BeritaDaerahHukum dan KriminalNasionalPemerintahan

Prof. Suhandi Cahaya Sebut Perkara Sajam di PN Tangerang Dipaksakan

Jbm.co.id-TANGERANG | Jaksa Penuntut Umum (JPU) Alvin Adianto Siahaan telah keliru menerapkan pasal yang menjerat terdakwa berinisial J terkait kasus dugaan kepemilikan senjata tajam (sajam) di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.

Demikian disampaikan Prof. Dr. Suhandi Cahaya, S.H., M.H., MBA., selaku Ahli Hukum Pidana, saat dihadirkan sebagai Saksi Ahli oleh Tim Penasihat Hukum terdakwa J dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) Jakarta Utara di PN Tangerang, Rabu, 19 Pebruari 2025.

“Terdakwa J yang dijerat JPU dengan Pasal 2 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 jo Pasal 335 Ayat 1 ke-1 KUHP bila tidak terpenuhi unsur pidananya dapat dilepaskan demi hukum, dapat diputus onslag atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum,” kata Suhandi Cahaya.

Akademisi yang mengajar di berbagai Perguruan Tinggi ini memaparkan terkait asas legalitas dan doktrin pertanggungjawaban pidana. Keduanya saling berkaitan dalam hukum pidana. Asas legalitas menentukan bahwa tindak pidana harus diatur dalam undang-undang, sedangkan pertanggungjawaban pidana menentukan apakah seseorang dapat dipidana atas suatu tindak pidana.

Selain itu, Suhandi menerangkan terkait penerapan Pasal 2 Ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 soal kepemilikan sajam yang diduga untuk mengancam oleh terdakwa.

Ditegaskan, bahwa dalam hukum pidana, offsetdanmens rea adalah dua konsep yang penting dan memiliki peran masing-masing dalam menentukan apakah seseorang dapat dianggap bertanggung jawab secara pidana atas suatu perbuatan.

“Bila tidak ada korban yang mengalami luka-luka oleh sajam tersebut, menurut saya itu hanya foging atau percobaan. Tidak terbukti bahwa seseorang melakukan tindak pidana yang dituduhkan, maka terdakwa akan dibebaskan dari segala tuduhan atau onslag van rechtsvervolging. Ini berarti tidak ada dasar hukum untuk melanjutkan proses hukum atau memberi hukuman,” kata Dosen Universitas Jayabaya Jakarta yang yang viral pasca menjadi saksi ahli perkara praperadilan Pegi Setiawan di Bandung.

Saat menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa terkait prosedur polisi dalam menangani kasus tersebut, Suhandi Cahaya menegaskan, bahwa penyidik telah melanggar KUHAP bila dalam penggeledahan dan penyitaan tidak membawa surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

“Ya, penggeledahan dan penyitaan memerlukan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, bila tidak maka melanggar Pasal 38 KUHAP dan Pasal 33 KUHAP, penyidik bisa diadukan ke Irwasum, Paminal,” terang Akademisi yang banyak mengajar Perwira Polisi itu.

Hadir dalam sidang engan Nomor Perkara 2002/Pid.B/2024/PN/Tng, atas pelanggaran pasal 335 terdakwa Julianto (JLT) dengan agenda menghadirkan Saksi Ahli Hukum Pidana oleh Penasehat Hukum (PH) JLT, yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kota Tangerang, Rabu, 19 Pebruari 2025.

Hadir dalam sidang perkara No: 2002/Pid.B/2024/PN/Tng, kuasa Hukum dari JLT, yaitu Dipranto Tobok Pakpahan, S.H. M.H., Rukmana, S.H., Victor S.H., dan Dra Umi Sjarifah, S.H.

Dengan lugas, advokat senior yang banyak diminta sebagai saksi ahli perkara pidana maupun perdata ini menjawab pertanyaan yang disampaikan penasihat hukum, JPU dan Majelis Hakim pimpinan Ali Murdiat, S.H., M.H., dengan anggota Adek Nurhadi, S.H., dan Andri Falahandika Ansyarul, S.H. M.H.

Sebelum menutup sidang, JPU mengajukan kepada Majelis Hakim untuk dapat menghadirkan saksi verbalisan dengan alasan terdakwa pernah ingin mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun, permintaan tersebut ditolak Majelis Hakim, karena terdakwa hanya membantah.

“Sidang kita lanjutkan Rabu, 26 Februari 2025 mendatang dengan agenda tuntutan JPU, sidang kami tutup,” pungkasnya. (red/tim).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button