BaliBencana AlamBeritaDaerahDenpasarHukum dan Kriminal

Usut Tuntas!!! Temuan 106 SHM Terbit di Kawasan Konservasi Segera Bongkar dan Penjarakan “Mafia Tanah Mangrove” Bikin Efek Jera

Jbm.co.id-DENPASAR | Ketua Pansus TRAP (Tata Ruang, Aset dan Perizinan) DPRD Provinsi Bali Made Suparta memimpin Rapat dengan memanggil BPN Bali, BWS Bali Penida, Tahura (Taman Hutan Raya) dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

Hasilnya, terungkap fakta menyakitkan bagi Bali. Ternyata, Mangrove sudah “diperkosa” bahkan dugaan mafia tanah mangrove terus gerilya. Hingga saat ini, 106 sertifikat hak milik (SHM) terbit di area Hutan Lindung Mangrove atau Tahura Ngurah Rai.

“Dugaan permainan mafia tanah yang mengincar area mangrove dan tahura sudah jelas terlihat. 106 sertifikat sudah terbit. Jadi, harus dibongkar dan dipenjarakan. Ini masalah masa depan Bali. Kejahatan luar biasa, yang mengancam Bali,” teriak Made Supartha.

Politis asal Tabanan ini mengatakan, banyak mafia yang mengincar area Tahura Ngurah Rai. Baginya, hal ini terjadi, karena lahan strategis dan bernilai tinggi.

Estimasi harga lahan di pinggir By Pass Ngurah Rai mencapai miliaran rupiah. Kemudian para mafia ini memanfaatkan pihak-pihak yang memohon area lahan Tahura.

Setelah terbit sertifikat, ada pihak yang “menadah” atau membeli dengan harga relative masih murah.

Kemudian, pemain ini yang mengelola dan nantinya dijual mahal atau cari untung besar.

“Ini sudah seperti sindikat, melibatkan banyak kalangan sampai oknum Pemerintah. Bahkan, ini akan terus terjadi, jika tidak ada efek jera sampai dipenjarakan,” sambung politisi yang Ketua Fraksi PDIP di DPRD Bali ini.

Made Suparta mengungkapkan tidak habis pikir sampai BPN mau menerbitkan SHM.

Padahal, jelas-jelas sudah melanggar Undang-Undang 27 tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil bahkan hal itu ada Perda.

“Jelas disampaikan hutan mangrove atau bakau mesti mendapatkan perlindungan sebagai wilayah resapan air bahkan ketika ada banjir,” terangnya.

Semestinya, Made Supartha menegaskan daerah itu tetap menjadi Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung. Tidak boleh beralih fungsi, tidak boleh ada mangrove dipotong dan tidak boleh diuruk.

“Jika dilanggar ada ancaman pidana sampai 10 tahun dan denda Rp 2 miliar, jelas itu. Sudah ada ancaman pidananya. Mesti segara dibongkar dan dipenjarakan, para pemainnya,” tegas politisi yang juga Advokat Senior ini.

Made Suparta akan mengejar 106 SHM yang terbit di BPN, yang akan diminta total luasannya, kemudian dikejar siapa saja yang mengajukan permohonan lahan hutan mangrove yang sedang berproses.

“Termasuk siapa yang memohon diawal dari 106 SHM, kemudian berpindah tangan ke siapa lagi. Ada juga tukar guling tanah mangrove, pasti ada permainan. Kita bongkar semua mafia, bahkan dari info yang ada, bahwa satu pengusaha tiba-tiba mampu menguasai 60 hektar lebih hutan mangrove. Akan kami usut,” tegasnya.

“Siapa pemain lapangan, siapa yang menadah lahan-lahan ini, siapa aktor intelektual, siapa unsur pemerintah yang bermain, wajib diberikan ganjaran hukuman,” cetus politisi berlatar advokat ini.

Sebelumnya, Pansus TRAP DPRD Bali melakukan rapat dengan BPN. Rapat dipimpin oleh Ketua Pansus TRAP DPRD Bali Made Suparta dengan jajaran Pansus, misalnya Ketut Rohchineng, Somvir dan lainnya.

Pihak yang dipanggil adalah Kepala Kanwil BPN Bali Made Daging, termasuk Kepala BPN Badung dan BPN Denpasar. Hadir pula, pihak Tahura (Taman Hutan Raya), PUPR Bali dan lainnya.

Made Supartha mengatakan desa-desa yang dilewati Tahura adalah Sanur Kauh, Sidakarya, Serangan, Pedungan, Sesetan, Pemogan (wilayah Denpasar), kemudian di Badung, yakni ada Benoa, Tanjung Benoa, Kuta, Kedonganan, Tuban, Jimbaran.

Paling heboh, saat BPN Bali Made Daging menjawab ada terbit sertifikat di wilayah lahan Mangrove yang mencapai 106 sertifikat (Badung 71 SHM terbit, Denpasar 35 SHM terbit).

Kondisi ini membuat rapat menjadi tambah tegang. Ketika dikejar pertanyaan-pertanyaan, berapa luasannya, mekanisme penerbitannya, siapa yang mohon, apa dasar permohonan? histori permohonannya? oleh Made Suparta, pihak BPN belum bisa memastikan total luasan dari 106 sertifikat.

“Luasan sertifikat ada yang berkisar 60 are, 50, 40, 25 are. Totalnya berapa luasannya dari 106 SHM tersebut,” kata Made Suparta menohok.

“Maaf kami belum bisa pastikan totalnya,” kilah Made Daging.

Ternyata, terkait WNA Rusia yang membangun usaha di lahan Mangrove, dengan PT Greenblocks Sustainable Building, diakui juga menjadi salah satu sertifikat yang terbit.

BPN awalnya ingin mengarahkan bahwa tanah itu memang sudah bersertifikat. Namun, Made Suparta tak kalah akal, dia mampu mengupas dan menguliti BPN.

“Bapak jangan hanya ingin mengatakan bahwa itu sudah bersertifikat. Yang menjadi masalah utama adalah, kenapa sertifikat bisa terbit di lahan Tahura Ngurah Rai? Atau lahan Mangrove,” cetusnya.

Made Suparta mengatakan, kanan kiri dan belakang lahan itu masih tetap mangrove. Jika mangrove pasti adalah perairan.

“Yang jelas secara eksisting diawal tidak ada tanah kapur. Jadi, sudah ada pemadatan jalan dan sudah ada pengurukan. Bapak sudah ke lokasi seolah-olah hanya ingin memberikan gambaran, bahwa lahan itu sah dan sudah bersertifikat. Pertanyaan kanan kiri belakang masih mangrove, itu berarti lahan mangrove daerah lindung dan konservasi. Mangrove tumbuh di daerah resapan air bukan diatas batu?,” tanya politisi yang juga Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini. “Di air pak,” jawab Kepala BPN Bali Daging.

“Yang jadi masalah sudah jelas, lahan itu diuruk pakai kapur, dipadatkan. Kasarnya ini sudah melakukan reklamasi secara illegal. Lahan tahura sudah beralih fungsi,” cetusnya.

“Jadi pertanyaannya, ketika ada yang mohon di lahan konservasi mangrove, BPN malah mengeluarkan sertifikat tandasnya, tanpa melakukan kajian yang dalam dengan berkoordinasi pada Dinas Perikanan dan Kelautan,” tambahnya.

Bahkan, ada info dari masyarakat ketika Pengukuran tanpa ada Penyanding. Pertanyaan ini tidak mampu dijawab tuntas oleh BPN.

Made Supartha kemudian membeberkan Undang-Undang 27 tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jelas disampaikan Hutan Mangrove atau Bakau mesti mendapatkan perlindungan, dan tetap menjadi Kawasan konservasi dan hutan lindung.

“Tidak boleh beralih fungsi, tidak boleh dipotong, tidak boleh diuruk. Jika dilanggar ada ancaman pidana sampai 10 tahun dan denda Rp 2 miliar, jelas itu,” tegas politisi yang adalah advokat senior ini.

Dengan fakta-fakta ini, kesimpulan pertemuan adalah Pihak Pansus berharap Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Polisi dan Kejaksaan maupun Penegak Perda dan Perkada Pol PP untuk mengusut kasus ini.

Kemudian, tegas Suparta meminta dinas perizinan terkait agar tidak menertibkan izin di 106 sertifikat yang awalnya mangrove menjadi sertifikat Hak Milik (SHM).

Kemudian berharap nanti lahan itu bisa dikembalikan ke mangrove, agar kembali fungsinya menjadi Green Belt (Sabuk Hijau), alih fungsi lahan tahura ini menjadi salah satu penyebab banjir.

“Karena air terbendung oleh bangunan, harus nyambung dari daratan dan lautan bertemu di Kawasan mangrove,” tegasnya.

Soal Mall Bali Galeria (MBG), pihaknya segera akan memanggil. Intinya, penegakan Tata Ruang, Aset Daerah dan Perizinan di wilayah Bali semua harus tuntas satu persatu, sambil terus kami akan melakukan pengecekan dan sidak.

Seperti halnya berita sebelumnya, sempat heboh lahan Mangrove di sewa oleh orang Rusia dalam bentuk investasi PMA dan ada sungai masuk Gedung Mal Bali Galeria (MBG). Selain itu, ada hasil sidak pelanggaran lain.

“Sebagaimana Undang-Undang Negara Kesatuan RI Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Hak Atas Tanah dan Benda Benda Diatasnya, maka SHM tersebut dicabut dan dibatalkan, apalagi ada cacat hukum dan diduga hasil manipulatif,” tegasnya. (red/tim).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button