BaliBeritaDaerahPemerintahan

Sekretaris Komisi I DPRD Bali, Oka Antara Kritik Aturan Penjor-Kabel PLN, Sebut Kebijakan Kerdilkan Budaya Bali

Jbm.co.id-DENPASAR | Polemik terkait himbauan PLN mengenai jarak minimal pemasangan penjor dari kabel listrik kembali memicu reaksi keras dari masyarakat Bali. Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Oka Antara, menjadi salah satu pihak yang dengan tegas menolak kebijakan tersebut.

Menurutnya, aturan ini bukan sekadar urusan teknis, tetapi menyentuh langsung jantung kebudayaan Hindu Bali.

Oka Antara menilai imbauan agar penjor dipasang minimal 2-2,5 meter dari kabel listrik menunjukkan ketidakpahaman PLN terhadap tradisi Bali yang telah berlangsung turun-temurun.

“Penjor itu sudah dibuat sejak ratusan tahun lalu. Setiap Galungan orang Hindu di Bali selalu memasang penjor. Baru kali ini muncul peringatan seperti ini dari PLN,” ujarnya.

Soroti Kabel PLN yang Dinilai Semrawut

Menurutnya, penjor bukanlah bagian yang harus disesuaikan, justru penataan kabel listriklah yang semestinya dibenahi.

“Kalau listrik ini berbahaya, justru merekalah yang harus mengatur kabel-kabel itu. Jangan kabel ditarik rendah di pinggir jalan, di depan rumah orang. Jadi, bukan penjor yang harus menyesuaikan PLN,” tegasnya.

Ia juga menyindir penempatan pejabat PLN yang dinilai kurang memahami nilai budaya Bali.

“Bukan orang yang ingin menggeser atau mengerdilkan budaya Bali. Orang Bali sangat tersinggung. Penjor itu bukan sekadar hiasan. Ada lambang kemenangan Dharma melawan Adharma,” ucapnya.

Penjor Galungan Tidak Bisa Disamakan dengan Penjor Pernikahan

Oka Antara menegaskan bahwa penjor Galungan memiliki makna suci.

“Penjor Galungan itu disembahyangi setiap hari hingga batas waktu setelah Kuningan. Tidak bisa diperlakukan sama seperti penjor nikahan,” jelasnya.

PLN Sudah Minta Maaf, Tapi Dinilai Belum Cukup

Meski PLN telah menyampaikan permohonan maaf, ia menilai persoalan tidak berhenti di situ. “Kita maafkan, tapi tidak sesederhana, itu bukan hal sepele,” katanya.

Ia menyoroti kabel rendah yang kerap mengganggu prosesi adat, termasuk saat pemangku atau masyarakat melintas dalam upacara suci.

Dugaan Bisnis Saat Upacara: Tarif Bongkar Kabel Capai Ratusan Juta

Oka Antara juga mengungkap dugaan pungutan tinggi ketika masyarakat menggelar upacara besar.

“Ada yang diminta bayar 25 juta, 50 juta, bahkan sampai ratusan juta hanya untuk menaikkan atau memindahkan kabel. Ini apa? Bisnis?,” tegasnya.

Ia bahkan mencontohkan pengalamannya sendiri saat prosesi ngaben di Karangasem yang nyaris terhambat kabel rendah.

Usulkan Bali Tanpa Kabel Udara

Melihat berbagai persoalan tersebut, ia akan mengusulkan regulasi khusus agar jaringan kabel udara di Bali dihapuskan.
“Saya akan usulkan, ketetapan bahwa tidak boleh ada kabel di atas, khusus di Bali,” ujarnya.

Menurutnya, selain mengganggu estetika, kabel udara sangat berpotensi menghambat kegiatan adat.

PLN Diminta Tidak Atur Budaya Bali

Oka Antara menegaskan bahwa penjor adalah simbol suci yang tidak boleh diganggu oleh aturan teknis.
“Jangan PLN sekarang datang dan menyuruh orang Bali menyesuaikan aturan mereka. Itu sangat keliru,” katanya.

Ia menutup dengan desakan agar PLN Pusat menempatkan pejabat yang benar-benar memahami Bali.

“Bali mayoritas Hindu. Siapa pun yang bertugas di sini harus menghormati adat dan kultur kami,” tegasnya. (red).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button