BeritaDaerahGianyarSeni Budaya

Hari Terakhir Mi-Reng Festival Hadirkan Dewa Alit Paparkan Salukat Gamelan Evolusi

Jbm.co.id-GIANYAR | Hari terakhir Masterclass (Lokacipta) New Music for Gamelan (Mi-Reng) Festival menghadirkan Narasumber Dewa Alit yang membawakan materi Melampaui Tradisi: Komposisi dan Penciptaan Baru dengan Salukat Gamelan Evolusi sebagai Sistem Pelarasan dan Komposisi di Ketewel, Kabupaten Gianyar, 14 April, 2025

Menurutnya, Salukat berasal dari dua akar kata, yaitu “Salu” dan “Kat”. Salu berarti rumah, Kat berarti melebur atau lahir kembali. Rumah sebagai tempat melebur gagasan-gagasan dan ide-ide kreatif, untuk melahirkan kembali karya-karya baru yang inovatif.

“Ide dari barungan gamelan Salukat itu sendiri berangkat dari keinginan untuk menggabungkan dua laras yang berbeda, dengan konsep harmoni,” terangnya.

Advertisement

Laras yang lebih tinggi disebut Saih Cenik, laras yang lebih rendah disebut dengan Saih Gede. Saih adalah tangga nada yang disusun berdasarkan interval atau jarak nada yang mengacu kepada suatu sistem suara gamelan.

Dalam ruang lingkup musik gamelan di Bali, lanjutnya saih juga sering dihubungkan dengan karakteristik atau ciri khas masing-masing jenis gamelan, seperti Saih Gong Gede di Panglipuran Bangli, Saih Palegongan di Desa Ketewel, Saih Kebyar di Gladag, Badung.

Salukat dibuat untuk memenuhi kebutuhan komposer didalam mengekspresikan ideide musik ke dalam kontek yang lebih luas.

“Gagasan lahirnya Gamelan Salukat muncul dari keinginan untuk mencari jati diri lewat pemaknaan eksplorasi bunyi yang kemudian dihadirkan sebagai bahasa musik yang bersifat universal,” ungkapnya.

Dalam perkembangan dari waktu ke waktu, dengan cara menyerap ide-ide musik yang berasal dari fenomena-fenomena global sebagai material, Salukat telah menunjukan transformasi dan visi kebaruan yang nyata. Sejak awal dibuat pada tahun 2005 sampai sekarang (2025), Gamelan Salukat mengalami 4 kali perubahan sistem pelarasan.

Hal ini terjadi, karena sejalan dengan perkembangan komposisi komposer (penggagas Gamelan Salukat) didalam memenuhi perkembangan ide-ide musiknya.

Karya tulis ini tidak akan membahas perubahan-perubahan laras Salukat yang sudah terjadi sebelumnya, tetapi akan lebih mengacu kepada sistem pelarasan Gamelan Salukat yang ke-empat dilihat dari segi aspek-aspek sebagai visi kebaruan antara lain; 1) perspektif inword-outword, 2) nilai keunggulan, 3) tantangan, pemain dan komposer, dan 4) hubungan timbal-balik antara instrument dengan komposisi musik.

Menurutnya, Salukat adalah sejenis gamelan baru di era ini. Sebagai instrumen, ia sendiri sudah mengalami perubahan sambil beradaptasi untuk relevansi terutama pada sistem pelarasan.

Ia juga telah melahirkan perspektif baru untuk generasinya tentang musik gamelan yang sudah mentradisi mampu tampil kembali sebagai kekuatan baru, dengan bahasa yang baru dan hidup sebagai musik yang mandiri.

Dengan pembuktian melalui karya-karya komposisi musik, ia telah menciptakan ruang yang seluas-luasnya untuk mengekspresikan ide-ide kreatif sebagai roh yang melahirkan spirit kebaruan.

Oleh karena itu, Gamelan Salukat adalah Gamelan Evolusi yang menawarkan konsistensi dan prinsip keberanian atas hak perubahan.

“Keberadaannya merupakan ekspresi dari naluri mengenai jawaban atas pertanyaan masa depan musik gamelan,” urainya.

Perspektif inword-outword

Inward adalah menggali potensi dan mengembangkan materi-materi yang sudah ada dengan cara mereduksi serta transformasi.

Seperti pengembangan wilayah nada pada setiap instrumen, bentuk instrumen dibuat lebih pendek dengan tujuan efisiensi, orkestrasi yang mengecil namun tidak mengurangi kualitas bunyi keseluruhan, serta penggunaan sistem ngubang-isep yang lebih tajam dalam hubungannya dengan eksplorasi bunyi.

Sementara itu, Outward adalah mencari kemungkinan lain dengan menyerap unsur-unsur pengaruh luar seperti sistem pelarasan terdiri dari : dua laras 7 nada, 6 nada mandiri, 4 nada sama.

Nada-nada ini dipilih dari 12 nada barat tetapi dilaras dengan cara bali. Petuding yang digunakan adalah 10 nada yang berasal dari 12 nada piano.

Tetuding merupakan alat atau instrumen yang dipakai untuk menentukan saih pada gamelan Bali yang berpedoman pada kedekatan bunyi, bukan ketepatan frekuensi nada (100% tepat).

Nilai Keunggulan

Aspek-aspek material yang terkandung dalam Gamelan Salukat, pada proses perkembangan dari waktu ke waktu telah memunculkan hubungan timbal balik.

Kecendrungan saling memengaruhi diantara perkembangan instrumen dengan perkembangan musiknya dalam kontek proses penciptaan komposisi, secara tidak langsung memotivasi munculnya ide-ide baru.

Hal ini terjadi, karena sama-sama menyediakan ruang yang memungkinkan untuk merangsang ide-ide kebaruan itu sendiri.

Multi saih
Perluasan laras terdiri dari dua saih dalam satu barungan, berpeluang untuk memberi lebih banyak pilihan mengenai saih. Saih yang selaras bisa dicari secara mandiri pada salah satu saih, juga bisa dengan mencari hubungan di antara kedua saih.

Contoh gambar dibawah ini menunjukkan salah satu cara merangkai nadanada diantara dua saih untuk mendapatkan kemungkinan-kemungkinan saih baru Contoh cara menentukan saih/scale dalam sistem pelarasan Gamelan Salukat 2020 yang tak terduga sebelumnya.

 

Multi harmoni

Susunan nada pada setiap kelompok instrumen dari yang tertinggi ke terendah pada masing-masing saih ditata dengan perhitungan harmoni yang kemudian dijadikan sebagai harmoni pokok atau dasar.

Misalnya nada 1 saih cenik beda bunyinya dengan nada 1 saih gede. Tapi kalau dipukul bersamaan dia membuat bunyi yang harmoni. Bisa dimainkan secara mandiri di salah satu saih atau dimainkan bersamaan di dua saih.

Repertoar dan Wilayah Nada

Hal tersebut terdiri dari 15 bilah (2 oktaf penuh) pada instrumen bernada tinggi seperti kantilan dan pemade, 11 bilah pada instrumen bernada rendah seperti calung dan jegog, 2 tungguh reyong; 17 pencon saih cenik, 16 pencon saih gede, 8 buah gong saih gede (1 oktav penuh), satu tungguh kecek, satu tungguh kentuk, satu tungguh kempli dan sepasang kendang lanang-wadon ukuran sedang.

Wilayah nada yang lebih luas dengan orkestrasi yang efisien sangat signifikan merangsang memunculkan melodimelodi yang unik dan juga menantang munculnya tehnik-tehnik permainan baru.

Tantangan, Pemain dan Komposer

Tantangan
Bunyi nada atau saih yang berhubungan dengan penotasian pada gamelan tradisi sangat sulit berlaku. Cara penulisan dengan menggunakan notasi ding dong tidak relevan, karena simbol bunyi tidak cukup untuk mewakili nada-nada yang ada. Kerumitan sistem pelarasan menjadi faktor sangat menantang pada korelasi antara cara penulisan, fungsi notasi dan pembahasaan nilai-nilai musikal dalam proses mengkomunikasikan ide-ide musik kedalam bentuk yang lebih kongkrit.

Pemain
Disisi lain, pemain masih sangat sulit melafalkan bunyi nada dan saih-saih yang ada, karena faktor kebaruan sistem pelarasan. Semua komposisi musik dimainkan melalui daya ingat dan tingkat kecerdasan yang memadai.

Didalam proses latihan, para pemain dituntut menggunakan daya pikir kreatif untuk mencari cara sendiri dengan persepsi masing-masing pada proses menghafal bagian-bagian musiknya.

Komposer
Seperti yang disebutkan sebelumnya, semua aspek-aspek yang berhubungan dengan laras masih sangat sulit dilafalkan.

“Saya sendiri menggunakan dua jenis notasi yaitu notasi angka dan notasi barat (not balok). Notasi angka dipergunakan untuk lebih mudah di dalam proses penuangan bagian-bagian komposisi kepada pemain ketika latihan,” jelasnya.

Sedangkan, notasi barat dipergunakan sebagai cara didalam mewujudkan ide-ide musik sebelum dituangkan sama pemain. Proses penotasian ide berjalan sejajar antara penggunaan notasi angka dengan notasi barat.

Hubungan Timbal-balik Antara Instrumen Dengan Komposisi Musik

Instrumen baru biasanya selalu menantang munculnya musik baru. Begitu juga sebaliknya, ide-ide baru dalam proses komposisi, cendrung menawarkan gagasan untuk membuat instrumen baru.

Sinergisitas hubungan diantaranya sangat bermanfaat tidak hanya bagi kemajuan musik, tetapi juga memberikan akses yang lebih luas terhadap perkembangan pembuat instrumen itu sendiri.

“Pada bagian ini, saya akan menjelaskan tentang proses mengaktualisasikan ide-ide imajinatif menjadi realitas komposisi musik dengan tehnik komposisi yang saya susun sendiri serta menunjukan contoh-contoh yang saya ambil dari karya-karya saya untuk Gamelan Salukat,” sebutnya.

Transformasi bentuk ke bentuk dalam komposisi Genetic (2011) dengan cara memformulasikan bentuk-bentuk pola menjadi satu motif, kemudian menyusun kembali bentuk motif tersebut ke bentuk motif yang berbeda dengan tujuan menghasilkan jalinan (kesatuan) bunyi yang bersifat baru.

Pola; model bentuk yang merupakan bagian dari motif. Motif; bentuk struktur yang terdiri dari pola-pola dalam satu ukuran tertentu.

“Seperti contoh dibawah terdiri dari dua bentuk pola yaitu: pola A (4 ketukan), pola B (8+1,5 ketukan) terdiri dari 5 bentuk motif, setiap motif (30 ketukan) menunjukan struktur yang berbeda. Setiap motif terdiri dari 5 ketukan x 6, dimainkan oleh instrumen calung dan jegog. Pola A dan B dimainkan oleh instrumen kantilan, pemade, reyong 1&2 , dan reyong 3&4 secara bergantian, sesuai dengan struktur motif,” tambahnya.

“Motif komposisi reyong pada Likad Berikut adalah contoh dari karyanya, Likad khusus instrumen reyong yang menggunakan tehnik komposisi berdasarkan perpaduan: 1) ukuran; panjang pendek ketukan dalam satu matra, 2) hubungan vertikal saih cenik dan saih gede Gamelan Salukat, 3) model jalinan (kotekan) dengan perhitungan sesuai dengan ukuran yang terstruktur,” pungkasnya. (ace).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button