BeritaDaerah

Mangkrak Dua Dekade. DPC GMNI Pacitan, Gaungkan Pengesahan RUU PPRT Di Hari PRT Nasional

Pacitan,jbm.co.id- Kekerasan terhadap pekerja rumah tangga, masih masif berlangsung. Kendati begitu payung hukum untuk melindungi mereka, tak kunjung rampung dibesut oleh pemerintah.

Meskipun telah diajukan sejak tahun 2004 lalu, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) hingga hari ini belum juga disahkan. Selama lebih dari dua dekade, RUU ini terus tertunda, sementara kasus penindasan dan kekerasan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) semakin meningkat.

Data dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat bahwa sepanjang tahun 2021 hingga Februari 2024, terdapat 3.308 kasus kekerasan terhadap PRT.

Advertisement

Mayoritas kasus tersebut berupa kekerasan psikis, fisik, dan ekonomi dalam situasi kerja. Selain itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menerima setidaknya 25 pengaduan terkait PRT antara tahun 2019 hingga 2023, yang mencakup berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi.

Ironisnya, banyak kasus yang tidak dilaporkan karena berbagai hambatan, sehingga angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi.

Adhisty Cahya Ramadhanti, Wakil Ketua Bidang Kesarinahan Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Pacitan, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini.

“Situasi ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus. PRT berkontribusi signifikan dalam mendukung perekonomian rumah tangga dan nasional. Namun, tanpa payung hukum yang jelas, mereka rentan terhadap berbagai bentuk penindasan,” ujar Adhisty, Sabtu (15//2/2025).

Menurut dia, RUU PPRT pertama kali diajukan pada periode 2004-2009 dan telah beberapa kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Pada Maret 2023, DPR RI menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Presiden juga telah mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PPRT ke pimpinan DPR dan menunjuk kementerian terkait untuk membahasnya bersama DPR. Namun, hingga kini, pengesahannya belum terealisasi.

“Kami terus mendesak DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT. Tanpa regulasi ini, PRT akan terus berada dalam bayang-bayang ketidakpastian hukum dan rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan,” tegasnya.

Selain itu, pengesahan RUU PPRT juga dinilai sangat penting untuk memberikan kepastian hukum bagi pemberi kerja. Dengan adanya UU PRT, hubungan antara PRT dan pemberi kerja akan lebih harmonis, adil, dan saling menghormati hak serta kewajiban masing-masing pihak.

“Kami terus berharap DPR RI yang saat ini menjabat dapat meninggalkan legacy positif dengan mengesahkan RUU PPRT. Hal demikian adalah bentuk nyata komitmen negara dalam melindungi setiap warga negaranya, khususnya mereka yang bekerja di sektor informal seperti PRT,” sambung Adhisty. (Red/yun).

Lebih lanjut, aktivis mahasiswa ini juga mengajak seluruh kelompok perempuan dan instansi terkait khususnya yang ada di Kabupaten Pacitan untuk bersama-sama meneguhkan komitmen dan mengawal proses perjalanan RUU PPRT.

“Kami mengajak seluruh kelompok perempuan beserta instansi terkait khususnya yang ada di Kabupaten Pacitan untuk turut mengawal proses legislasi ini hingga RUU PPRT resmi disahkan menjadi undang-undang. Kami percaya bahwa gerakan yang dilakukan secara kolektif akan lebih memberikan dampak”, pungkas Adhisty.(Red/yun).

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button