WTN Bersama BMTA dan Junior Doctors Network Indonesia Tandatangani Kerjasama Promosi Pariwisata Medis di Event WTN SUMMIT TIME 2023
Jbm.co.id-BADUNG | WTN SUMMIT TIME 2023 ditandai dengan serangkaian penandatanganan kerjasama atau MoU antara Jaringan Pariwisata Dunia (WTN) bersama BMTA atau Bali Medical Tourism Association dan Junior Doctors Network Indonesia terkait kerjasama promosi Pariwisata Medis.
Ketua BMTA atau Bali Medical Tourism Association, dr. I Gede Widyana Patra Jaya menegaskan bahwa sebuah zona pariwisata medis baru akan dikembangkan di Sanur sebagai model unik untuk memajukan gabungan sektor pariwisata dengan kesehatan di Bali, yang dilihat sebagai sebuah trend baru untuk Pariwisata Medis, baik tingkat domestik maupun internasional.
“Pariwisata Medis atau Kesehatan itu khan gabungan antara Pariwisata dengan Kesehatan. Jadi, kami adakan MoU karena ada keterbatasan kita dari sektor kesehatan dalam melakukan pemasarannya, karena ada etika pemasaran kesehatan. Kami berharap, produk kesehatan kita dikemas lagi oleh para pelaku pariwisata sehingga menjadi sesuatu yang menarik,” terangnya.
Tidak hanya berbicara terkait orang sakit saja, namun sektor Pariwisata Medis atau Kesehatan juga diperlukan bagi orang yang sehat bugar untuk menjaga kesehatannya atau ingin mengetahui tentang resiko terhadap suatu penyakit.
“Memang ada satu model yang bisa dilakukan oleh sektor kesehatan. Hal inilah yang dikatakan oleh Kemenparekraf tentang produk baru dalam dunia pariwisata, yaitu Pariwisata Medis atau Kesehatan,” paparnya.
Oleh karena itu, pihaknya akan membagi dalam dua kelompok meliputi Medical Tourism dan Wellness Tourism.
Disebutkan, Medical Tourism berarti orang yang mau melakukan tindakan operasi, contohnya Bedah Plastik dan Bayi Tabung.
“Sebelum Covid-19 pun itu sudah ada di Bali. Cuma kami akui hal itu masih dilakukan secara sendiri-sendiri. Nah, sekarang kita mencoba menggabungkan diri dengan dunia pariwisata,” tambahnya.
Sementara, untuk Wellness Tourism atau Medical Wellness, pihaknya berupaya memperkuat Wellness yang sudah dikenal di Bali dengan basis eviden beserta logika penanganan medisnya.
“Ini baru kita garap lima bulan terakhir dan sudah pencanangan itu, pada 10 Agustus 2023 lalu, kita punya website oobad.id yang diharapkan pada Oktober ini finalisasi dan kita lempar ke marketplace, sehingga konsumen dari luar manapun bisa booking lewat itu,” ungkapnya.
Terkait kegiatan promosi, pihaknya diterima salah satu asosiasi pariwisata di Bali, yakni Bali Tourism Board atau BTB.
“Kalau tidak kita promosi, kita khan tidak tahu bahwa itu sudah berjalan sebelumnya, apa saja yang dikerjakan, karena jika ngomong etika itu khan luas, ukurannya juga kadang-kadang interpretasi berbeda-beda. Nah, kalau promosi kita bilang, saya orang pariwisata, karena saya berada dibawah BTB juga,” pungkasnya.
Sementara itu, dr. Andi Khomeini Takdir Haruni, Sp.PD selaku Internist dan Chief Services Officer didampingi Chief Product Officer of ATM Sehat menerangkan, bahwa pihaknya berfokus pada pengembangan layanan, pendidikan dan penelitian. Dari ketiga sistem tersebut, pihaknya mencoba menggabungkannya.
“Mengapa pendidikan, karena kita mau SDM Kesehatan ini berlari kencang dan masyarakat menerima layanan unggulan yang mungkin selama ini agak terhambat berkembang,” jelasnya.
Oleh karena itu, pihaknya berkeinginan melakukan percepatan, termasuk Medical Tourism itu sendiri sebagai pintu masuk akselerasi layanan kesehatan.
“Medical Tourism itu kita bisa berinteraksi dengan warga luar atau wisatawan diluar Indonesia. Kita bisa tahu riwayat kesehatan mereka, ang didapatkan di negaranya, apa sich. Jadi, kita tidak mau ketinggalan dengan negara lainnya,” tambahnya.
Oleh karena itu, lanjutnya Indonesia harus menjadi negara yang Super Power dalam bidang Kesehatan.
“Misalnya, Warga Negara Amerika Serikat liburan kesini. Kenapa dia datang kesini, apa hanya untuk kepentingan liburan saja atau ada yang lain, seperti memang dia melihat di Indonesia ada yang dikembangkan, yang belum ada di negaranya, berarti kita bisa leading disitu khan,” paparnya.
Bukan hanya kompetisi dalam tatanan global saja, namun melalui program Medical Tourism diharapkan dapat memberikan pelayanan jasa yang lebih, lantaran bidang kesehatan berorientasi pada services atau pelayanan jasa.
“Kalau bisa kita profit dari sisi pelayanan yang lebih bagus dan belum disediakan di negara lainnya, maka Indonesia berpeluang menjadi leading di bidang kesehatan dan pusat rujukan pada beberapa hal tertentu,” ungkapnya.
dr. Andi mencontohkan di Negara Thailand, Korea Selatan, Vietnam dan Malaysia berfokus pada Bedah Plastik. Untuk Indonesia sendiri, lanjutnya pusat-pusat kesehatan Negara Indonesia berada di ratusan Fakultas Kedokteran, Perawat, Farmasi dan lain-lainnya.
“Seperti dikatakan BMTA, dokter-dokternya khan ada nich, tapi mereka belum dirangkai dan belum dijadikan Dream Team. Ya, masih main sendiri-sendiri. Nah, bagaimana kita sekarang bikin Dream Team. Khan ada Guru Besar spesialis bidang apa disambungkan dengan konsultan apa gitu, sehingga mereka bisa berkolaborasi menghasilkan layanan unggulan baru,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Junior Doctors Network Indonesia mensupport kolaborasi tersebut, karena pihaknya mempunyai dokter spesialis baru sekaligus konsultan baru yang didorong oleh Kementerian Kesehatan melalui Transformasi Kesehatan, terutama SDM Kesehatan.
Melalui Transformasi Kesehatan, Pemerintah berupaya mendorong para dokter spesialisasi di setiap daerah beserta dokter sub spesialisasi dan dokter konsultan di masing-masing centre tiap-tiap Provinsi.
“Jadi, saking luasnya, Indonesia sebenarnya bisa analog dengan Uni Eropa kalau lihat itu, karena satu provinsi kita mirip kondisinya dengan Uni Eropa. Jadi, style kayak begitu.
Selain itu, jauh dan waktu tempuh warga Indonesia untuk berobat, tentunya Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyebutkan pada setiap kabupaten harus lebih maju dengan menaikkan status Rumah Sakit.
“Dulu Rumah Sakit tipe C sekarang naikkan jadi tipe B. Demikian pula, dulu tipe B naikkan jadi tipe A. Konsekuensi dari kenaikan hal itu, dia punya SDM Kesehatan yang lebih lengkap. Tadinya, spesialisnya berapa, sekarang spesialisnya lebih lengkap menjadi 30-an orang begitu misalnya. Tadinya, sub spesialis cuma 5-6 orang, sekarang jadi 18 orang. Nah, itu diharapkan ada di setiap Provinsi,” paparnya.
Bersamaan dengan akselerasi SDM Kesehatan ini ditambahkan aspek Hospitality, Tourism dan aspek penelitian beserta unsur keramah tamahan orang Indonesia yang sulit dicari tandingannya dan digabungkan semuanya untuk menjadi tuan rumah yang baik dalam layanan kesehatan diyakini perputaran anggaran kesehatan yang begitu besar tetap berputar di Indonesia dan tidak lari ke negara lainnya.
Seperti dikatakan Presiden Jokowi dalam tanda petik, menurut dr. Andi, bahwa orang Indonesia yang mengalirkan dananya keluar untuk berobat sekitar lebih dari 100 Trilyun Rupiah, pada setiap tahunnya. Melalui tata kelola Medical Tourism diharapkan aliran dana yang begitu besar bisa di-hold dan diputar untuk kemakmuran masyarakat itu sendiri sebagai pintu masuk untuk menjalani misi tersebut.
“Ekonomi, Kesehatan, Pendidikannya dapat, Research atau Penelitiannya jalan, sehingga semuanya berputar. Ekonomi ini bukan hanya pemain-pemain besar, mereka dengan aspek Tourism lebih kecil beserta UMKM, kayaknya hotel-hotel bintang tiga kebawah, klinik-klinik utama serta klinik pratama pada akhirnya nanti kalau kita bisa tata dengan baik, itu menjadi Ekosistem yang kuat. Jadi, bicara Medical Tourism khan bukan hanya satu Rumah Sakit unggulan saja, terus ada kaedah khusus, itu baru pintu awalnya saja, tapi selebihnya itu khan ada SDM Kesehatan seperti apa, tata kelolanya dan bagaimana masyarakat kita memandang hal itu dan Bali adalah Provinsi yang masyarakatnya memang sudah Hospitality dilatih setiap berapa dekade. Jadi, saya pikir inilah saatnya dimulai dari Bali dan bisa diketok tularkan ke Provinsi lainnya,” pungkasnya.
Bahkan, Presiden WTN Dr. Peter Tarlow yang juga berpengalaman dalam Pariwisata Medis sekaligus keselamatan dan keamanan dunia mengemukakan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam mewujudkan Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK untuk Health Tourism di Sanur.
Hal senada juga disampaikan salah satu Pendiri WTN, Juergen Steinmetz yang menyampaikan, pihaknya telah membentuk gugus tugas baru yang difasilitasi oleh WTN untuk membangun pertukaran informasi dan peluang global tentang Pariwisata Medis.
Disisi lain, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sangat mengapresasi dan menyambut baik pelaksanaan Forum WTN SUMMIT TIME 2023, dikarenakan salah satu topik menarik tentang Health Tourism yang khusus membahas Medical dan Wealness Tourism yang notabene sebagai produk baru bagi Indonesia untuk dikembangkan kedepannya.
Lebih jauh disebutkan, Konferensi WTN SUMMIT TIME 2023 juga menunjukkan dukungannya kepada pemberdayaan sektor UMKM atau Usaha Kecil dan Menengah yang terkoneksi erat dengan dunia pariwisata.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI Vinsensius Jemadu menyebutkan potensi Indonesia untuk mengembangkan Medical maupun Wellness Tourism sangat besar.
“Kita melihat selama bertahun-tahun, orang Indonesia untuk keperluan Medical dan Wellness malah datangnya ke Penang dan Kuala Lumpur Malaysia, yang notabene seharusnya Indonesia mampu untuk melakukan hal itu, lantaran Presiden Joko Widodo menciptakan dan membangun suatu Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK untuk Health Tourism di Sanur,” kata Vinsensius Jemadu disela-sela event WTN SUMMIT TIME 2023 di Renaissance Resort & Spa di Uluwatu, Bali, Sabtu, 30 September 2023.
Menyikapi hal tesebut, lanjutnya Bali dianggap sebagai tempat yang cocok untuk dibangun dan dikembangkan Health Tourism, karena hal ini gabungan antara pariwisata dan kesehatan, yang juga merupakan trend global setelah pandemi Covid-19. Bahkan, pihaknya berbangga akan memiliki Kawasan Ekonomi Khusus di Sanur yang menangani Medical dan Wellness Tourism berstandar internasional.
Kedepannya, KEK Sanur merupakan kawasan terpadu yang dilengkapi dengan rumah sakit umum dan khusus, hotel dan resor, area komersial serta fasilitas pendukung lainnya.
“Jadi, itu harus gencar dilakukan promosi dan sosialisasi itu sangat penting. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata harus bergandengan tangan untuk terus mensosialisasikan hal ini,” pungkasnya. (ace).