BadungBeritaDaerahPemerintahan

DPRD Badung Gelar Rapat Paripurna Berikan Penjelasan Tiga Ranperda Inisiatif

Jbm.co.id-BADUNG | DPRD Kabupaten Badung menggelar Rapat Paripurna memberikan penjelasan terhadap tiga Ranperda Inisiatif Dewan melalui Ketua Bapemperda DPRD Badung Wayan Sugita Putra, Senin, 9 Oktober 2023.

Rapat Paripurna tersebut dipimpin Ketua DPRD Badung Putu Parwata didampingi Wakil Ketua I Wayan Suyasa, Wakil Ketua II I Made Sunarta dan dihadiri Bupati Badung Nyoman Giri Prasta, Sekda Adi Arnawa, Pimpinan OPD, Anggota DPRD Badung serta undangan lainnya.

Disebutkan, ketiga Ranperda Inisiatif tersebut meliputi Ranperda tentang Data Dasar Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Berbasis Data Desa Presisi, Ranperda Perubahan Atas Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Ranperda tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.

Advertisement
Foto: DPRD Kabupaten Badung menggelar Rapat Paripurna memberikan penjelasan terhadap tiga Ranperda Inisiatif Dewan melalui Ketua Bapemperda DPRD Badung Wayan Sugita Putra, Senin, 9 Oktober 2023.

Terkait Ranperda tentang Data Dasar Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Berbasis Data Desa Presisi, disebutkan Politisi PDI Perjuangan Dapil Kuta Selatan tersebut, tujuan pembangunan sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945 ditujukan pada segenap lapisan masyarakat di mana pun berada, baik di desa maupun di kota.

“Sejak Indonesia Merdeka tahun 1945, regulasi khusus untuk desa yang kokoh, legitimate dan berkelanjutan belum ada yang memadai, sehingga perdebatan tentang hal tersebut berlangsung terus-menerus yang hanya terbatas tentang hakikat, makna dan visi negara atas desa,” terangnya.

Beberapa permasalahan terkait dengan kemiskinan, ketertinggalan, keterbelakangan serta ketergantungan pada pemerintah yang melekat pada desa, pada era digital seperti saat ini banyak juga persoalan yang terjadi terkait desa, termasuk mengenai data desa yang betul-betul sesuai dengan yang terdapat di lapangan.

“Data dengan presisi tinggi dan dengan sentuhan digital tentu harus dimulai dari desa sehingga memberikan ruang keterbukaan dan kepastian yang dibutuhkan untuk pembangunan Indonesia dari desa,” paparnya.

Pendekatan yang digunakan sebelumnya, konvensional pengumpulan data yang seringkali membuat polemik, sehingga program yang dicanangkan menjadi tidak tepat sasaran.

Oleh karena itu, lanjutnya sudah saatnya diperbaiki dengan memanfaatkan era digitalisasi. Untuk itu, diperlukan pendekatan baru yang mampu mengkombinasikan pendekatan konvensional dengan pendekatan digital berbasis partisipasi warga masyarakat.

Disinilah pentingnya peran serta masyarakat dalam memberikan informasi berkaitan dengan kondisi real yang terjadi serta didukung dengan teknologi canggih untuk melakukan pemotretan dari udara, sehingga data yang disampaikan tidak hanya berupa angka-angka tetapi bukti foto/rekaman.

“Data Desa Presisi merupakan data yang memiliki tingkat akurasi dan ketepatan tinggi untuk memberi gambaran kondisi aktual desa yang sesungguhnya. Data tersebut diambil, divalidasi, dan diverifikasi,” ungkapnya

Sementara, Ranperda Tentang Perubahan Atas Perda No. 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dilatarbelakangi oleh masih minimnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan petani.

Bahkan, disebutkan petani menghadapi ketidakpastian dalam berusaha, sehingga mempengaruhi kinerja ketahanan pangan dan stabilitas nasional. Padahal, stabilitas nasional sangat diperlukan untuk mendukung keberlanjutan pembangunan nasional.

Berdasarkan studi pustaka dan pengamatan lapangan, lanjutnya permasalahan berkaitan dengan faktor internal petani, yaitu tingkat pendidikan, kompetensi dan jiwa kewirausahaan petani relatif rendah, kepemilikan lahan relatif kecil, aksesibilitas terhadap informasi pasar, teknologi dan sumber daya lainnya rendah, kualitas produk relatif rendah, kelembagaan ekonomi petani lemah dan mayoritas usaha tani masih belum feasible dan bankable.

Menurutnya, pada kategori faktor eksternal, meliputi belum adanya jaminan harga bagi produk petani, struktur pasar komoditas pertanian kurang tertata, dukungan lembaga keuangan terhadap sektor pertanian masih terbatas, biaya atau input produksi tinggi, fragmentasi dan konversi lahan pertanian semakin meningkat dan infrastruktur pertanian belum memadai.

Berdasarkan hasil analisis situasi serta FGD dengan berbagai pihak, berbagai isu yang perlu disempurnakan meliputi pemberian subsidi secara lebih luas meliputi subsidi input, yakni bibit, pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan, obat-obatan dan lain-lain, sarana prasarana, harga panen, permodalan, subsidi pengembangan kemitraan dan penguatan kelembagaan.

Selanjutnya, pemberian insentif untuk penanganan pascapanen, peningkatan nilai tambah, temu usaha, pengembangan produk olahan dan agroindustri, pemberian insentif bagi petani dan kelompok tani yang mempertahankan lahannya tetap berkelanjutan sesuai kriteria dan insentif promosi dan pemasaran produk pertanian lokal.

“Isu lain yang perlu disempurnakan yaitu mengenai asuransi pertanian, tidak hanya pada asuransi gagal panen tetapi juga perlu pengaturan tentang adanya asuransi hasil panen, asuransi tenaga kerja pertanian lokal dan asuransi jenis lainnya,” tambahnya.

Selanjutnya, terkait Ranperda Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik merupakan suatu upaya untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

“Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik,” pungkasnya. (ace).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button