
Jbm.co.id-KLUNGKUNG | Pembangunan kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Kabupaten Klungkung kembali menjadi sorotan publik.
Proyek strategis yang dibiayai menggunakan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lebih dari Rp1 triliun kini memasuki fase persidangan terkait dugaan ketidakwajaran proses penilaian harga tanah.
Gugatan perdata Nomor: 655/Pdt.G/2025/PN Dps diajukan oleh PT Adi Murti dan PT Arsa Buana Manunggal terhadap Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Provinsi Bali.
Gugatan tersebut mempertanyakan perbedaan mencolok penetapan nilai tanah yang dinilai tidak mencerminkan harga pasar wajar.
Tim Hukum PT Adi Murti & PT Arsa Buana Manunggal, A.A. Bagus Adhi Mahendra Putra, menyampaikan apresiasi kepada Pengadilan Negeri Denpasar yang telah membuka ruang pemeriksaan perkara ini secara transparan.
Ia berharap Majelis Hakim tetap objektif menjelang agenda Pemeriksaan Setempat yang dijadwalkan pada Jumat, 7 November 2025.
Menurut Gus Adhi, perkara ini bukan semata soal kepentingan kliennya, tetapi menyangkut keadilan dan transparansi dalam penilaian tanah untuk proyek pemerintah. “Ini penting sebagai edukasi publik agar proses penilaian aset oleh penilai publik dilakukan secara akuntabel,” kata Gus Adhi di Denpasar, Jumat, 7 November 2025.
Patut diketahui, bahwa
Gubernur Provinsi Bali mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Penunjukkan Lokasi (Penlok) untuk pelaksanaan proyek pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) yang berlokasi di Kabupaten Klungkung, pada tahun 2020.
Proyek tersebut merupakan bagian dari program strategis Pemerintah Provinsi Bali dalam rangka pelestarian kebudayaan serta pengembangan potensi pariwisata dan ekonomi kreatif daerah.
Dalam pelaksanaannya, beberapa bidang tanah milik masyarakat dan badan hukum terkena penunjukkan lokasi, termasuk 11 bidang tanah milik PT A, yang sah dimiliki berdasarkan dokumen kepemilikan yang diperoleh pada tahun 2017.
Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, terhadap tanah yang terkena penunjukkan lokasi, Pemerintah wajib memberikan ganti rugi yang layak kepada pemilik tanah berdasarkan hasil penilaian oleh lembaga penilai independen.
Untuk proyek ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) berdasarkaPerintah Gubernur Bali untuk melaksanakan proses penilaian harga tanah.
Namun, hasil penilaian yang dilakukan KJPP pada tahun 2020 menunjukkan nilai ganti rugi sebesar Rp 265.000 per meter persegi, jauh dibawah harga perolehan tanah oleh PT A pada tahun 2017 sebesar Rp 750.000 per meter persegi. Selisih nilai yang sangat signifikan tersebut menimbulkan kerugian ekonomi bagi PT A dan menimbulkan dugaan bahwa penilaian tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan Standar Penilaian Indonesia (SPI 204).
Selain itu, terdapat indikasi bahwa dalam pelaksanaan penilaian, KJPP tidak melakukan survei lapangan secara langsung dan hanya mendasarkan penilaian padadata sekunder (laporan penilaian atas desa lain) yang diperoleh dari pihak lain. Hal tersebut mengakibatkan hasil penilaian tidak mencerminkan kondisi riil tanah di lapangan, termasuk ketidaksesuaian data luas dan karakteristik tanah dengan fakta sebenarnya.
Akibatnya, nilai ganti rugi yang ditetapkan tidak menggambarkan nilai pasar wajar tanah yang seharusnya diterima oleh pemilik tanah, sehingga PT A tidak memperoleh kompensasi yang layak. Hal ini kemudian menimbulkan ketidakpuasan dan keberatan dari PT A, yang menilai penilaian tersebut telah menyalahi prinsip keadilan dan profesionalisme penilai publik.
Sebagai bentuk upaya hukum untuk memperjuangkan haknya, PT A telah menempuhl angkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Semarapura pada tahun 2022
2. Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Semarapura pada tahun 2023
3. Mengajukan gugatan terhadap KJPP di Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2025, yang saat ini telah diputus putusan sela.
Pada saat itu, PN Denpasar menyatakan berwenang mengadili perkara tersebut (gugatan terlampir).
Melalui proses hukum ini, PT A berharap agar pengadilan dapat menilai dan memutus apakah KJPP telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan dan standar penilaian yang berlaku, serta memberikan kepastian hukum atas hak-hak pemilik tanah yang terdampak penunjukkan lokasi pembangunan. (red).



