BadungBeritaDaerahInternasionalLingkungan HidupPariwisataPemerintahanPendidikan

Indonesia Jadi Tuan Rumah Pertemuan Regional Buat Masa Depan Laut Arafura dan Timor

Jbm.co.id-BADUNG | Melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia menjadi tuan rumah Pertemuan Regional Steering Committee (RSC) tahunan sebagai bagian dari program kolaborasi empat negara meliputi Australia, Indonesia, Papua Nugini, dan Timor-Leste.

Program lima tahun ini dikenal sebagai Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase II (ATSEA-2) di Kabupaten Badung, Bali, 10 Desember 2024.

Disebutkan, pertemuan RSC merupakan tindak lanjut dari penandatanganan deklarasi Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono bersama Australia dan Papua Nugini, pada 5 Desember 2024 lalu.

Advertisement

Deklarasi tersebut menegaskan komitmen kolektif untuk melindungi dan melestarikan Laut Arafura dan Timor serta mendukung pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan.

Selain sebagai forum kolaborasi, pertemuan ini juga menjadi diskusi terakhir untuk menutup program ATSEA-2.

Diskusi berfokus pada penyusunan rencana kerja dan anggaran untuk 2025–2026 serta langkah awal implementasi Arafura and Timor Seas Strategic Action Programme (ATS SAP) 2024–2033, yang akan menjadi landasan kolaborasi jangka panjang selama satu dekade ke depan.

Mewakili KKP, Kepala (Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM KP), Dr. I Nyoman Radiarta menegaskan pentingnya kerjasama regional untuk mengatasi tantangan lintas batas ini.

“Forum ini memastikan bahwa mekanisme tata kelola baru dapat menghadapi tantangan lintas batas secara efektif sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan di kawasan Laut Arafura dan Timor,” terangnya.

Nyoman Radiarta juga menekankan pentingnya sinergi dalam menghadapi isu lintas batas yang kompleks.

Dipaparkan, bahwa Tantangan lingkungan di kawasan ini tidak dapat diselesaikan secara individu oleh satu negara, melainkan membutuhkan kolaborasi lintas batas.

“Program ATSEA-2 telah menunjukkan bahwa kerja sama adalah kunci untuk menciptakan solusi berkelanjutan bagi generasi mendatang,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Iwan Kurniawan selaku Natural Resource Management Program Manager UNDP Indonesia.

Pihaknya menyatakan bahwa program ini telah membuktikan efektivitas pendekatan terpadu dalam menghadapi tantangan lintas batas sekaligus memperkuat pengelolaan ekosistem laut yang sehat, produktif, dan tangguh.

“Melalui pertemuan ini, diharapkan dapat melanjutkan kolaborasi bersama setelah program ATSEA-2 berakhir. Transisi ke mekanisme tata kelola regional jangka panjang melalui Regional Governance Mechanism (RGM) tentu menjadi langkah besar untuk memastikan keberlanjutan inisiatif ini,” ucapnya.

Program ATSEA-2, yang dimulai sejak 2019, diinisiasi oleh empat negara pesisir, yaitu Australia, Indonesia, Papua Nugini, dan Timor-Leste, untuk mendukung tata kelola kelautan dan perikanan di wilayah perairan Laut Arafura dan Timor.

Kolaborasi ini dilatarbelakangi oleh tantangan lintas batas yang meliputi penangkapan ikan ilegal (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing/IUU Fishing), degradasi habitat laut, polusi, dan dampak perubahan iklim.

Semua tantangan tersebut tidak hanya mengancam ekosistem laut, tetapi juga mata pencaharian masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya tersebut.

Pertemuan ini juga menjadi momentum untuk merefleksikan pencapaian penting program ATSEA-2 selama lima tahun terakhir, khususnya di Indonesia.

Beberapa pencapaian tersebut meliputi perluasan kawasan konservasi laut dengan pembentukan Marine Protected Area (MPA) di Pulau Kolepom, Papua Selatan, seluas 350 ribu hektare; pengelolaan perikanan berbasis ekosistem (Ecosystem-Based Approach to Fisheries Management/EAFM) yang diimplementasikan di Kepulauan Aru dan berhasil meningkatkan stok ikan serta kesejahteraan masyarakat pesisir serta pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan kelompok pengawasan berbasis komunitas (Pokmaswas) yang efektif dalam mengurangi penangkapan ikan ilegal.

Pertemuan Regional Steering Committee ini juga menjadi simbol nyata kolaborasi jangka panjang untuk mewujudkan Laut Arafura dan Timor yang sehat, tangguh dan produktif demi kesejahteraan masyarakat pesisir.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono, menyampaikan, bahwa forum ini menggarisbawahi komitmen Indonesia terhadap pengelolaan perikanan berkelanjutan, perlindungan keanekaragaman hayati, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Komitmen ini diwujudkan melalui lima kebijakan strategis ekonomi biru, yang salah satunya didukung oleh pengembangan sistem Ocean Big Data berbasis teknologi Artificial Intelligence dan Machine Learning untuk mendukung pengelolaan kelautan berbasis data di Indonesia.

Sementara itu, Program ATSEA-2 merupakan fase kedua dari Program ATSEA yang didanai oleh Global Environment Facility (GEF) dan didukung oleh United Nations Development Programme (UNDP).

Program ini berjalan selama lima tahun (2019-2024) dan didukung oleh pendanaan GEF sebesar US$9,7 juta dengan komitmen pendanaan bersama dari mitra negara (dan berbagai mitra lainnya) sebesar US$60,2 juta.

Program regional ini merupakan upaya kolaborasi bersama empat negara meliputi Australia, Indonesia, Papua Nugini, dan Timor-Leste.

Program ATSEA dirancang untuk meningkatkan kerja sama dan koordinasi di wilayah Laut Arafura dan Timor (ATS), dengan mandat untuk mendukung implementasi Strategic Action Program (SAP) ATS yang telah disetujui periode 2014-2024 dan mengejar tujuan dan visi jangka panjangnya yaitu untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan di wilayah Laut Arafura-Timor guna meningkatkan kualitas hidup penduduknya melalui restorasi, konservasi, dan pengelolaan ekosistem pesisir-laut berkelanjutan.

Di Indonesia, sejak fase kedua ini mulai dilaksanakan pada tahun 2019, Program ATSEA-2 telah memberikan kontribusi besar dalam mendukung 3 dari 5 tujuan Kebijakan Ekonomi Biru, yaitu
Memperluas Kawasan Konservasi Laut
ATSEA-2 memfasilitasi pembentukan Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Pulau Kolepom, yang merupakan kawasan konservasi perairan pertama di Provinsi Papua Selatan.
Meningkatkan efektivitas Suaka Alam Perairan Aru Tenggara
Penangkapan Ikan Terukur Berbasis Kuota
Melalui implementasi Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem (EAFM).

Program ini mendukung pengelolaan perikanan untuk komoditas kakap merah, udang dan baramundi di Laut Arafura.

ATSEA-2 juga meningkatkan kapasitas nelayan melalui pelatihan-pelatihan, serta memfasilitasi proses registrasi kapal untuk mendukung pengelolaan perikanan yang lebih baik.

Pengelolaan dan Pengawasan Pesisir serta Pulau-Pulau Kecil
Program ini telah memberikan pelatihan kepada pengawas perikanan, menyusun buku panduan untuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) di Kabupaten Kepulauan Aru dan Merauke serta meningkatkan kapasitas intelijen perikanan di tingkat regional.

Selain itu, dalam upaya pemulihan ekosistem, ATSEA-2 memfasilitasi sistem peringatan dini tumpahan minyak di Nusa Tenggara Timur. (red/tim).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button