BeritaDaerahGianyarHukum dan KriminalPemerintahanPendidikan

Ketua GAPPAR Gianyar Tuding Bale Kertha Adyaksa Tumpang Tindih

Jbm.co.id-GIANYAR | Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Garda Pejuang Penerus Aspirasi Rakyat (LSM GAPPAR) Gianyar Ngakan Made Rai menuding Bale Kertha Adyaksa keberadaan bakal tumpang tindih.

Tudingan itu disampaikan Ngakan Rai di Sekretariat GAPPAR, Jalan Raya Bukitjati, Gianyar, Senin, 9 Juni 2025.

Hal tersebut menyikapi adanya lembaga yang merupakan perpanjangan tangan Kejaksaan di desa-desa sejak beberapa pekan belakangan ini.

Advertisement
Foto: Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Garda Pejuang Penerus Aspirasi Rakyat (LSM GAPPAR) Gianyar Ngakan Made Rai.

Pasalnya, di desa, baik Desa Dinas maupun Desa Adat papar dia sudah memiliki lembaga yang tugasnya tak beda jauh dengan Bale Adyaksa.

Dirinya mengapresiasi akan inisiatif Kejaksaan Tinggi Bali dalam membentuk Bale Kertha Adhyaksa, sebuah wadah penyelesaian sengketa hukum di tingkat desa dan desa adat.

Konsep tersebut, menurut Kejaksaan, mengusung pendekatan Restorative Justice atau penyelesaian kasus hukum dengan asas kekeluargaan dan musyawarah.

Namun, Ngakan Rai mempertanyakan posisi dan kewenangan Bale Kertha Adhyaksa yang dituding bakal tumpang tindih dengan lembaga adat yang telah eksis, yakni Kerta Desa.

“Kami mempertanyakan apakah pembentukan Bale Kertha Adhyaksa tidak akan menimbulkan tumpang tindih dengan kewenangan Kertha Desa. Sebab, sesuai Pasal 37 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat, Kerta Desa merupakan lembaga yang berwenang menerima, memeriksa, dan menyelesaikan perkara adat (wicara) yang terjadi di Desa Adat berdasarkan hukum adat,” kata Ngakan Rai.

Dipaparkan pula, bahwa tugas pokok dan fungsi ( Tupoksi) Kertha Desa tidak lain adalah menyelesaikan permasalahan melalui mekanisme musyawarah.

Oleh karena itu, menurutnya, perlu ada kejelasan hukum mengenai ruang lingkup kewenangan Bale Kertha Adhyaksa.

“Jika Bale Kertha Adhyaksa dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara hukum secara Restorative Justice, baik Desa Adat maupun Desa Dinas, kami meminta penjelasan perkara seperti apa yang termasuk dalam kewenangannya,” tambah Ngakan Rai.

Lebih lanjut, Ngakan Rai mengingatkan agar pembentukan lembaga baru hendaknya dipertimbangkan efektivitasnya, agar tidak tumpang tindih.

Dicontohkan, bahwa apabila suatu perkara adat tidak mencapai kesepakatan dan dilaporkan ke penegak hukum formal, seperti kepolisian, maka perlu ada kejelasan mengenai mekanisme penyelesaian selanjutnya.

“Kalau salah satu pihak tidak sepakat lalu membawa persoalan ke ranah hukum formal, apakah itu dibenarkan secara hukum?,” tanya Ngakan Rai.

Ngakan Rai juga menyarankan agar Kejaksaan kembali menghidupkan program penyuluhan hukum ke desa-desa, sebagaimana praktik di masa lalu dengan program Jaksa Masuk Desa.

Menurutnya, pendekatan preventif tersebut lebih efektif dalam menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat.

“Daripada membentuk lembaga baru, lebih baik jaksa aktif turun ke desa untuk melakukan penyuluhan hukum. Kerta Desa yang sudah berjalan selama ini terbukti efektif dalam konteks pencegahan,” paparnya.

Made Rai mengapresiasi pendekatan yang dilakukan Polres Gianyar melalui program Jumat Curhat yang rutin dilaksanakan di desa-desa.

Menurutnya, pendekatan tersebut sangat efektif dalam menyerap aspirasi masyarakat serta meningkatkan kesadaran hukum.

“Saya juga ingin menanyakan kepada Bapak Gubernur Koster, apakah pembentukan Bale Kertha Adhyaksa tidak melanggar atau bertentangan dengan substansi Perda Nomor 4 Tahun 2019 yang telah mengatur secara jelas tugas dan kewenangan Kerta Desa,” kata Ngakan Rai. (S Kt Rcn).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button