Usia 50 Tahun, SMA Negeri 5 Denpasar Berhasil Bangun Program Peduli Sampah Berbasis Induk dan Bernilai Ekonomis
Jbm.co.id-DENPASAR | SMA Negeri 5 Denpasar tidak sebagai Sekolah Penggerak, lantaran usia Kepala Sekolah diatas 55 tahun berarti sekolah yang dipimpinnya tidak bisa menjadi Sekolah Penggerak, dikarenakan, syaratnya Kepala Sekolah sudah harus menjadi Guru Penggerak.
Oleh karena itu, SMA Negeri 5 Denpasar tidak bisa mendaftar sebagai Sekolah Penggerak. Namun, menurut Pengawas, bahwa SMA Negeri 5 Denpasar itu sudah bisa mengimbas bersama sekolah lainnya sebagai salah satu syarat menjadi Sekolah Penggerak.
Hal tersebut disampaikan Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Denpasar, Cokorda Istri Mirah Kusuma Widiawati, saat diwawancarai awak media di Denpasar, Selasa, 19 Maret 2024.
Meski demikian, banyak hal sudah dilakukan pihak SMA Negeri 5 Denpasar, tapi belum dilakukan oleh sekolah lainnya. Dicontohkan, SMA Negeri 5 Denpasar berhasil membangun program Peduli Sampah berbasis induk, diusianya ke-50 tahun yang jatuh pada 7 Januari 2024.
Disebutkan, program Peduli Sampah yang dikembangkan SMA Negeri 5 Denpasar sejalan dengan program Pemerintah Provinsi Bali dibawah arahan Gubernur Bali Wayan Koster, demikian pula Kota Denpasar menjadi Kota Peduli Sampah.
“Kita melaksanakan itu diawal, sudah lebih dari dua tahun. Dulu tempat sampah kita ada depan. Kalau sekolah khan kumuh jadinya jika disimpan didepan, makanya saya pindahkan ke belakang,” terangnya.
Tak hanya itu, lanjutnya dibelakang sekolah juga dibuatkan tempat yang digunakan untuk mengolah kompos.
“Karena dasar saya yang pertama itu, apa sich yang dimiliki sekolah ini, begitu luasnya, itu pikiran saya pertama kali masuk sekolah ini,” terangnya.
Saat dilihat di seputar sekolah ini, ternyata banyak sampahnya, karena luasnya 2,5 hektar dan disini banyak pohon.
“Karena pohon-pohonnya besar banget, dilihat sampah. Bahkan, tukang sapu kita bisa membawa dua tempat sampah untuk diseret nyapu itu. Saya suruh, yang satu pakai buat daun saja atau tempat kompos dan satu lagi untuk sampah plastik, botol dan segala macam, khan anak-anak buat minum. Jadi, bisa dipakai satu tempat sampah untuk non kompos,” paparnya.
Setelah itu, pihaknya mulai membuat bak yang digunakan untuk tempat daun-daun dari ranting pohon. Kemudian, dibelikan alat-alat untuk memilah atau mencacah kompos dan daun-daun tersebut.
“Itu sudah dua tahun lebih, belum ada satu sekolah pun yang melakukan hal itu. Mungkin kota Denpasar baru-baru mulai, tapi kita sudah mulai di sekolah ini, karena bersumber pada induk, itu khan intinya. Jadi, sekolah ini lumayan anak-anak yang ada disini dengan jumlah penduduk 1.500 orang lebih. Jadi, khan tidak ada salahnya saya berpikir, bahwa sekolah ini sebagai tempat belajar bagaimana cara memilah sampah sehingga bisa dimanfaatkan dengan positif oleh mereka,” tegasnya.
Akhirnya, pemikiran tersebut disambut baik oleh Pemerintah dan dibuatkan tempatnya serta dibelikan mesin untuk mencacah, yang kemudian dicampur dengan segala sesuatu bersama guru-guru kimia yang lebih paham cara memproduksinya.
“Saya buatkan bak ini, akhirnya terwujud, yang lumayan selama satu bulan, lalu kita belikan plastik. Saya pikir, kalau kompos yang dibuat oleh pedagang yang di Renon, biasanya pakai karung, kita belum lakukan, karena pakai karung itu khan 5 kg dan 10 kg, cukup besar. Kita malah pakai yang kecil saja,” paparnya.
Kemudian, pihaknya mencoba plastik khusus daun dan ranting-ranting kecil. Akibat kondisi hujan lebat mengakibatkan pohon-pohon besar tumbang. Jika diangkat dan dibuang pohon tersebut perlu biaya mahal.
Akhirnya hasil pemikirannya, batang pohon besar itu dipotong 1,5 meter untuk dijadikan tempat anggrek, yang akhirnya berjalan dengan baik, sehingga bernilai ekonomis.
“Jadi, saya berpikir yang tidak terpakai menjadi terpakai itu intinya. Kita mengajarkan ekonomis untuk anak-anak. Sampai saat ini, dananya sudah lumayan dan itu dikelola oleh OSIS,” sebutnya.
Tak hanya itu, SMA Negeri 5 Denpasar juga mengembangkan anggrek yang dijadikan hiasan jika sudah berkembang besar.
“Jadi, barang pohon besar yang 1,5 meter itu, kita kondisikan dan sampai sekarang masih hidup itu anggrek,” tambahnya.
Selain itu, SMA Negeri 5 Denpasar juga membuat Tabulapot dengan dasar tanahnya basah. Hingga kini, Tabulapot hasil buatan siswa SMA Negeri 5 Denpasar sudah banyak yang menikmati.
“Pak Kadis dan pak Sekdis sudah, pak AWK sudah terus orang-orang diluar banyak yang sudah menikmati hasil dari Tabulapot kita. Kecil tapi berbuah manis, kayak juwet putih,” ungkapnya.
Pasalnya, bulan Oktober 2024 mendatang akan pensiun, Cokorda Istri berupaya memberikan pelayanan terbaik, karena jumlah siswa yang semakin membludak. Untuk itu, 1.400 orangtua siswa dikumpulkan tiga kali dengan meminta bantuan pemanfaatan dana komite untuk pembuatan aula.
Mengingat, sekolah ini bertanah rawa saat dicongkel kedalaman tanah 30-40 cm sudah keluar air membuat SMA Negeri 5 Denpasar juga membuat sumur resapan.
“Dulu khan banjir disini. Kenapa aula itu saya bongkar, karena itu kejadiannya. Jadi, toilet sama septik tank tempat sampah itu, kalau sudah hujan, dia banjir dan itu jadi tempat kolam renang. Selain itu, tanah kita banyak rayap dan pohon besar juga dimasuki rayap disana, karena disini dinastinya rayap,” paparnya.
Menariknya, dengan kondisi banjir tersebut, SMA Negeri 5 Denpasar berhasil membangun gedung aula tanpa meminta dana dari orangtua murid.
“Kalau dia mau nyumbang, silakan tidak banyak sich, karena nilai sosial ekonomi disini tidak sebagus murid yang ada di Kota Denpasar pusatan gitu. Saya ngerti keadaan begitu, makanya sekolah ini jangan menaikkan iuran komite. Kalau boleh saya bilang, SMA Negeri 5 Denpasar, iuran komite terendah hanya 200 ribu rupiah per bulan dibandingkan sekolah lainnya yang berkisar 300-375 ribu per bulan,” jelasnya.
Hal tersebut membuat banyak siswa berminat masuk SMA Negeri 5 Denpasar, yang dulunya saat mendaftar 400 orang dan mendapatkan siswa hanya sejumlah itu. Namun, berbeda saat Cokorda Istri Mirah Kusuma Widiawati dipercaya sebagai Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Denpasar, peminatnya sudah naik.
“Pertama kali saya disini, sudah 800 siswa peminatnya. Itu dari mulut ke mulut tanpa promosi. Tahun kedua malah naik lagi menjadi 1.400 siswa, dan tahun ketiga, karena perubahan penerimaan siswanya harus sekaligus mendaftar tidak bole ada step by step terus itu jadi 1.313 dan tahun ini belum tahu entah berapa nanti dilihat saja,” terangnya.
Menariknya, saat tahun kedua menjadi Kepala Sekolah, Cokorda Istri Mirah Kusuma Widiawati menceritakan siswa SMA Negeri 5 Denpasar yang diterima lewat SMPTN itu 44 orang dari sekolah negeri bukan lewat jalur mandiri. Kemudian, dua tahun lalu, itu menjadi 89 orang, sehingga diharapkan tahun 2024 ini terjadi peningkatan dalam hal penerimaan siswa dari jalur sekolah negeri.
“Jadi, itu naik dua kali lipatnya. Saya bersemangat, karena anak-anak disini berpotensi dan gurunya pun bagus-bagus. Keinginan saya tahun ini lebih dari itu, yang penting intinya bagaimana sekolah SMA Negeri 5 Denpasar terus meningkat,” tegasnya.
Tak hanya itu, gara-gara Study Tour, akhirnya pihak SMA Negeri 5 Denpasar menjalin kerjasama dengan kampus Universitas Indonesia (UI) dalam proses penerimaan mahasiswa baru, pada tahun 2023. Bahkan, isi perjanjian kerjasamanya, dengan diutamakan siswa dari SMA Negeri 5 Denpasar berkuliah di Universitas Indonesia sesuai potensi siswa tersebut.
“Lucunya kerjasama saat Study Tour, karena dilihat potensi anak kita bagus langsung mereka melakukan kerjasama dengan SMA Negeri 5 Denpasar. Itu khan sebuah anugerah, kita berharap yang terbaik untuk semua,” jelasnya.
Meski bukan sebagai Sekolah Penggerak, Cokorda Istri berharap, Kepala Sekolah berikutnya berumur 50 tahun, sehingga SMA Negeri 5 Denpasar menjadi Sekolah Penggerak.
“Jadi, dikumandangkan kurikulum Merdeka Belajar lewat Sekolah Penggerak itu bisa terjadi di sekolah ini, lantaran guru-gurunya bagus dan pintar. SDM-nya lho saya katakan itu,” pungkasnya. (ace).