BaliBeritaDaerahHukum dan KriminalKlungkungLingkungan Hidup

KJPP Berpotensi Dorong Pemprov Bali Masuk Jurang, saat Bebaskan Tanah Proyek PKB Klungkung Bikin Masyarakat Rugi Milyaran Rupiah

Jbm.co.id-KLUNGKUNG | PT Adi Murti (AM) dan PT Arsa Buana Manunggal (ABM) mengajukan Gugatan Perdata Nomor: 655/Pdt.G/2025/PN Dps terhadap Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Provinsi Bali dengan Hakim Ketua Perkara 655 di PN Denpasar, Ni Made Dewi Sukrani, SH.

Gugatan tersebut mempertanyakan perbedaan mencolok penetapan nilai tanah yang dinilai tidak mencerminkan harga pasar wajar. Mirisnya lagi, nasib serupa juga dialami oleh masyarakat secara perorangan.

Kemudian, Agenda Sidang Pemeriksaan Setempat berlanjut di lokasi lahan, Desa Gunaksa, Kabupaten Klungkung, Jumat, 7 November 2025.

Acara tersebut dihadiri Tim Hukum PT Adi Murti & PT Arsa Buana Manunggal, A.A. Bagus Adhi Mahendra Putra and Partners, Hakim Ketua Pemeriksaan Setempat di PN Klungkung, Melby Nurrahman, S.H., M.H., Kuasa Hukum KJPP Tjandra Kasih (Tergugat) I Gusti Agung Dian Hendrawan, SH., MH., dan Yudik Purwanto, SH.

Tim Hukum Penggugat A.A. Bagus Adhi Mahendra Putra yang akrab disapa Gus Adhi menyatakan pihaknya bersama Tim Hukum melakukan Peninjauan Setempat dengan menunjukkan batas-batas dari masing-masing 11 bidang tanah bersertifikat milik PT Adi Murti (AM).

“Namun, tidak berarti batas tanah, karena berbentuk hamparan, tapi kita tunjukkan batas-batas Sertifikat yang dimiliki PT. Adi Murti,” kata Gus Adhi.

Dalam Peninjauan Setempat tersebut, Gus Adhi menyebutkan pihaknya melihat secara bersama-sama, untuk memperjuangkan amanah Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 terkait pengadaan tanah dengan rujukan harga tanah ganti rugi yang ditetapkan sesuai dengan harga perolehan.

“Kita lihat secara bersama-sama, bahwa tanah Adi Murti bersebelahan dengan Damija. Beda dengan tanah-tanah yang lain sangat jauh tidak memiliki jalan,” tegasnya.

Pada saat itu, harga perolehan senilai Rp 70 juta per are, pada tahun 2017. Mirisnya, ganti rugi saat ini hanya sebesar Rp 26,5 juta per are. Jika dihitung, harga tanah totalnya senilai Rp 13,4 Milyar. Namun, sekarang nilainya cuma dihargai Rp 4,7 Milyar dan terjadi penyusutan sekitar lebih dari Rp 9 Milyar.

Padahal, semangat perjuangan didalam pembangunan PKB Klungkung ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Namun, kenyataannya justru pihak Penggugat mengalami kerugian hingga milyaran rupiah, karena tidak cocoknya ganti rugi yang ditetapkan.

“Padahal Undang-Undang telah mewujudkan adalah ganti untung yang harus diberlakukan,” kata Gus Adhi.

Meski demikian, pihaknya mempertanyakan KJPP justru menetapkan harga tanah yang begitu jauh turun drastis. Padahal, sebelumnya, KJPP ini sudah pernah menetapkan harga sesuai dengan harga perolehan pada tahun 2017.

“Dengan pelaku yang sama, tapi bendera berbeda harga itu sudah ditetapkan sesuai dengan harga perolehan. Namun, ada kejanggalan di tahun 2025 justru harganya turun, meskinya naik oleh Kantor yang sama. Itulah menjadi pertanyaan besar, mengapa itu terjadi,” bebernya.

Intinya, Gus Adhi menegaskan tuntutan Penggugat tidak dirugikan dan ditetapkan sesuai dengan harga perolehan dari 11 bidang tanah bersertifikat dengan luas total 1,8 hektar (180 are).

Sebenarnya, proyek strategis ini disebut ganti untung terkait pembangunan PKB Klungkung dibiayai Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) lebih dari Rp1 Triliun, dengan semangat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pasca Covid-19. Namun, kenyataannya justru penurunan kesejahteraan yang berakibat dan berimbas buruk pada PT. Adi Murti, yang menampung 100 orang tenaga kerja.

“Dengan adanya pembebasan tanah, 100 orang yang tadinya tingkat kesejahteraan bisa kredit motor, rumah dan sebagainya justru saat ini kondisi ekonomi tidak menentu bahkan menurun drastis,” tambahnya.

Sebelumnya, PT Adi Murti telah melakukan penolakan atas harga tanah sejak awal, baik secara lisan maupun tertulis sampai akhirnya batas waktu 14 hari. Baginya, tanah seluas 1,8 hektar masih milik kliennya, karena pihaknya masih menolak atau belum menerima ganti rugi tersebut dan uangnya masih dititipkan di Pengadilan.

“Setiap protes yang kami lakukan malah terus dihimbau silakan gugat di pengadilan. Sekarang sampai disini kita lakukan gugatan. Jadi, kami mohon doa dan kebijakan semuanya, mari kita membangun dengan asas peningkatan kesejahteraan masyarakat,” imbuhnya.

Meski demikian, Gus Adhi menyebutkan kliennya tidak pernah menolak pembangunan PKB Klungkung yang merupakan program Nasional.Apalagi, pihaknya sudah menerima ganti untung terhadap bangunan sesuai dengan Undang-Undang.

Mirisnya, pihaknya keberatan hingga menolak dengan keras atas kejanggalan dan ketimpangan harga tanah antara perolehan harga tanah pada tahun 2017 dengan harga yang ditetapkan oleh KJPP.

“Bilamana harga yang ditetapkan sesuai dengan harga perolehan, kami pasti akan mengucapkan terima kasih dan bersyukur kepada Tuhan bahwa klien kami menerima dengan lapang dada, meski harga sama dengan tahun 2017, tapi tahun 2025 ini harganya tidak lagi Rp 70 juta, yang pasti ratusan juta disini harga tanah,” tandasnya.

Tak hanya itu, Gus Adhi menuntut kliennya mendapat harga ganti rugi sesuai dengan harga perolehan di tahun 2017.

“Bagi kami tidak menyatakan rugi, karena sudah sesuai dengan harga perolehan dan Undang-Undang menyatakan begitu. Kami hanya minta agar KJPP yang tidak sesuai dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 bisa diluruskan dan mengacu pada amanah regulasi tersebut,” kata Gus Adhi.

Menurut Gus Adhi, perkara ini bukan semata soal kepentingan kliennya, tetapi menyangkut keadilan dan transparansi dalam penilaian tanah untuk proyek pemerintah. “Ini penting sebagai edukasi publik agar proses penilaian aset oleh penilai publik dilakukan secara akuntabel,” kata Gus Adhi.

Sementara itu, Kuasa Hukum KJPP Tjandra Kasih (Tergugat) I Gusti Agung Dian Hendrawan, SH., MH., dan Yudik Purwanto, SH., enggan memberikan komentar atas polemik tanah PKB di Klungkung.

Patut diketahui, bahwa Gubernur Provinsi Bali mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Penunjukkan Lokasi (Penlok) untuk pelaksanaan proyek pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) yang berlokasi di Kabupaten Klungkung, pada tahun 2020.

Proyek tersebut merupakan bagian dari program strategis Pemerintah Provinsi Bali dalam rangka pelestarian kebudayaan serta pengembangan potensi pariwisata dan ekonomi kreatif daerah.

Dalam pelaksanaannya, beberapa bidang tanah milik masyarakat dan badan hukum terkena penunjukkan lokasi, termasuk 11 bidang tanah milik PT Adi Murti, yang sah dimiliki berdasarkan dokumen kepemilikan yang diperoleh pada tahun 2017.

Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, terhadap tanah yang terkena penunjukkan lokasi, Pemerintah wajib memberikan ganti rugi yang layak kepada pemilik tanah berdasarkan hasil penilaian oleh lembaga penilai independen.

Untuk proyek tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) berdasarkan Perintah Gubernur Bali untuk melaksanakan proses penilaian harga tanah.

Namun, hasil penilaian yang dilakukan KJPP pada tahun 2020 menunjukkan nilai ganti rugi sebesar Rp 265.000 per meter persegi, jauh dibawah harga perolehan tanah oleh PT A pada tahun 2017 sebesar Rp 750.000 per meter persegi. Selisih nilai yang sangat signifikan tersebut menimbulkan kerugian ekonomi bagi PT A dan menimbulkan dugaan bahwa penilaian tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan Standar Penilaian Indonesia (SPI 204).

Selain itu, terdapat indikasi bahwa dalam pelaksanaan penilaian, KJPP tidak melakukan survei lapangan secara langsung dan hanya mendasarkan penilaian pada data sekunder (laporan penilaian atas desa lain) yang diperoleh dari pihak lain. Hal tersebut mengakibatkan hasil penilaian tidak mencerminkan kondisi riil tanah di lapangan, termasuk ketidaksesuaian data luas dan karakteristik tanah dengan fakta sebenarnya.

Akibatnya, nilai ganti rugi yang ditetapkan tidak menggambarkan nilai pasar wajar tanah yang seharusnya diterima oleh pemilik tanah, sehingga PT A tidak memperoleh kompensasi yang layak. Hal ini kemudian menimbulkan ketidakpuasan dan keberatan dari PT A, yang menilai penilaian tersebut telah menyalahi prinsip keadilan dan profesionalisme penilai publik, sehingga dilakukan gugatan.

Melalui proses hukum ini, pihaknya berharap agar pengadilan dapat menilai dan memutus apakah KJPP telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan dan standar penilaian yang berlaku serta memberikan kepastian hukum atas hak-hak pemilik tanah yang terdampak penunjukkan lokasi pembangunan. (ace).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button