BeritaDaerahDenpasarInternasionalLingkungan HidupPariwisata

Satu-satunya di Bali, Juli Artiningsih Sang Penjahit Layar Kapal Laut Tembus Mancanegara 

Jbm.co.id-DENPASAR | Kecintaan terhadap laut dan dilatarbelakangi suaminya sebagai Kapten Kapal Laut membuat Juli Artiningsih terjun dan bergelut dalam bidang Layar Kapal Laut.

Terlebih lagi, hobinya menjahit menjadikan Juli Artiningsih satu-satunya orang di Bali, yang berkecimpung dalam dunia jahit menjahit Layar Kapal Laut hingga namanya menembus Mancanegara.

Untuk urusan menjahit Layar Kapal Laut, Juli Artiningsih mengatakan, bahwa Layar Kapal Laut harus dijahit tidak lurus atau diistilahkan zig zag sesuai standar internasional. Hal tersebut dikarenakan Layar Kapal Laut akan berfungsi fleksibel, saat terkena terjangan angin ditengah lautan. Sementara, kain yang digunakan harus lebih tebal dan kuat, tapi hal itu juga tergantung dari benangnya.

Advertisement

“Yang penting benangnya, karena kain tak mungkin ada selebar yang layar dibutuhkan, tapi kita sambung-sambung masalahnya. Jadi, kalau kena angin, benangnya tak kuat pasti jebol dan robek,” kata Juli Artiningsih, saat dikonfirmasi awak media di tempat kediamannya, Pulau Serangan, Denpasar, Sabtu, 9 Maret 2024.

Meski demikian, biasanya material kain yang digunakan Oz Dacron, dikarenakan bahannya itu kuat, meski harganya terbilang mahal.

“Kalau klien itu artinya yang punya kapal bisa memeliharanya, bisa tahan sampai 40 tahun,” terangnya.

Terkait jenis material kain, lanjutnya kain Oz Dacron khusus buat Kapal Yod dan kain Sunbrella sangat bagus buat Kapal Pinisi.

“Tapi, sekarang, Kapal Pinisi sudah mulai menggunakan Oz Dacron, karena mereka lebih kuat dan tahan lama. Warna juga tidak pudar, jika pilih warna merah, ya tetap merah selama 5 tahun. Untuk jahitan, karena pakai UV Resistant bisa tahan sampai 10 tahun, tapi saya garansi 3 tahun,” paparnya.

Soal Layar Kapal Laut yang berukuran besar, dikatakan Juli Artiningsih , bahwa Layar Utama itu lebarnya mencapai 300 meter persegi dan Layar Atas sekitar 200 meter persegi, dengan ketinggian tiang Kapal Laut maksimal 25 meter.

“25 meter itu dibagi dua, untuk Layar Atas itu 7 meter berarti Layar Bawah itu Layar Utama sekitar 18 meter, itu yang maksimal. Kalau yang lainnya bisa diturunkan dan banyak yang lebih rendah dari 25 meter,” jelasnya.

Jika dalam perjalanan, ternyata layar cadangannya rusak, lanjutnya hal itu tergantung kapal itu sendiri. Biasanya jika orang bijak, mereka punya layar cadangan. Namun, jika tidak memiliki layar cadangan, mereka berusaha untuk memperbaiki layar ditengah perjalanan dengan menjahit sendiri memakai tangan.

“Meski demikian, mereka pasti akan mencari tempat untuk diturunkan dan diperbaiki di tempat kami,” ungkapnya.

Selain itu, disebutkan banyak ada Rising Boat yang perjalanan dari Australia menuju Singapura, mereka dipastikan singgah di Bali, karena perjalanannya melewati Indonesia, sehingga di Bali diharapkan ada penjahit Layar Kapal Laut.

Meski sekarang sudah ada penjahit yang handal dan profesional, tapi pihaknya masih melayani Mancanegara. Untuk orang-orang Indonesia jarang sekali ditemukan. Mengingat, dirinya sudah berkecimpung sekitar 20 tahun, diakuinya masih saja kapal laut beserta penjahit layarnya punya Mancanegara.

“Saya harap, Indonesia kita semua maju. Rekan-rekan Indonesia maju bersama nantinya Presiden terpilih yang dipastikan Bapak Prabowo ini, kami ingin meningkatkan taraf hidup orang-orang Indonesia lebih meningkat biar setara dengan negara lain yang Go Internasional, sudah banyak yang Internasional, tapi mungkin harus menggugah orang-orang seperti saya yang terlupakan,” harapnya.

Tak hanya itu, Juli Artiningsih mengakui berlimpah pesanan atau orderan Layar Kapal Laut, yang mayoritas berasal dari Australia, disusul Negara Belanda, Italia, Perancis dan Denmark.

“Saya sudah paham betul, ingin mengajarkan kepada orang-orang kita dekat lingkungan untuk generasi penerus, khususnya di Banjar Ponjok Serangan,” tandasnya.

Oleh karena itu, Juli Artiningsih berharap, orang Indonesia harus mampu memproduksi Layar Kapal Laut seperti ini. Meski masih impor, namun paling tidak, orang Indonesia khususnya Bali mampu berproduksi Layar Kapal Laut dari Negara Indonesia itu sendiri, supaya tamu yang punya Kapal Laut membutuhkan Layar Kapal Laut tidak membeli Layar diluar negeri melainkan bisa pesan Indonesia dengan harga standar.

Mengingat, harganya harus lebih mahal di Indonesia, Juli Artiningsih menyebut bahan-bahan yang diperlukan itu harus impor yang berasal dari luar negeri. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Bea Cukai terkait masalah pajak bisa menekan harga Bea Masuk kedalam negeri, supaya dirinya bisa lancar dalam berusaha sesuai aturan berstandar internasional.

“Saat di Bea Cukai, kita bayar 50 persen dari harga beli diluar negeri, misalnya kita beli Rp 1 juta disana, kita ambil barang kita sendiri Bea Cukai, entah DHL atau ekspedisi itu, kita bayar Rp 500 ribu. Jadi, harga Rp 1,5 juta, makanya saya jual dua kali lipat,” terangnya.

Selain material bisa dibuat, lanjutnya orang Indonesia, khususnya Bali juga bisa memproduksi sekaligus menjual Layar Kapal Laut hingga ke Mancanegara.

Tak mengherankan, nantinya jika orang-orang yang punya Kapal Laut singgah ke Indonesia bisa nyaman, saat berkeinginan ganti Layar Kapal Laut yang baru, dikarenakan orang Bali bisa membuat Layar Kapal Laut. Dalam arti gampang dan tidak pesan lagi keluar negeri.

“Ya, jika masih Rp 1-2 juta, lha jika bayar Ratusan Juta, misalnya Rp 300 juta, ya bayar Bea Cukai Rp 150 juta. Jika orang seperti kita, bukan berarti kita belum mampu, tapi kita berusaha buat produksi ini bahan-bahan Layar Kapal Laut,” tambahnya.

Meski demikian, Juli Artiningsih mengakui banyak menemui kendala dan kesulitan selama menjadi penjahit Layar Kapal Laut.

Disebutkan, kendalanya kurang adanya loyalitas sehingga siapapun yang ingin belajar harus memiliki loyalitas yang tinggi dan mengerti diri sendiri, terutama menekan sifat ego. Dengan harapan, semua pihak bisa membentuk kebersamaan dan memahami fungsi kerja masing-masing bidang, dengan menekan sifat ego dan iri dengki masing-masing pihak, sehingga terbentuk tim kerja yang kompak dan mengerti posisi masing-masing bidang kerja, seperti ada penjahit, tukang potong, tukang ukur, admin, staf gudang dan lainnya.

“Memang kebersamaan butuh proses dan saling ngerti masing-masing bidang kerja. Meski demikian, saya sangat berterima kasih kepada seluruh masyarakat Banjar Ponjok, Serangan, terutama pak Klian dan juga pak Bendesa Adat yang telah memberi izin saya untuk bisa berkegiatan dan berkreasi disini buat cuan,” tandasnya sembari tersenyum. (ace).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button