BadungBeritaDaerahHukum dan Kriminal

Dugaan Ditelantarkan RS Windu Husada, Wayan Sukayasa Tafsirkan DP 30 Persen Disinyalir  Tolak Tangani Pasien, Yoga Sedana: DP 30 Persen itu Administratif Lumrah

Jbm.co.id-BADUNG | Hingga saat ini, masih terjadi polemik antara Advokat Wayan Sukayasa, ST., SH.,M.I.Kom dengan pihak Rumah Sakit Windu Husada terkait sistem pelayanan terhadap pasien.

Pasalnya, pelayanan SOP Rumah Sakit Windu Husada dinilai Wayan Sukayasa perlu diperbaiki dan diminta klarifikasi yang sudah berjalan 21 hari, tapi hingga saat ini belum menemukan hasilnya.

Saat dikonfirmasi awak media, NS. I Ketut Yoga Sedana, S.Kep.,M.MARS., selaku Kepala Bidang Administrasi Umum Keuangan Rumah Sakit Windu Husada membenarkan anaknya Advokat Wayan Sukayasa, ST.,SH.,M.I.Kom sempat menjalani rawat inap di Rumah Sakit Windu Husada, sekaligus mengeluhkan atas ketidaknyamanan pelayanan yang diberikan Rumah Sakit Windu Husada.

Advertisement

“Dia sempat komplain terhadap pelayanan kami. Selayaknya atas pelayanan jasa kita juga punya prosedur menangani komplain. Itu sudah kita tangani komplain dan sudah kita temui yang bersangkutan dan kita handing seperti prosedur yang ada di kita,” kata Yoga Sedana.

Foto: NS. I Ketut Yoga Sedana, S.Kep.,M.MARS., selaku Kepala Bidang Administrasi Umum Keuangan Rumah Sakit Windu Husada.

Namun, pihaknya mengaku tidak mengetahui hal selanjutnya, lantaran berbicara pelayanan ada tingkat kepuasan.

“Jadi, kalau memang belum puas, nanti kita jelaskan lagi terkait apa yang menjadi penyebab tidak puas tersebut,” terangnya.

Pada intinya, Yoga Sedana menyebutkan Keluarga Wayan Sukayasa sudah mengajukan komplain. Meski demikian, pihaknya menerima nilai komplain sesuai prosedur, sekaligus disampaikan Handle Komplain dari pihak pasien.

“Tapi, yang namanya masyarakat tidak puas itu pasti tetap ada, khususnya terkait pelayanan. Kalau pun itu, hal itu menjadi tanggung jawab kami, untuk selalu berbenah menyikapi tingkat kepuasan pelanggan,” jelasnya.

Soal adanya DP 30 persen pada Kelas I Umum, Yoga Sedana menjelaskan hal itu hanya administratif yang lumrah, dikarenakan konsepnya pasien yang sudah melewati fase emergency atau darurat itu administrasi bisa berjalan.

“Jadi, pasien ditangani dan administrasi tetap berjalan, seperti itu, karena dimana-mana administrasi itu menjadi prosedur administrasi. Saya yakin dimana-mana seperti itu,” kata Yoga Sedana.

Soal masalah kepuasan, dikatakan Yoga Sedana, bahwa hal tersebut terkait pelayanan, hanya kewajiban pihak Rumah Sakit selaku pelayan publik yang memberikan kepuasan sesuai harapan.

“Ketika ada yang tidak puas, kita wajib menerima masukan-masukan. Itu kita sudah terima dan sudah disampaikan,” tambahnya.

Bahkan, Yoga Sedana melakukan klarifikasi soal DP 30 persen sudah dibayar, tapi penanganan pasien tidak dilakukan. Menurutnya, hal itu sudah ditangani dengan langsung menemui keluarga pasien.

“Yang jelas itu sudah disampaikan langsung ke keluarga pasien di hari itu dan besoknya apa sich yang sebenarnya terjadi, administrasi apa yang harus dilengkapi dan bagaimana tindakan kita di pelayanan

Mengenai permintaan maaf pihak Rumah Sakit yang dilakukan secara tertulis, Yoga Sedana menyebutkan hal tersebut sesuai dengan tingkat kepuasan pelanggan, yang siap melayani sesuai hak pasien dan keluarganya.

“Kalau pada dasarnya permintaan maaf tertulis, karena disini khan kita bukan berbicara salah benar. Ini berbicara adalah kepuasan pelanggan, karena komplain itu sudah kita tangani dan sampaikan,” imbuhnya.

Hal berbeda justru dinyatakan Advokat Wayan Sukayasa, ST.,SH.,M.I.Kom yang menginginkan permintaan maaf dan kerjasama seharusnya melalui surat pernyataan bermeterai dan bukan permintaan maaf secara lisan.

“Baru kali ini kami melakukan jumpa pers, karena kami masih menghormati, karena klarifikasi yang sudah 21 hari belum juga menemukan hasil, karena hanya permintaan maaf secara lisan, itu kami tidak butuh itu. Kami hanya butuh kerjasama dan minta maaf secara tertulis. Jadi, itu tidak terjadi, makanya kami lakukan ini jumpa pers karena kami merasa terpanggil untuk pendampingan masyarakat Badung dan masyarakat Bali kedepan,” tegasnya.

Patut diketahui, kejadian awalnya menimpa anaknya Wayan Sukayasa bernama Pasek Ni Made Selci Kesuma, Perempuan (14 tahun) yang menderita sakit panas.

“Itu anak saya baru SMP kelas VIII, pada malam hari, 10 Mei 2024 lalu, kita ke Rumah Sakit Windu Husada untuk periksa dan disuruh pulang dianggap tidak apa-apa, akhirnya Hari Minggu, 12 Mei 2024 lalu itu kami pagi hari, anak kami antar, karena panasnya sangat tinggi,” kata Wayan Sukayasa, saat diwawancarai awak media di depan Rumah Sakit Windu Husada di Jalan Raya Mambal Nomor 17, Kabupaten Badung, Kamis, 6 Juni 2024.

Sesampai di Rumah Sakit Windu Husada, Wayan Sukayasa menggunakan BPJS Kesehatan, karena dirinya menghormati sebagai program Pemerintah. Namun, hingga siang hari, anaknya belum tertangani dengan baik.

“Ketika menggunakan BPJS buat anak saya, itu sampai pukul 11.00 WITA siang belum tertangani, akhirnya inisiatif anak saya yang laki-laki, Pasek Gede Febha itu berniat untuk melakukan tindakan ke Kelas 1 Umum,” paparnya.

Saat dilakukan Tindakan Kelas 1 Umum itu, disitulah disodorkan estimasi biaya berobat, yang nilainya Rp 7,3 juta dengan ditandatangani Deposit (DP) 30 persen dari total biaya berobat.

“Ketika anak saya mau tanda tangan DP itu tidak diizinkan, karena dianggap belum membayar. Jadi, disitulah anak saya kembali mundur dan menelpon saya. Kebetulan saya ada diluaran. Hingga jam 1 siang, saya baru sampe di Rumah Sakit, akhirnya saya bayar DP tersebut,” terangnya.

Meski telah dibayar DP tersebut, namun Wayan Sukayasa memberikan catatan berdiskusi mengenai masalah SOP Rumah Sakit Windu Husada.

“Ternyata, saya tanya, CS-nya adalah ini perintah SOP Rumah Sakit, sehingga saya bayar. Ketika saya sudah bayar, diminta lagi untuk menemui Dokter Jaga di IGD,” jelasnya.

Akhirnya, Wayan Sukayasa berdiskusi dengan Dokter Jaga IGD yang menyatakan dirinya sebagai dokter berpengalaman.

Disampaikan, saat Sang Dokter menangani pasien, tapi belum tanda tangan DP, ternyata telah dipasang infus. Namun, ketika keluarga pasien keluar dari Rumah Sakit menyatakan pembatalan, maka Sang Dokter mencabut lagi infus yang sudah terpasang.

“Itulah bahasa yang kami terima dari Dokter Jaga IGD saat itu. Nah, setelah itu, kami menghubungi pihak Rumah Sakit untuk melakukan komunikasi,” terangnya.

Oleh karena anaknya telah dirawat di Kelas I, pihaknya menunggu waktu dirawat agar sembuh dan keluar dari Rumah Sakit.

Dalam waktu sembuh itu, lanjutnya, pihak Rumah Sakit meminta dirinya naik dengan mengajak rekan media untuk berkomunikasi atas klarifikasi kejadian tersebut.

“Ternyata, saat disitu hanya say hello saja. Jadi, yang saya harapkan dalam klarifikasi adalah kerjasama dalam membuat pernyataan dengan tertulis dan bermeterai. Itu yang tidak terjadi, sehingga saya menunggu klarifikasi seminggu lagi,” tegasnya.

Setelah seminggu, Wayan Sukayasa diundang lagi untuk datang menemui pihak Rumah Sakit. Namun, hasilnya sama tidak membuahkan hasil menggembirakan.

Akhirnya, dua minggu lagi, pihak Rumah Sakit hadir ke kantornya yang dinilai akan membuat pernyataan klarifikasi dan bekerjasama dalam pernyataan penyelesaian tersebut.

“Ternyata itu tidak terjadi seperti itu. Hanya say hello saja. Akhirnya saya, Senin kemarin di-WA, bahwa dia tidak bisa melakukan kerjasama,” tegasnya.

Atas kejadian tersebut, Rumah Sakit Windu Husada dinilai sudah melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 34 tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar dibiayai dan dipelihara oleh negara.

“Yang kedua, Peraturan Kementerian Kesehatan yang harus mengutamakan orang itu adalah kesehatan dan keselamatan masyarakat,” kata Wayan Sukayasa, dalam jumpa pers dengan mengundang sejumlah awak media di Kabupaten Badung, Kamis, 6 Juni 2024.

Hal tersebut, lanjutnya juga sesuai dengan Yurisprudensi Rumah Sakit dengan beritanya sudah beredar, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 pasal 32.

“Itu jelas, bahwa tidak boleh orang itu menggunakan DP dalam menangani pasien yang sakit, baik itu darurat maupun tidak. Itu aturan,” tegasnya lagi.

Oleh karena itu, Wayan Sukayasa berharap Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, terutama pihak PUPR Kabupaten Badung mengecek masalah perizinan terkait kondisi sistem pelayanan Rumah Sakit Windu Husada.

Tak hanya itu, Wayan Sukayasa telah berdiskusi dengan Komisi III DPR RI terkait pelayanan kesehatan masyarakat, agar masalah hal-hal seperti ini bisa menjadi pendidikan bagi keluarga dan masyarakat di Kabupaten Badung.

Bahkan, nanti Wayan Sukayasa akan mendatangi Dinas Kesehatan dan menyurati Kementerian Kesehatan serta PUPR dalam hal ini masalah perizinan.

Tak hanya itu, pihaknya juga akan berdiskusi dengan Tim Hukum, dalam hal melakukan diskusi-diskusi kembali.

“Apakah ada para oknum-oknum yang bertengger di Rumah Sakit ini, sehingga kami sebagai masyarakat seakan-akan kami ditelantarkan dan kami tafsirkan adalah penolakan dengan menggunakan uang muka, DP atau tanda jadi. Itu penafsiran kami, yang kami duga dan saya berharap, agar hal seperti ini dengan adanya klarifikasi yang berturut-turut dan berminggu-minggu, saya juga bisa menilai diduga ada perintangan orang melakukan menyampaikan aspirasi lewat media,” pungkasnya. (red).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button