Ironis!!! Kembali Terbit 106 Sertifikat di Kawasan Mangrove Kuta Selatan, Meski Inkrah Harus Ditinjau Ulang Labrak Regulasi Tata Ruang

Jbm.co.id-BADUNG | Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset Daerah dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali kembali melakukan Sidak di Ruko Mewah Kawasan Siligita Nusa Dua, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Jumat, 24 Oktober 2025.
Ketua Pansus TRAP DPRD Bali Dr. (C) Made Supartha S.H.,M.H., memimpin Sidak didampingi Wakil Pansus TRAP DPRD Bali A.A. Bagus Bagus Tri Candra Arka (Gung Cok), sekaligus Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali, Sekretaris I Dewa Rai S.H.,M.H., Sekretaris I Pansus TRAP DPRD Bali Dr. Somvir, Anggota DPRD Bali, Ni Putu Yuli Artini dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait Provinsi Bali dan Kabupaten Badung, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Badung, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Badung, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Badung dan sebagainya. Hadir pula, Sekretaris Komisi II DPRD Kabupaten Badung, I Wayan Luwir Wiana.
Ketua Pansus TRAP DPRD Bali Dr. (C) I Made Supartha, S.H., M.H., menyebutkan sebelah utara Jalan Raya Utama Nusa Dua di Kuta Selatan berada kawasan Mangrove yang beririsan tipis dengan areal bangunan gedung besar berupa toko (Ruko) Mewah dengan luasan 4.903 meter persegi. Mirisnya lagi, di kawasan ini terdapat dua kondisi berbeda antara gedung besar berdekatan dengan kawasan Mangrove.
Sebelumnya, kawasan ini merupakan tanah penggaraman dan areal tambak berlahan kering. Dengan adanya program Pemerintah, maka ditanam Mangrove yang sangat luar biasa sebagai kawasan konservasi di sepanjang Jimbaran, Nusa Dua hingga Tanjung Benoa.
Namun, kondisi berubah, saat bangunan Ruko Mewah berdiri tahun 2012, tapi sertifikat Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sudah diterbitkan tahun 2022, yang ternyata masuk kawasan Perdagangan dan Jasa (K2).
Dilihat dari sisi regulasi atau aturan tata ruang Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 beserta turunannya menyebutkan terdapat jarak (space) batas tanah sekitar 1-2 meter antara kawasan Mangrove dengan bangunan gedung besar.
“Jadi, ini sangat jelas melanggar tata ruang. Perizinan ini keluar setelah ada regulasi Undang-Undang yang menyatakan melanggar tata ruang, ini bisa ditinjau ulang kembali,” terangnya.
Selain itu, ada rentetan izin bolong-bolong yang belum sempurna dan harus dipenuhi, seperti izin AMDAL dan aturan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2005 tentang persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung berpedoman Tri Hita Karana berarti bangunan harus arsitektur Bali.
“Ada bangunan ruko ini tahun 2012 dan sertifikat PBG SLF terbit tahun 2022, tapi tidak pakai Air Bawah Tanah (ABT). Kok bisa bangunan ruko berdiri duluan daripada izin-izin. Itu harus dievaluasi,” tegasnya lagi.
Menurutnya, kawasan Mangrove ini sempat berperkara tahun 2017, yang kemudian diterbitkan sertifikat tahun 2019 atas nama PT. Anugerah Sarana Propertindo sebagai tanah penggantian seluas 12,60 are.
“Jadi, itu tidak boleh tebang Mangrove, tidak boleh reklamasi dan tidak boleh Bersertifikat. Itu aturannya, tapi 2019 disertifikatkan jelas melanggar regulasi,” tegasnya.
Mengenai perkara tanah di lahan Mangrove sudah inkrah bukan menjadi pedoman sertifikat itu diterbitkan. Hal tersebut membuktikan sudah terjadi pelanggaran tata ruang di Kawasan Mangrove.
“Itu narasinya bukan tanah itu inkrah, yang kemudian bisa disertifikatkan, makanya kami heran kok bisa diterbitkan sertifikat tahun 2019,” kata Made Supartha.
Menyikapi hal tersebut, Tim Pansus TRAP DPRD Bali melakukan evaluasi pendalaman atas penerbitan sejumlah sertifikat di kawasan Mangrove.
“Kedepan, kami minta pihak BPN mengecek wilayah Mangrove yang kemudian ada kegiatan itu harus dievaluasi, termasuk ada beberapa bangunan rumah makan di sebelah Lapangan Langon Nusa Dua masuk kawasan Mangrove,” bebernya.
Sementara itu, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Badung, yang diwakili Penata Katasdral Pertama Kantor Pertanahan Kabupaten Badung, Gede Hari Pramana mengungkapkan terdapat 106 sertifikat di seluruh kawasan Mangrove sepanjang Kuta Selatan, termasuk rumah makan dan restoran di sebelah Lapangan Langon Nusa Dua.
Bahkan, pihaknya dari BPN Badung sudah berkoordinasi dengan Polisi Kehutanan (Polhut) yang nantinya penyelesaian juga dilakukan secara bersama-sama, yang hasilnya nanti dilaporkan ke Tim Pansus TRAP DPRD Bali.
“Tapi, kita harus cek yang mana itu dimaksud, nanti kita sedang koordinasi untuk pengukurannya dan sekarang sedang dilakukan pengecekan bersama, nanti tindak lanjutnya kita laporkan ke DPRD Bali,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Pansus TRAP DPRD Bali, A.A.Bagus Bagus Tri Candra Arka (Gung Cok), sekaligus Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali menggarisbawahi, bahwa Pansus TRAP DPRD Bali turun ke lapangan bukan pencitraan Dewan, tapi bagian untuk menghentikan hal-hal yang merusak alam, sehingga alam lingkungan Bali bisa terselamatkan.
Hal tersebut terbukti bahwa kawasan Mangrove, dengan alamnya bisa menghirup udara segar.
Dapat dibayangkan, jika di Kawasan Mangrove dibangun sejumlah perumahan mewah, maka air laut itu naik ke daratan yang mengakibatkan banjir rob.
“Contohnya hal ini sudah terjadi di Kudus, itu air rob naik ke jalan raya yang mengakibatkan banjir. Saya lewat disitu air tinggi diatas ban mobil. Padahal, tidak ada hujan bisa banjir, karena daratan dipenuhi bangunan. Akibatnya, air laut itu naik ke daratan,” kata Gung Cok.
Selain itu, Gung Cok menyoroti sikap Satpol PP Provinsi Bali sepertinya enggan turun tangan. Padahal, mereka punya kewenangan untuk menutup dan mengamankan lokasi. Kalau dibiarkan, nanti makin banyak lahan negara yang diserobot.
“Jika Aparat Penegak Perda, Perkada dan aturan izin justru membiarkan pelanggaran, maka rusaklah wajah tata ruang Bali yang kita perjuangkan,” ungkapnya.
Untuk itu, Pansus TRAP DPRD Bali berencana memanggil instansi terkait, termasuk Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup dan Satpol PP Provinsi Bali untuk meminta klarifikasi.
“Mereka juga mendesak Gubernur Bali untuk segera mengambil langkah tegas menghentikan aktivitas reklamasi ilegal di kawasan lindung,” bebernya.
Hal senada juga diungkapkan Dr.Somvir, bahwa sejak terbentuknya Pansus TRAP DPRD Bali ini berdampak sangat luar biasa di seluruh Bali. Meski Sidak di Tahura Ngurah Rai, tapi gaungnya bisa terdengar hingga pelosok-pelosok desa.
“Sampai sekarang masyarakat sudah pintar dan aktif melaporkan, tolong Sidak disini, ini dibangun diatas pinggir pantai, danau dan lain sebagainya,” kata Dr. Somvir.
Hal tersebut berdampak positif untuk masa depan Bali, lantaran pihaknya tidak mencari kesalahan perseorangan atau kawasan tertentu, tapi diberikan shock terapi pada semua pihak yang melakukan pelanggaran tata ruang di Bali.
“Seperti contoh disini, sudah ada perumahan mewah sudah tahu ini ada di kawasan Mangrove, tapi mereka diam. Itu tidak bisa satu orang, tapi kolektif bisa saja Kepala Desa juga tahu, tapi dibiarkan, karena belum ada atensi dari Pemerintah. Jadi, bukan semata kesalahan masyarakat,” kata Dr. Somvir.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dibawah Kepemimpinan Wayan Koster diakui bertindak tegas kepada siapapun yang melanggar tata ruang, baik orang lokal maupun asing, sehingga dihimbau masyarakat jangan panik.
“Pansus juga bakal mencari solusi nanti, siapa yang menjual kavling pertama, kemudian uangnya kemana dibawa dan juga masyarakat bangun rumah disini belum tahu masalahnya,” kata Dr. Somvir.
Untuk itu, Pansus TRAP DPRD Bali bakal melakukan rekomendasi atas kompensasi yang diberikan kepada masyarakat, ternyata belum diketahui regulasi terkait tata ruang di Bali.
“Kita nanti diskusikan, yang jelas, aset negara yang bisa diselamatkan, kita selamatkan tanah Bali, terutama kawasan Mangrove. Jika ada kesalahan perlu diperbaiki, termasuk sanksi apa yang nanti diberikan,” tambahnya.
Intinya, Dr. Somvir menghimbau semua masyarakat, baik Kabupaten/Kota se-Bali, agar melaporkan terjadinya pelanggaran tata ruang, aset daerah dan perizinan di Bali.
“Tentunya masih banyak ada lokasi yang kita belum ketahui, tapi hal itu diketahui oleh masyarakat, Kelian Desa dan Adat. Jadi, jika diketahui terjadi pelanggaran bisa lewat email atau bersurat ke Tim Pansus DPRD Bali. Nanti kita cek kebenarannya,” kata Dr. Somvir.
Untuk itu, Dr. Somvir berkeinginan membenahi hal-hal yang tidak benar, sehingga semua instansi terkait di Bali diharapkan bersatu padu dan berjuang demi masa depan Bali.
“Sehingga dalam 100 tahun Bali kedepan, kita yang jaga kebenaran dan kebersihan. Jadi, Warga Asing datang ke Bali, dia harus lihat Bali itu indah, bersih dan rapi. Jangan sampai ada kawasan kumuh, sehingga kita harus sadar lingkungan diikuti dengan teknologi sekarang akan lebih bersih lagi. Mari kita Clean, Green dan Health Life Style dengan Pansus TRAP,” sebutnya.
Pada kesempatan yang sama, Ni Putu Yuli Artini menyatakan apresiasi atas sinergitas Kota Denpasar dan Provinsi Bali sudah terlihat jelas atas
ketimpangan sinergitas wilayah tersebut.
“Kita selalu saling menyalahkan dan juga saling melempar masalah. Jadi, sekarang mari kita bersama-sama untuk perbaikan kedepan. Tidak ada saling menyalahkan dan menyimpulkan, tapi kita ingin perbaikan,” kata Yuli Artini.
Apalagi, sekarang dalam kondisi darurat, lantaran tahun 1990-an hingga tahun 2025 menjadi bagian dari sejarah perkembangan kawasan Mangrove.
“Saya sendiri juga baru tahu, bahwa disini ada spesial Mangrove yang hanya tumbuh disini,” jelasnya.
Oleh karena itu, kedepan Pansus TRAP DPRD Bali bisa menyuarakan ke wilayah Kabupaten/Kota, lantaran RTRW tersebut menyalahi aturan.
“Marilah kita mulai berbenah, meski itu bagian ekonomi masyarakat dan bakal bertumbuh, tapi seharusnya bertumbuh dengan tetap berfilosofi Tri Hita Karana. Itu yang kita pegang,” tutupnya. (ace).



