BadungBeritaDaerahLingkungan HidupSosial

48 Bangunan Pariwisata Dibongkar Paksa, Komunitas Bingin Penuh Warna dan Bersejarah Terancam Kehilangan Segalanya

Jbm.co.id-BADUNG | Berbagai bangunan pariwisata dibongkar, seperti restoran, warung, vila, homestay di Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Senin, 21 Juli 2025.

Hal tersebut ternyata menyisakan sedih yang mendalam bagi ratusan warga asli Pecatu, khususnya yang selama ini mengais rezeki dari usaha pariwisata di Pantai Bingin.

Pada kesempatan tersebut, Ketua Kelompok Pedagang Pantai Bingin Nyoman Musadi menyebutkan, pihaknya bersama seluruh pedagang Pantai Bingin sudah berusaha menempuh berbagai cara untuk menyelamatkan bangunan.

Bahkan, kelompoknya pernah beraudiensi dengan Bupati Badung Adi Arnawa untuk meminta agar hal ini diselamatkan. Namun, ditolak mentah-mentah dan Bupati Badung Adi Arnawa tegas tidak memberikan sinyal untuk akan mengabulkan aspirasi pedagang.

Upaya lain adalah gugatan ke PTUN Denpasar yang sudah diregistrasi namun pemerintah tetap bongkar.

“Karena sudah dikenal oleh turis dan kami tahu bahwa itu tanah negara, maka tahun 2002 kami pernah mengajukan permohonan kepada Pemkab Badung untuk mengelola tanah negara demi kesejahteraan masyarakat. Namun, tidak direspon. Sekarang sudah berkembang pesat, malah dibongkar, tanpa solusi dan kompensasi,” terangnya.

Musadi juga membantah jika berbagai usaha pariwisata di Pantai Bingin dikuasai asing.

“Saya pastikan tidak ada WNA yang menguasai Pantai Bingin. Yang ada adalah malah mereka ikut membangun. Ikut menyumbang dana. Keuntungan dibagi. Namun penguasaan usaha tetap warga lokal,” ungkapnya.

Bahkan, Musadi mempertanyakan, urusan investasi itu tanggung jawab pemerintah. Namun, warga Pantai Bingin bisa melakukan tanpa campur tangan pemerintah.

Seharusnya, hal tersebut didukung pemerintah sejauh tidak melanggar aturan yang ada. Adapun tudingan yang dialamatkan kepada Pantai Bingin adalah melanggar tata ruang, merampas tanah negara, tidak ada retribusi dan sebagainya dinyatakan semua tudingan itu tidak seluruhnya benar. Sebab, usaha tersebut sudah berlangsung turun temurun bahkan sebelum ada aturan dan bayar pajak dan retribusi lancar jaya.

“Kalau soal IMB, memang tidak ada, karena kami tidak memiliki sertifikat tanah yang ada. Kalau tanah negara untuk kepentingan rakyat, kenapa ini tidak ada solusi,” ujarnya.

Hingga saat ini, lanjutnya Pantai Bingin Bali bukan hanya destinasi wisata yang indah, melainkan juga komunitas yang sudah ada lebih dari 40 tahun. Dibangun oleh warga desa, Pantai Bingin telah menjadi terkenal di seluruh dunia, karena ombak selancarnya yang ikonis, pemandangan yang spektakuler, dan suasana santainya yang dicari para pengunjung dari seluruh dunia.

Kini, komunitas Bingin yang penuh warna dan bersejarah tersebut menghadapi ancaman serius, saat Pemerintah Provinsi Bali secara mendadak menyatakan bahwa semua bangunan di Pantai Bingin ilegal dan akhirnya dibongkar.

Hunian vila, bisnis dan mata pencaharian warga Bingin hilang tanpa proses yang adil, tanpa alternatif dan tanpa mempertimbangkan warga setempat yang telah membangun Bingin menjadi terkenal seperti sekarang.

Padahal, pelaku usaha lokal telah menunjukkan tingkat kerja sama yang tinggi dan kesediaan untuk mematuhi semua persyaratan yang berlaku.

Namun, hingga saat ini Pemerintah Daerah belum menerbitkan izin yang diperlukan untuk memungkinkan para pelaku usaha tersebut mendaftar dan memenuhi kewajiban pajak daerah mereka.

Warga menilai, jika konsistensi aturan perlu ditegakkan. Sebab, jika merujuk pada aturan tata ruang pantai, maka banyak sekali hotel dan vila di Bali yang dibangun langsung di bibir pantai, terutama di Kabupaten Badung.

Warga mencontohkan, banyak kawasan pantai dalam wilayah Kabupaten Badung, antara lain Rock Bar milik Ayana, Ulucliff House, dan Pantai Melasti, telah diberikan status hukum dan perlindungan resmi. Sementara itu, pelaku usaha di kawasan pantai lainnya, seperti Suluban, Balangan dan Thomas yang memiliki karakter komunitas serupa dengan Bingin tetap diizinkan beroperasi tanpa hambatan.

“Kenapa Pantai Bingin dilarang di saat Pantai Bingin mencapai puncak popularitas globalnya, dikenal di berbagai belahan dunia,” urainya.

Saat itu, Bupati Badung Adi Arnawa telah mengeluarkan surat pembongkaran dan hanya berselang tiga hari yang memerintahkan para pelaku usaha, yang sebagian telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun, untuk mengosongkan tempat dalam waktu lima hari.

Bupati Adi Arnawa menganggap tindakan tergesa-gesa ini sebagai sesuatu yang dapat diterima. Tindakan ini sama sekali tidak mempertimbangkan dampak yang menghancurkan, bukan hanya mata pencaharian masyarakat lokal yang telah membangun dan mempertahankan usaha ini selama beberapa generasi, melainkan juga terhadap reputasi Bali di mata dunia.

Banyak akomodasi di Pantai Bingin telah terisi penuh hingga tahun depan. Penutupan mendadak seperti ini merusak citra Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia yang dapat diandalkan.

Menurutnya, pendekatan yang terburu-buru dan sewenang-wenang ini memberikan pesan yang salah kepada komunitas internasional dan mempertaruhkan keberlangsungan industri yang menopang begitu banyak keluarga di Bali.

“Kami sebagai para penduduk lokal dan pelaku usaha Pantai Bingin Bali dengan hormat menyerukan agar situasi ini ditinjau kembali melalui proses yang independen dan transparan untuk menjamin keadilan, menegakkan supremasi hukum, dan melindungi mata pencaharian ratusan keluarga Bali yang telah membangun dan menjaga komunitas Pantai Bingin hingga menjadi seperti sekarang ini. Keputusan politik harus didasarkan pada keadilan dan integritas, bukan pada kepentingan keluarga tertentu atau keuntungan komersial belaka,” bebernya.

Saat ini, ratusan warga pekerja lokasi asli Bali, keluarga Bali terancam kehilangan segalanya, mulai dari usaha, rumah, sampai satu-satunya sumber penghasilan mereka, yang dipertaruhkan bukan sekadar bangunan fisik, tetapi masa depan sebuah destinasi yang ditumbuhkan dan dikembangkan secara organik oleh komunitas lokal selama lebih dari 40 tahun hingga menjadi Pantai Bingin yang kini diakui secara global.

“Pembangunan yang tidak terkendali dan komersialisasi yang berorientasi pada keuntungan semata adalah ancaman yang dapat menghapus warisan berharga kami, dan berpotensi menggantinya dengan satu lagi resor mewah atau beach club eksklusif yang diprivatisasi, membatasi akses publik, dan hanya melayani segelintir kalangan kaya,” pungkasnya.

Patut diketahui, bahwa Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Badung Adi Arnawa membongkar secara paksa secara simbolis 48 bangunan pariwisata di Pantai Bingin.

Pembongkaran secara simbolis tersebut dilakukan di Restoran dan Vila Morabito yang selama ini menjadi ikon Pantai Bingin. Bahkan, pembongkaran dikawal ketat oleh ratusan aparat SatPol PP Bali dan Badung. (red/tim).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button