BaliBeritaDaerahDenpasarHukum dan KriminalSosial

Warga Desa Adat Intaran Sanur Terkena Sanksi Kanoroyang, Dharma Yudha Anak TNI AU Layangkan Surat Keberatan ke Komnas HAM

Jbm.co.id-DENPASAR | Sanur dikenal dengan pariwisata unggulan Denpasar Bali, tetapi ada warganya terkena Kanoroyang. Hal tersebut membuat masyarakat kaget dengan adanya Kanoroyang.

Seorang warga Banjar Adat Dangin Peken, Sanur, I Wayan Dharma Yudha yang juga suami dari Sri Sutari terkena Sanksi Adat terberat Kanoroyang, setelah memasang baliho dua calon Klian Adat.

Keputusan tersebut menuai polemik, karena dinilai tidak sesuai dengan ketentuan hukum adat maupun peraturan daerah yang berlaku.

Kasus ini bermula saat pemasangan baliho calon Klian Adat Banjar Dangin Peken pada akhir April 2025.

Dalam rapat persiapan Pesamuan Agung pada 1 Mei 2025, Wayan Dharma dituding sebagai aktor intelektual yang menyebabkan kegaduhan dan penarikan besar-besaran dana di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Dhana.

Bahkan, Wayan Dharma Yudha memiliki tunggakan pinjaman hingga Rp22 miliar di KSP. Pernyataan ini ditanggapi Wayan Dharma sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Pada Pesamuan Agung 31 Mei 2025 menjatuhkan sanksi terberat Kanoroyang kepada Wayan Dharma Yudha.

Namun, sesuai dengan kronologi kejadian, keputusan itu diusulkan oleh 2 Penglingsir berinisial MR serta S dan hanya disetujui dua hingga tiga peserta dianggap tidak melalui tahapan prosedural sebagaimana mestinya.

Merasa dirugikan, I Wayan Dharma Yudha melayangkan surat keberatan kepada Menteri HAM serta Komnas HAM, yang menilai sanksi tersebut melanggar hak konstitusionalnya, sebagaimana dijamin Pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berpendapat.

Mengacu pada Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat, Dharma Yudha berpendapat bahwa subjek hukum yang berwenang menjatuhkan sanksi adat adalah Jro Bendesa, bukan Prajuru Banjar.

Ia pun mengirim surat resmi pada 10 September 2025 kepada Jro Bendesa Adat Intaran Sanur dan seluruh Klian Adat se-Desa Adat Intaran Sanur untuk meminta:
1. Salinan resmi keputusan sanksi kanoroyang;
2. Dasar awig-awig atau pasal yang dilanggar beserta minimal dua alat bukti;
3. Daftar tertulis jumlah anggota banjar yang menyetujui ataupun yang tidak menyetujui
keputusan tersebut.

Oleh karena tidak mendapat jawaban tertulis, Dharma Yudha kembali mengirim surat permohonan pembatalan sanksi pada 27 September 2025 kepada Jro Bendesa dan seluruh Klian Banjar se-Desa Adat Intaran Sanur.

Dalam surat itu, ia menegaskan bahwa tindakan pemasangan baliho merupakan bagian dari proses demokrasi dan tidak berkaitan dengan persoalan kredit di koperasi dan sangsi tersebut dijatuhkan oleh ketua formatur yang bukan TUPOKSI-nya.

Menurut Wayan Dharma Yudha , keputusan tersebut adalah “Cacat Hukum”.

Pada 28 September 2025, Jro Bendesa Adat Intaran mengundang Wayan Dharma Yudha untuk membahas persoalan tersebut.

Dalam pertemuan yang juga dihadiri Kerta Desa, Jro Bendesa menjelaskan bahwa sesuai awig-awig Desa Adat Intaran, pawos 72, sengketa antar warga dalam satu banjar diputuskan oleh Klian Banjar.

Tidak puas, Dharma Yudha kembali melayangkan surat pada 1 Oktober 2025 kepada Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Denpasar Selatan, MDA Kota Denpasar, dan MDA Provinsi Bali.

Ia menilai awig-awig yang digunakan sudah tidak sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 dan menjatuhkan sanksi Kanoroyang adalah ketua formatur yang cacat hukum dan meminta MDA meninjau ulang sanksi Kanoroyang yang dijatuhkan kepadanya.

Selain masalah adat, Wayan Dharma juga menghadapi persoalan hukum perdata dengan KSP Dhana Banjar Dangin Peken.

Ia mengaku enam sertifikat hak miliknya senilai lebih dari Rp16 miliar telah dikuasai koperasi, bahkan tiga diantaranya sudah dijual tanpa proses lelang dan atau tanpa perintah pengadilan.

Lebih lanjut, rumah tempat tinggalnya disebut telah dijual oleh KSP kepada I Nyoman Runa, Bendahara Koperasi tersebut, dengan akta jual beli Nomor 52/2024 senilai Rp 970.000.000.

Dharma Yudha menolak mengosongkan rumahnya, karena merasa tidak pernah menjual asetnya.Kasus ini kini tengah ditangani oleh Dinas Koperasi Provinsi Bali.

Wayan Dharma Yudha menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima rincian perjanjian kredit maupun jumlah pinjaman yang disebut mencapai Rp6,5 miliar.

Ia telah dua kali mengirim surat kepada KSP dan satu kali somasi ke pihak KSP, namun hingga kini belum ada tanggapan.

I Wayan Dharma Yudha merupakan putra dari almarhum I Made Ruce Saputra, seorang prajurit TNI Angkatan Udara.

Sang ayah memberikan nama Dharma Yudha sebagai amanah, agar kelak putranya selalu berjuang menegakkan kebenaran.

Sebelumnya, sejumlah postingan di media sosial yang dibuat Sri Sutari dinilai menjatuhkan nama baik Koperasi Serba Usaha (KSU) Dhana serta Banjar Danginpeken, Desa Pakraman Intaran, Sanur Kauh, Denpasar. Konten tersebut dianggap meresahkan dan tidak sesuai fakta.

Kuasa Hukum KSU Dhana, Dr. I Nyoman Nadayana, S.H., M.M., menegaskan bahwa pihaknya bersama pengurus koperasi, Kelian Banjar, serta Ketua Tim Ekonomi Banjar memberikan klarifikasi resmi pada Selasa, 9 September 2025.

Ketua Tim Ekonomi Banjar, I Made Arjaya menambahkan, pihaknya keberatan atas tudingan tanpa dasar yang menyerang Banjar dan koperasi.

“Kami sudah berusaha menahan diri, tapi jika ini terus berlanjut kami siap menempuh jalur hukum. Kami hanya minta masalah ini segera disudahi,” tegasnya.

Sementara itu, Manajer KSU Dhana, Ni Made Kembar Ariani meluruskan isu Kanorayang yang kerap dipelintir.

Menurutnya, Sri Sutari sengaja memainkan peran korban (playing victim), padahal faktanya tidak ada pengusiran dari Banjar, hanya pencabutan hak tertentu.

Kelian Adat Banjar, I Made Sunarta menyebutkan fitnah itu bagaikan tornado yang mengguncang Banjar.

Ia menegaskan koperasi yang menjadi tulang punggung ekonomi warga tidak boleh dihancurkan oleh isu miring dan kepentingan segelintir orang.

Warga Banjar berharap Sri Sutari menghentikan postingan menyesatkan dan melakukan introspeksi diri (mulat sarira) demi menjaga kehormatan Banjar serta kepercayaan masyarakat terhadap koperasi. (red/tim).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button