BeritaDaerahDenpasarHukum dan KriminalOpiniPendidikan

Marak Kasus Bunuh Diri di Bali, Rektor UPMI Bali Himbau Generasi Milenial Tambah Wawasan Pendidikan

Jbm.co.id-DENPASAR | Kasus bunuh diri kian marak terjadi di Bali. Bahkan, akhir-akhir ini kasus bunuh diri sebagian besar menimpa generasi milenial dengan porsi masalah berbeda. Mirisnya lagi, masalah asmara mendominasi terjadinya kasus bunuh diri, selain masalah ekonomi dan masalah khusus lainnya.

Dicontohkan, sempat viral di media sosial, korban Ayu Miranda asal Banjar Yeh Malet Antiga Klod, Kabupaten Karangasem nekad mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Diduga masalah asmara, korban mengambil jalan pintas, setelah dikabarkan sang pacar akan segera menikahi wanita lain.

Ditempat berbeda, akibat diputus kekasih, salah seorang  siswa asal Bebandem Karangasem juga nekad gantung diri di pohon belimbing dengan memakai tali pramuka.

Advertisement

Untuk mengantisipasi kasus bunuh diri, kalangan generasi milenial dihimbau terus meningkatkan kualitas hidup dengan menambah wawasan pendidikan dan kemampuan softskill serta keterampilan khusus yang diminati sesuai potensi diri masing-masing.

Hal tersebut disampaikan Rektor Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali, Prof. Dr. Drs. I Made Suarta, S.H., M.Hum., yang juga Guru Spesialis Bimbingan Konseling, saat diwawancarai awak media di Denpasar, Selasa, 19 Maret 2024.

Menurutnya, kasus bunuh diri tidak boleh terjadi, jika mereka memahami bahwa hal tersebut sangat bertentangan dengan ajaran agama Hindu di Bali.

Oleh karena itu, generasi milenial diminta mendekatkan diri dengan ajaran Tuhan, karena lewat Tuhan akan memberi petunjuk, yang tidak akan menyesatkan.

“Bunuh diri dalam sudut pandangan agama Hindu disebut Ulah Pati artinya mencari mati. Sesuai ceramah sulinggih, bahwa mati dengan jalan seperti ini dianggap tidak mati, maka rohnya gentayangan atau arwah penasaran, karena belum saatnya mati,” kata Made Suarta.

Hal tersebut, lanjutnya tidak dibenarkan dalam ajaran agama manapun di dunia, karena umat menjalani kehidupan itu diyakini sebagai investasi berbuat karma baik di dunia.

“Ngapain diberi kesempatan menjalani kehidupan malah kita melakukan hal itu, karena hidup itu untuk melakukan tindakan kebaikan terhadap diri kita sendiri dengan karma. Kita investasi karma baik di dunia ini,” paparnya.

Dari sudut sosial, sebenarnya ketika masalah itu macet, maka kolaborasi dengan orangtua dan teman itu bisa dilakukan melalui media curhat dalam penyelesaian masalah seperti itu, dikarenakan setiap masalah bersifat tidak permanen dan bisa dicairkan melalui dialog konseling.

“Ketika kita mentok, cari orangtua dan teman untuk mencairkan masalah itu. Sesulit apapun masalahnya pasti ada solusi terbaik,” paparnya.

Ketika mengambil tindakan menyakiti diri sendiri, seharusnya dilakukan evaluasi diri, dengan melihat dampaknya, baik atau buruk.

“Disini versi saya itu, sedikit kurang wawasan terhadap orang-orang yang bunuh diri. Kalau saja dia memahami kedepan bagaimana masa depan itu, saya rasa tindakan menyakiti diri sendiri itu tidak akan dilakukan, karena itu merugikan diri sendiri dan juga keluarga akan merasa terpukul dan tersakiti,” tambahnya.

Untuk itu, generasi milenial dihimbau meningkatkan kualitas hidup melalui wawasan pendidikan, agar kasus bunuh diri akibat masalah cinta, ekonomi dan lainnya bisa ditekan seminimal mungkin di kalangan generasi milenial kedepannya.

Tak hanya itu, generasi milenial juga diminta melakukan hal-hal positif dengan meningkatkan kualitas diri dalam rangka meningkatkan penghasilan yang berfokus pada masa depan.

“Disinilah pentingnya kita mengejar pendidikan formal, pendidikan informal dan non formal. Selain itu, juga bekali diri dengan keterampilan, terus belajar dan bekerja. Dari situ kita menambah wawasan, baik melalui kampus atau sekolah maupun masyarakat,” tegasnya.

Jika punya kelebihan hasil, diharapkan rajin-rajinlah mapunia yang berjiwa sosial. Ibarat pepatah, dunia tidak selebar daun kelor dan masih ada yang lainnya. Hal ini juga dikatakan orang bijak, bahwa satu pintu tertutup masih ada pintu lainnya terbuka untuk memberikan peluang menyelesaikan suatu masalah.

“Ketika kita gagal disini, bukan berarti tamat, ada pintu lainnya terbuka. Semua orang punya masalah, karena hidup ini adalah perjuangan dan pilihan,” pungkasnya. (ace).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button