.

Mengenai pemakaian pupuk, lanjutnya sebelum ada bantuan Pemerintah dipakai pupuk organik kandang. Setelah itu, diberikan rabuk. Namun, sekarang kembali lagi menggunakan pupuk organik.

“Proses penanaman padi semuanya seperti ini, kita sebut Ngurit atau membuat bibit padi Bali,” tambahnya.

Menurutnya, proses pembuatan bibit padi Bali diketahui dari para leluhurnya yang diberikan contoh-contoh tahapan
pengerjaan seperti ini secara turun-temurun.

“Ini bukan dari saya, tapi warisan leluhur masa lalu. Kalau saya tidak tahu. Yang tahu proses ini leluhur saya, yang bagus prinsipnya. Kita dikasi teori-teori itu bagaimana diberikan tempat khusus yang aman,” imbuhnya.

Tidak hanya di Jatiluwih, proses pembuatan bibit padi Bali juga dipakai oleh petani di Wangaya Gede hingga ke timur sampai Soka. Meski demikian, Ngurit di Jatiluwih yang lebih unggul dibandingkan dengan daerah lainnya.

“Itu yang pasti, metodenya dan hasilnya juga sama, tapi disini di Jatiluwih lebih unggul, ya mantaplah. Kalau di Soka itu agak ringan dikit sama dengan Wangaya Gede,” tegasnya.

Sementara itu, keunggulan padi Bali di Jatiluwih bisa dilihat dari luasnya satu are bisa mencapai 70 persen dibandingkan tempat lain yang hanya menghasilkan 50 persen.

“Khan itu keunggulannya dan satu lagi baunya waktu dimasak itu sangat luar biasa kayak harum-harum begitu,” tandasnya.

Sementara itu, Kreator Seni di Desa Jatiluwih I Wayan Tarja menyebutkan, bahwa
Ngurit merupakan kegiatan nyemai padi atau membuat bulih. Mengingat, bulih adalah bibit padi untuk persiapan musim tanam.

“Proses Ngurit dilakukan dengan cara membuat tempat penguritan, lantaran Ngurit merupakan kegiatan petani mengolah tanah, untuk menyemai bibit padi,” terangnya.

Sebelum bibit padi diurit, lanjutnya langkah pertama bibit padi direndam selama kurang lebih 2 hari sampai keluar tunas. Selajutnya, setelah tumbuh mulai ngurit.

Menurutnya, Ngurit adalah proses menyemai padi yang telah tumbuh tunas di media tempat ngurit. Setelah itu, diberikan umbi talas atau keladi bertujuan, agar bibit padi tumbuh dengan sempurna atau nadi perlengkapannya.

Sementara itu, Kunyit filosofinya agar warna padi kekuningan, seperti emas saat padi sudah mulai menguning.

Disirati air batu bulitan penguligan boreh, yang bertujuan buah padi padat, seperti batu boreh.

“Mejaja atau menasi adalah aktivitas, yang ditujukan sebagai bentuk rasa kebersamaan, setelah bekerja secara gotong royong atau metulungan,” paparnya.

Selain itu, atraksi budaya di sawah juga dilakukan kegiatan Mekena Bubu sebagai aktivitas mencari belut, setelah membajak atau sesudah menanam padi hingga panen padi.

“Disamping itu, juga ada Ngawit atau Ngedagin, yang merupakan kegiatan aktivitas membuka jalan air ke sawah, dengan memulai aktivitas di sawah, seperti mencangkul, nenggala dan metekap,” tutupnya. (ace).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button