BeritaDaerahGianyarPendidikanSeni Budaya

Komposer Dewa Alit Paparkan Komposisi dan Penciptaan Baru Gamelan Salukat, saat Masterclass Mi-Reng Festival

Jbm.co.id-GIANYAR | Komposer Dewa Alit berbagi tentang komposisi dan penciptaan baru Gamelan Salukat pada sesi Masterclass (Lokacipta) New Music for Gamelan (Mi-Reng) Festival di Gianyar, Senin, 14 April 2025.

Sejalan topik lokacipta, “Melampaui Tradisi: Komposisi dan Penciptaan Baru”, Dewa Alit membagikan perjalanan dan evolusi Gamelan Salukat yang terus melakukan transformasi selaras perkembangan zaman. Inovasi sistem pelarasannya sudah dilakukan sejak tahun 2007.

Diharapkan hasil penciptaan baru Gamelan Salukat bisa diterima semua pihak secara universal. Penemuan baru sebagai penanda kemajuan dalam mengembangkan gamelan, tidak saja untuk keperluan tradisi, adat dan budaya.

Advertisement

Melalui Gamelan Salukat, Dewa Alit telah mengeksplorasi struktur, teknik permainan, dan orkestrasi baru dalam gamelan, bahkan ragam ansambel baru yang terbukti menciptakan karya-karya dengan capaian kebaruan yang memperluas medan kreativitas yang menyajikan kompleksitas ritmik, dinamika harmoni yang unik, serta interaksi antara pelarasan dan tekstur suara.

Mengingat, komposisi gamelan telah berkembang melalui berbagai bentuk inovasi dan kreativitas yang lintas batas, baik dalam struktur musikal, teknik permainan, maupun dalam hubungannya dengan konteks sosial dan budaya.

Dalam Masterclass itu, Dewa Alit, juga membahas pendekatan penciptaan baru yang tidak hanya berakar pada tradisi, tetapi juga berupaya melampaui batasan konvensional.

Masterclass ini mengajak peserta untuk memahami penciptaan komposisi baru dapat dilakukan melalui dekonstruksi dan rekonstruksi elemen-elemen gamelan secara terus menerus (dinamis), serta bagaimana komposisi gamelan dapat berinteraksi dengan konsep musikal dari berbagai tradisi lain sekaligus melahirkan medan cipta baru.

Dewa Alit diakui baik secara lokal maupun internasional sebagai komposer klasik kontemporer untuk gamelan dan non-gamelan, yang dikenal dengan jalan yang radikal namun dengan perhatian dan pemahaman baik pada nilai-nilai tradisional dalam musik.

Dewa Alit mendirikan grup gamelan pada tahun 2007, diberi nama Gamelan Salukat, yang khusus memainkan komposisi pendirinya. Instrumen Gamelan Salukat adalah sejenis gamelan baru yang didesain oleh Dewa Alit sendiri. Gamelan Salukat telah tour keluar negeri sejak 2009 dan tampilkan karya Dewa Alit pada audien di festival musik di luar negeri, termasuk Roskilde Music Festival di Denmark (2018), Rudolstadt Festival di Germany (2018), Rewire Festival di Belanda (2022), Borealis Festival di Norway (2023), dan lain-lain. Karya Dewa Alit dari album “Chasing the Phantom” (Black Truffle, 2022) terpilih sebagai salah satu “the year’s top releases” oleh majalah musik UK “The Wire” dan koran AS “The New York Times” untuk kategori contemporary classical.

Pada kesempatan itu, dijelaskan pula Salukat berasal dari dua akar kata, yaitu “Salu” dan “Kat”. Salu berarti rumah, Kat berarti melebur atau lahir kembali. Rumah sebagai tempat melebur gagasan-gagasan dan ide-ide kreatif, untuk melahirkan kembali karya-karya baru yang inovatif.

“Ide dari barungan gamelan Salukat itu sendiri berangkat dari keinginan untuk menggabungkan dua laras yang berbeda, dengan konsep harmoni,” terangnya.

Laras yang lebih tinggi disebut Saih Cenik, laras yang lebih rendah disebut dengan Saih Gede. Saih adalah tangga nada yang disusun berdasarkan interval atau jarak nada yang mengacu kepada suatu sistem suara gamelan.

Dalam ruang lingkup musik gamelan di Bali, lanjutnya saih juga sering dihubungkan dengan karakteristik atau ciri khas masing-masing jenis gamelan, seperti Saih Gong Gede di Panglipuran Bangli, Saih Palegongan di Desa Ketewel, Saih Kebyar di Gladag, Badung.

Salukat dibuat untuk memenuhi kebutuhan komposer didalam mengekspresikan ide-ide musik ke dalam konteks yang lebih luas.

Aspek-aspek material yang terkandung dalam Gamelan Salukat, pada proses perkembangan dari waktu ke waktu telah memunculkan hubungan timbal balik.

Kecenderungan saling memengaruhi diantara perkembangan instrumen dengan perkembangan musiknya dalam kontek proses penciptaan komposisi, secara tidak langsung memotivasi munculnya ide-ide baru.

Hal ini terjadi, karena sama-sama menyediakan ruang yang memungkinkan untuk merangsang ide-ide kebaruan itu sendiri.

Dewa Alit menambahkan, bunyi nada atau saih yang berhubungan dengan penotasian pada gamelan tradisi sangat sulit berlaku. Cara penulisan dengan menggunakan notasi ding dong tidak relevan, karena simbol bunyi tidak cukup untuk mewakili nada-nada yang ada. Kerumitan sistem pelarasan menjadi faktor sangat menantang pada korelasi antara cara penulisan, fungsi notasi dan pembahasaan nilai-nilai musikal dalam proses mengkomunikasikan ide-ide musik kedalam bentuk yang lebih konkrit.

Di sisi lain, pemain masih sangat sulit melafalkan bunyi nada dan saih-saih yang ada, karena faktor kebaruan sistem pelarasan. Semua komposisi musik dimainkan melalui daya ingat dan tingkat kecerdasan yang memadai.

Dalam proses latihan, para pemain dituntut menggunakan daya pikir kreatif untuk mencari cara sendiri dengan persepsi masing-masing pada proses menghafal bagian-bagian musiknya.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, semua aspek-aspek yang berhubungan dengan laras masih sangat sulit dilafalkan.

“Saya sendiri menggunakan dua jenis notasi yaitu notasi angka dan notasi barat (not balok). Notasi angka dipergunakan untuk lebih mudah di dalam proses penuangan bagian-bagian komposisi kepada pemain ketika latihan,” jelasnya.

Sedangkan, notasi barat dipergunakan sebagai cara didalam mewujudkan ide-ide musik sebelum dituangkan sama pemain. Proses penotasian ide berjalan sejajar antara penggunaan notasi angka dengan notasi barat.

Instrumen baru biasanya selalu menantang munculnya musik baru. Begitu juga sebaliknya, ide-ide baru dalam proses komposisi, cendrung menawarkan gagasan untuk membuat instrumen baru.

Sinergisitas hubungan diantaranya sangat bermanfaat tidak hanya bagi kemajuan musik, tetapi juga memberikan akses yang lebih luas terhadap perkembangan pembuat instrumen itu sendiri.

“Pada bagian ini, saya akan menjelaskan tentang proses mengaktualisasikan ide-ide imajinatif menjadi realitas komposisi musik dengan tehnik komposisi yang saya susun sendiri serta menunjukan contoh-contoh yang saya ambil dari karya-karya saya untuk Gamelan Salukat,” sebutnya.

Transformasi bentuk ke bentuk dalam komposisi Genetic (2011) dengan cara memformulasikan bentuk-bentuk pola menjadi satu motif, kemudian menyusun kembali bentuk motif tersebut ke bentuk motif yang berbeda dengan tujuan menghasilkan jalinan (kesatuan) bunyi yang bersifat baru.

Masterclass dilakukan secara langsung (tatap muka) di lokasi. Sesi melibatkan presentasi, diskusi, dan praktik langsung sesuai dengan tema masing-masing masterclass.

Acara itu dihadiri dari berbagai kalangan berlangsung selama lima sesi dari tanggal 2 – 14 April di Ketewel, Gianyar. Mi-Reng Festival dihadiri Kurator, Wayan Gde Yudane dan Warih Wisatsana.

Kegiatan itu diselenggarakan oleh Mi-Reng, didukung oleh Kementerian Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan, dan kali ini bekerja sama pula dengan Bentara Budaya Bali.

Pertama, Sistem Pelarasan dalam Gamelan dan Tantangan Kekinian akan menghadirkan Narasumber I Made Kartawan, Ph.D pada Hari Rabu, 2 April 2025.

Kedua, Eksplorasi Microtonality dalam Gamelan, Narasumber Septian Dwicahyo dan Putu Lia Veranika, Hari Sabtu, 5 April 2025.

Ketiga, Rekaman Gamelan dan Produksi Suara untuk Pertunjukan Live, Narasumber Janu Janardhana, Selasa, 8 April 2025.

Keempat, Musikalitas dan Puisi dan Kreasi Alihmedia, Narasumber Arif Bagus Prasetyo, Jumat, 11 April 2025.

Kelima, Melampaui Tradisi: Komposisi dan Penciptaan Baru, Narasumber Dewa Alit, Senin, 14 April 2025. (red/tim).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button