Ipung Pertanyakan Obyek Sengketa Tergugat SHGB 82 Terbit, Saat Sidang Sudah Digelar, Saksi BPN: Setahu Saya SHGB 82 Tidak Diperpanjang

Jbm.co.id-DENPASAR | Siti Sapurah alias Ipung kembali menghadapi Sidang Gugatan terkait tanah Serangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Dalam gugatan PMH yang teregister dengan Nomor: 1161/Pdt.G/2023/PN Dps, ahli waris dari Daeng Abdul Kadir dan Maisarah ini menggugat PT BTID (Tergugat I), Bendesa Adat Serangan (Tergugat II), Lurah Serangan (Tergugat III) dan Wali Kota Denpasar (Turut Tergugat III).
Pada Sidang Gugatan tersebut, Siti Sapurah mengaku bersyukur, karena giliran dari PT. BTID selaku Tergugat I menghadirkan saksi.
“Ini bagian kedua dia menghadirkan saksi. Tadi, saksi kebetulan orang BPN, saya senang,” kata Ipung.
Menurutnya, saksi yang hadir bernama Timurtius Riyadi dengan jabatan sebagai Analisis Hukum Pertanahan dari BPN atau Badan Pertanahan Nasional Denpasar, baru menjabat, sejak bulan Januari 2024. Sebelumnya, saksi hanya sebagai TU tahun 2015.
Pada saat Sidang Gugatan, lanjutnya saksi ditanyakan tentang penerbitan SHM 69 atas nama Sarah yang luasnya sekitar 9.400 meter persegi.
“Saksi menjawab begini, tahu itu SHM 69 luasnya 9.400 berasal dari Putusan Pengadilan Negeri Denpasar tahun 1975 Nomor 99 yaitu PN Denpasar dan Nomor 238 Pengadilan Tinggi Denpasar serta pipil 186 persil 15 J, tidak ditanya luasnya berapa,” terangnya.
Sebelumnya, saksi menjelaskan kepada pihak Tergugat, bahwa penerbitan SHM 69 atas nama Sarah yang luasnya 9.400 meter persegi berasal dari Putusan Pengadilan Negeri Denpasar tahun 1975 Nomor 99 dan Nomor 238.
“Saksi menjawab, saat ditanya pipil 186 persil 15 J luasnya 11.200 meter persegi. Jadi, artinya masih ada selisih tanah saya khan, yang SHM 69 itu, yaitu 9.400 meter persegi itu. Itu berarti tanah saya hilang, pertanyaan saya, hilangnya kemana, tanahnya masih ada disitu kok,” tanyanya dengan nada heran.
Selanjutnya, obyek sengketa yang digugat sekarang dikatakan PT BTID ada Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB 82. Pasca diajukan Surat Keberatan yang ditujukan ke BPN Kota Denpasar, bahwa Ipung merasa keberatan atas terbitnya SHGB 82 diatas tanah obyek sengketa.
“Ini ada 15 Putusan Pengadilan yang sifatnya Inkrah, dari tahun 1975 hingga 2020. Kemudian, dilakukan penelitian lokasi oleh Kasi Sengketa, Pak Mangunsong namanya waktu itu,” paparnya.
Saat datang ke lokasi, dijelaskan, bahwa obyek sengketa berasal dari pipil 186 persil 15 J milik Abdul Kadir yang luasnya 11.200 meter persegi.
“Artinya apa, SHGB 82 itu sudah tidak sah. Selain itu, SHGB 82 di bulan April 2023 tidak diperpanjang, karena dia akan berakhir pada Juni 2023. Kemudian ,dijawab saksi, setahu saya SHGB 82 tidak diperpanjang. Kenapa bisa terbit di Januari 2024, dimana persidangan sudah berlangsung,” kata Ipung.
Hal tersebut atas penjelasan saksi Timurtius Riyadi sebagai Analisis Hukum Pertanahan dari BPN atau Badan Pertanahan Nasional Denpasar.
Meski demikian, Ipung juga mempunyai data dari Desa Serangan Denpasar, yang sudah terbit pada bulan Januari 2024, saat proses persidangan, dimulai pada bulan November 2023.
Patut pula diungkap ke publik, bahwa Ipung memiliki 15 Putusan Pengadilan yang sifatnya Inkrah dan tidak pernah terkalahkan, sejak tahun 1975 sampai tahun 2020.
“Kalau 15 Putusan Pengadilan ini sudah tidak ada artinya lagi, maka saya akan tuntut semua hakim disini dan saya akan pertanyakan apakah saat memberi 15 Putusan, anda tidak membaca dokumen atau karena saya membayar kalian,” tegasnya.
Mengingat, Pengadilan Negeri dimanapun berada di seluruh Indonesia masih ada kebenaran yang bisa dimenangkan oleh rakyat kecil yang tak punya apa-apa.
Untuk itu, Ipung masih percaya, bahwa, Pengadilan Negeri atau Pengadilan dimanapun berada di Indonesia adalah tempat orang mencari keadilan dan kebenaran serta penegakan hukum yang sebenarnya.
“Namun, jika 15 Putusan Pengadilan ini diabaikan oleh Hakim yang sekarang, maka pertanyaan saya, masih ada hukum-kah di Indonesia, masih ada kebenaran-kah di Indonesia untuk mencari keadilan itu,” tandasnya.
Ditambahkan, jika 15 Putusan Pengadilan sejak tahun 1975 hingga 2020 sudah dinyatakan Inkrah dan semua gugatan dinyatakan menang, tidak menjadi Yurisprudensi di Indonesia.
“Karena khan ada kata-kata begini. Putusan Pengadilan oleh Hakim terdahulu bisa menjadi Yurisprudensi untuk hakim berikutnya dalam perkara yang sama,” jelasnya.
Jika itu dinyatakan Yurisprudensi diakui tidak punya Dasar Hukum lagi. “Intinya saya akan bakar ini, semua Hakim saya tuntut. Jadi, sedih khan,” tutupnya. (ace).