Lokasi FSRU LNG Sidakarya Perlu Ditinjau Ulang Dibangun Diluar Pemukiman Warga dan Tidak Merusak Hutan Bakau

Jbm.co.id-DENPASAR | Rencana Proyek Floating Storage Regasification (FSRU) Liquefield Natural Gas (LNG) akan dibangun di Kawasan Serangan, Sidakarya, Mertasari dan Sanur, yang dikenal dengan sebutan SEKARTANUR.
Namun, proyek FSRU LNG menuai kontroversi, karena lokasinya berada di Kawasan Konservasi Tahura Ngurah Rai yang memiliki fungsi ekologis, spiritual dan sosial.
Terlebih lagi, FSRU LNG ini merupakan proyek strategis Gubernur Bali. Untuk itu, berbagai pandangan diungkapkan sejumlah kalangan masyarakat terkait dampak lingkungan yang dihadapi, jika proyek FSRU LNG benar-benar dilaksanakan.
Meski demikian, FSRU LNG sebagai konversi bahan bakar yang lebih bersih dan ramah lingkungan dinilai sangat bagus. Namun, jika proyek FSRU LNG dibangun di Kawasan SEKARTANUR perlu dikaji lebih mendalam.
Demikian disampaikan Yusdi Diaz selaku Praktisi Pariwisata, saat diwawancarai awak media di Denpasar, Sabtu, 14 Juni 2025.
Menurutnya, ruang diskusi mengenai rencana proyek FSRU LNG semestinya juga dibuka untuk masyarakat umum.
Bahkan, lanjutnya Pemerintah perlu menerima masukan dari kalangan masyarakat pesisir yang bakal terkena dampak langsung yang lebih besar dari proyek FSRU LNG.
Bahkan, pihaknya memberikan saran dan masukan, agar Pemerintah mengkaji kembali lokasi pembangunan FSRU LNG Sidakarya.
Diharapkan, Pemerintah sebaiknya memilih tempat diluar kawasan pemukiman warga dan tidak merusak kawasan hutan bakau.
“Kita harus betul-betul harus kaji ulang dan harus dibuka untuk umum terkait dampak lingkungan, agar jangan sampai di kemudian hari menjadi ribut, sudah rusak kita ribut akan banyak dampaknya disitu,” tegasnya.
Tak hanya itu, pihaknya perlu mendengarkan pendapat para tokoh masyarakat yang berasal dari daerah pesisir, yang setiap hari berada di tepi pantai. Dikatakan pula bahwa FSRU LNG ini disebut Bali bakal mandiri listrik dan pasokan tenaga listrik.
“Itu ngk juga-lah. Kalau di daerah SEKARTANUR ini khan untuk PLTU di Pesanggaran, khan tidak bisa memasok seluruh Bali. Kenapa tidak kita buat di satu tempat atau Pemerintah merencanakan satu tempat buat yang benar-benar besar dan masif, kapalnya masuk dengan enak disana dibangun diluar daerah pemukiman,” kata Yusdi Diaz.
Dipaparkan, bahwa rencana pembangunan FSRU LNG sebaiknya dibangun di daerah diluar pemukiman yang tidak merusak hutan bakau.
Jika di daerah SEKARTANUR apapun alasannya terdapat pengeboran atau pengerukan dibawah laut memakai dreging kapal kedalam 12-15 meter yang berpotensi terjadinya intrusi air laut.
Oleh karena itu, lokasi alternatif FSRU LNG bisa dialihkan di Kawasan Pelindo Benoa yang sudah memiliki jalur gas, sehingga bisa menggunakan kapal yang lebih kecil.
“Air laut itu masuk ke daerah daratan Sidakarya dan sekitarnya. Nanti kalau sudah air asin disana barulah mereka rasakan akibatnya,” kata Yusdi Diaz.
Sementara itu, I Putu Widi Arika Setiawan menyoroti Transisi Energi demi Energi Bersih, tapi harus dengan Taksu dan rasa tanggung jawab sejati berpedoman ajaran Tri Hita Karana.
“Diatas kertas, pembangunan Terminal FSRU LNG tampak modern, tapi dibaliknya resiko nyata mengintai,” tegasnya.
Apalagi, Bali bukan kawasan industri, tapi Bali adalah bumi suci yang penuh Taksu, yang terlahir dari harmoni gunung, laut, manusia dan para dewa.
Jika dibiarkan industrialisasi tanpa pertimbangan Taksu, maka Bali akan kehilangan jiwa yang membuat mata dunia jatuh cinta padanya.
Dikhawatirkan bakal terjadi kerusakan palemahan, terganggunya terumbu karang dan keseimbangan pesisir akibat ancaman kebocoran industri yang dapat merusak pesisir suci Bali.
Selain itu, Taksu Pura Sakenan di Pulau Serangan akan terganggu aura spiritualnya.
Terlebih lagi, Pura Sakenan lingguh Ida Hyang Dewa Baruna yang selama ini menjadi simbol kekuatan spiritual pesisir Bali berdiri dihadapan laut luas yang sakral.
Jika terminal FSRU LNG raksasa dibangun di lepas pantai dengan struktur setinggi lebih dari 50 meter, maka Taksu Pura Sakenan akan terganggu dan terhimpit dalam bayang-bayang kapal industri.
“Bayangkan!!! Pura Sakenan Serangan sebagai tempat suci kita dikerdilkan oleh kemegahan kapal. Apakah layak dan rela kita melihat pemandangan suci tempat umat Hindu menghadap Ida Bethara dipagari oleh dinding kapal raksasa? Kita sebagai generasi muda harus berani berdiri tegak menjaga Taksu Bali tetap bersinar sepanjang masa. Marilah kita memilih jalan menjaga warisan leluhur secara bersama-sama bukan jalan pintas yang hanya memuaskan kebutuhan sesaat,” pungkasnya. (ace).