
Jbm.co.id-DENPASAR | Tradisi Hari Raya Galungan yang telah dirayakan selama seribu tahun kembali menjadi sorotan, bukan hanya karena makna spiritualnya, tetapi juga polemik penjor dan kabel listrik PLN yang terus mendapat perhatian publik.
Akademisi Prof. I Gede Sutara menegaskan bahwa perayaan Galungan sudah berlangsung sejak masa Gunapriya Dharmapatni pada abad ke-10 Masehi, yang mengambil inspirasi dari Nawaratri, yaitu ritual pemujaan Dewi Durga sebagai simbol kemenangan Dharma.
Menurut Prof. Gede Sutara, Nawaratri di India berlangsung dua kali setahun, sementara di Bali tradisi tersebut diadaptasi oleh Raja Dharmawangsa dengan menggunakan Kalender Wuku, jatuh pada Budha Kliwon Dungulan. Hari itu dianggap sebagai hari kemenangan Dharma yang sekaligus berada dalam hitungan Astawara Uma, nama lain dari Durga.
“Jadi, 1.000 tahun sudah kita merayakan kemenangan tetapi sejarah Bali mencatat banyak kekalahan dari Medang, Kediri, Singasari, dan Majapahit,” kata Akademisi Prof. I Gede Sutara di Denpasar, Rabu, 19 November 2025.
Ia juga menyoroti kondisi Bali saat ini yang dikunjungi 6 juta wisatawan mancanegara, namun belum membawa kemenangan bagi masyarakat Bali, karena tekanan terhadap lingkungan, budaya, dan ekonomi lokal.
Prof. Gede Sutara menyinggung persoalan terbaru terkait penjor yang terpaksa menyesuaikan dengan posisi kabel PLN yang dianggap semrawut.
Untuk itu, Prof. Gede Sutara berharap, mudah-mudahan dengan penjor yang sudah disisihkan kabel PLN yang selalu rugi itu, orang Bali bisa menancapkan kemenangan atas anugrah Sanghyang Bhirawi.
“Om Catur Dewi Mahadewi. Uma Dewi, Parwati Shivapatni, Durga ya namah swaha. Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan,” tandasnya.
Selain Prof Sutarya, polemik itu juga disoroti Gubernur Bali Wayan Koster, Rektor Undhira, Prof. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA., Pengamat Budaya Wayan Suyadnya, Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra dan Ketua PHDI I Nyoman Kenak, Ketua Yayasan Tamiang Bali Mandiri, Nyoman Baskara.
Begitu juga Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Oka Antara, Tokoh Publik, Dr. Somvir yang juga Dr. Somvir yang juga Ketua Fraksi Demokrat NasDem DPRD Bali, Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih dikenal Ajus Linggih, Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali, Anak Agung Bagus Tri Candra Arka SE (Gung Cok).
Sebelumnya, himbauan PLN tentang batas jarak aman penjor dengan kabel listrik memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Ketua Fraksi Demokrat-NasDem DPRD Bali, Dr. Somvir. Ia menilai imbauan tersebut tidak peka terhadap tradisi masyarakat Bali.
“Mungkin tujuan pihak PLN baik untuk keamanan, namun kenapa kesannya mendadak. Sangat disayangkan imbauannya mendadak. Harusnya ya diskusikan dulu dengan pihak terkait seperti Parisada Hindu Dharma Indonesia, ada Desa Adat juga,” ungkapnya.
Politisi asal Buleleng itu juga menyoroti pemasangan tiang PLN yang sering berdiri di lahan pribadi warga.
“Banyak laporan dan temuan, tiang PLN kadang ditanam di lahan pribadi warga. Tapi kadang warga malas mempersoalkan. Mau memindahkan malah kena biaya,” terangnya.
Lebih jauh, Dr. Somvir mempertanyakan solusi PLN terhadap kebutuhan spiritual masyarakat saat memasang penjor.
“Sekarang tiang dan kabel ada di depan rumah warga, namun warga mau pasang penjor, masak urusan keagamaan harus dipinggirkan. Ya harus ada solusi yang lebih bijak,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa jaringan kabel udara yang semrawut harus segera dievaluasi demi estetika dan keselamatan.
“Kabel ditarik di udara, membentang dan melintang sana sini itu sudah harus dievaluasi. PLN sebaiknya membuat jaringan kabel dengan pola ditanam di bawah. Nggak kayak sekarang, semrawut,” paparnya.
Somvir menilai penataan kabel bawah tanah sudah menjadi praktik standar di banyak negara maju dan seharusnya dapat diterapkan di Bali. (red).




