Radius 2 Km dari Kawasan Suci Pura Sakenan Serangan, Lokasi FSRU LNG Perlu Dikaji Ulang

Jbm.co.id-DENPASAR | Rencana Pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Liquefied Natural Gas (LNG) atau Gas Alam Cair yang dekat dengan Kawasan suci Pura Sakenan harus dikaji ulang.
Mengingat, dalam ketentuan disebutkan pembangunan industri tidak bisa dilakukan dalam radius 2 km dari kawasan suci Pura Sakenan.
Demikian terungkap, saat Talkshow Pariwisata bertajuk “Menakar Dampak Pangkalan LNG terhadap Pariwisata Kota Denpasar”, yang diselenggarakan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Denpasar di Kampus STB Runata, Jalan Tukad Badung, Denpasar, Senin, 16 Juni 2025.

Talkshow dipandu Ketua Divisi Kebijakan dan Diskusi Publik SMSI Kota Denpasar, Arnoldus Dhae, dengan menyediakan ruang diskusi publik yang sehat dan konstruktif tentang keberadaan pangkalan LNG di Denpasar serta menggali potensi dampak terhadap sektor pariwisata dari berbagai perspektif, baik lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya.
Menariknya, Talkshow menghadirkan narasumber yang kompeten di bidang pariwisata, diantaranya Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, MSi., serta Narasumber Praktisi Pariwisata, yakni I Made Mendra Astawa, S.Tr.Par., M.Tr. Par, Ngurah Paramartha dan Pelaku Pariwisata Yosep Yulius Diaz yang akrab disapa Yusdi Diaz.
Pada kesempatan tersebut, Pelaku Pariwisata Bali Yusdi Dias menyebutkan isu soal FSRU LNG itu harus dibuka kepada publik, karena masyarakat luas berhak memberikan masukan dan tidak harus diwakilkan oleh suara asosiasi.
Bahkan, Yusdi Diaz mempertanyakan Pemerintah perlu membuka kesempatan diskusi seluas-luasnya tentang arah pembangunan Bali.
Pasalnya, selama ini keberadaan Pulau Serangan identik dengan Pulau Penyu. Dengan adanya industri di kawasan itu, dikhawatirkan akan terjadi persoalan lingkungan yang serius.
“Bagaimana penyu bisa pulang untuk bertelur, karena penyu akan pulang di tempat yang sama. Bali mau dibawa kemana, tetap mempertahankan warisan atau short term business,” terangnya.
Sementara itu, Pemerhati Pariwisata I Made Mendra Astawa menyampaikan kepentingan ekonomi selalu ada dalam setiap rencana pembangunan. Namun, masih ada ruang kosong untuk memilih lokasi berinvestasi.
Terlebih lagi, lanjutnya pembangunan bukan menjadi tontonan wisatawan. Namun, semestinya harus tetap dijaga warisan leluhur, jika ingin tetap menjaga Bali sustainable.
“Jadikan Bali the last heritage of Nusantara. Jangan sampai ekonomi menghancurkan warisan leluhur,” kata Mendra Astawa.
Hal senada juga disampaikan Ngurah Paramartha, yang menyoroti Pulau Serangan selalu menjadi pusat isu dari pembangunan.
Tak hanya itu, Bali tidak pernah mencitrakan dirinya sendiri, namun banyak muncul keriuhan yang ditimbulkan oleh berbagai macam persoalan.
Apalagi, rencana lokasi pembangunan LNG berdekatan dengan kawasan suci, Pura Sakenan.
Menurutnya, pembangunan industri tidak bisa dilakukan dalam radius 2 km dari kawasan suci Pura Sakenan Serangan. Jika dikaitkan dengan konsep pembangunan Bali yang dicetuskan Gubernur Bali “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dikaitkan dengan rencana pembangunan LNG di Kawasan suci sudah tidak nyambung.
“Soal sampah disitu juga tidak ada solusi, soal dermaga sampai soal reklamasi juga berada di situ dan sekarang LNG. Pertanyaannya, kenapa semuanya harus disitu,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, MSi., menyatakan banyak hal yang harus dipikirkan secara luas tentang Pulau Dewata, lantaran Bali harus menjadi laboratorium hidup.
Oleh karena itu, Prof. Sunarta menekankan Bali membutuhkan suatu pembangunan destinasi pariwisata yang berkualitas.
“Caranya adalah dengan membangun Bali sesuai carrying and capacity. Kalau kita tidak ingin tergantung energi, lantas berapa banyak untuk cukup?,” tanya Prof. Sunarta.
Pada intinya, hal tersebut bukan menolak atau mendukung, tetapi isu rencanan pembangunan FSRU LNG telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat maupun di media sosial ini.
“Untuk itu, kami minta Pemerintah Provinsi Bali harus mengkaji ulang demi menyelamatkan konsep pembangunan Bali dengan menyelamatkan budaya, lingkungan dan pariwisata,” tegasnya. (ace).