BeritaDaerahDenpasarLingkungan HidupOpiniPariwisataPendidikanSosial

Proyek FSRU LNG Sidakarya Perlu Dikaji Ulang di Kawasan Hutan Lindung Merta Sari Babat Hutan Mangrove dan Hancurkan Flora dan Fauna

Jbm.co.id-DENPASAR | Pengamat Kebijakan Publik Putu Suasta yang juga Pendiri Yayasan Wisnu Forum Merah Putih menolak rencana proyek Terminal FSRU LNG Sidakarya, jika melakukan pembabatan hutan mangrove dan menghancurkan flora dan fauna di Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai.

Putu Suasta yang juga alumni UGM dan Cornell University menyetujui adanya energi bersih, tetapi tempatnya harus Offshore, sehingga tidak merusak hutan mangrove dan penghancur flora dan fauna.

Upaya itu dilakukan agar pelestarian alam tetap dijaga, begitu pula investasi yang sudah berjalan, khususnya pariwisata Bali tidak hancur, akibat dampak pembangunan proyek LNG Sidakarya.

Bahkan, Putu Suasta turun gunung, melihat langsung ke lapangan areal Merta Sari Sanur di Denpasar, Sabtu, 7 Juni 2025.

Hal tersebut dilakukan, untuk memastikan pembangunan proyek LNG Sidakarya tidak merusak lingkungan. Apalagi Bali baru saja menjadi tuan rumah KTT G20, bahkan kepala negara G20 menanam Mangrove di Kawasan Hutan Tahura Ngurah Rai.

Sekitar 1 km dari Putu Suasta berdiri, terdapat Pura Dalem Blanjong dengan Prasasti Blanjong, memuat jejak “pewarah-warah” Raja Sri Kesari Warmadewa yang memimpin Bali, tahun 914, 1.111 tahun lalu.

Dilakukan perayaan untuk acara ini, yang sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar turut hadir. Pewarah-warah Ida Dalem Sri Kesari Warmedewa, pembangun pertama Pura Besakih, juga termuat dalam Prasasti Besakih disakralkan, “keiring”, pada saat Pujawali Bhatara Turun Kabeh Besakih, “melancaran” ke Segara Batu Klotok, Klungkung.

Prosesi upakara yang sakral ini, diketahui Semeton Kota Semarapura atas kesakralan dan “kepingitan” upakara melasti tersebut.

Selanjutnya, palebahan Segara Merta Sari-Tirtha Empul-Pura Segara Merta Sari, Pura Dalem Blanjong-Dalem Pengembak termasuk kawasan suci, dengan nilai sejarah yang sangat tinggi.

Apalagi, 11 hektar hutan mangrove, yang ada di palebahan Pura Dalem Pengembak merupakan kawasan lindung, yang menurut Undang-Undang harus dilindungi, sehingga tidak bisa diubah menjadi kawasan dengan fungsi lain. Semoga eksekutif dan legislatif Kodya Denpasar menjadi bijak dalam mengatur peruntukan ruang di kawasan tersebut tidak merubah bentang alam, dengan mendegradasi nilai, spirit, sejarah dan spiritualitas di kawasan Merta Sari dan sekitarnya.

“Janji Kodya Denpasar untuk membangun kota berbasis kebudayaan dalam ujian, publik menunggu sikap Satya Wacana Wali Kota Denpasar,” tegasnya.

Sementara itu, Pengempon Pura Dalem Pengembak, Made Ranten, mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kota Denpasar, serta pihak Tahura Ngurah Rai atas dukungannya terhadap keberadaan Pura Dalem Pengembak.

“Semakin hari, semakin banyak pemedek yang tangkil ke Pura Dalem Pengembak. Oleh karena itu, kesepakatan ini sangat penting agar ke depannya pura bisa menjadi lebih representatif,” pungkasnya. (ace).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button