BeritaDaerahDenpasarPemerintahanPolitik

Politik Transaksional Rambah Masyarakat, Putu Suasta Sebut Pejabat Politik Masimakrama Tidak Bawa Duit Ditinggalkan

Jbm.co.id-DENPASAR | Menjelang Pemilu Serentak tahun 2024, Politik Transaksional kian marak. Bukan hanya milik politisi saja, namun kini Politik Transaksional juga merambah kalangan masyarakat itu sendiri. Sekarang, bukan hanya politisi yang pintar, tetapi juga masyarakatnya semakin pintar.

Bahkan, sering sekali masyarakat, jika tidak diberikan imbalan berupa dana, politisi yang datang melakukan Simakrama akan diacuhkan begitu saja, karena masyarakat sendiri juga membuat namanya Politik Transaksional.

Hal tersebut disampaikan Pengamat Politik, Putu Suasta yang juga Alumnus UGM dan Cornell University, saat Hari Ulang Tahun atau HUT ke-22 Partai Demokrat di Kantor DPD Partai Demokrat Bali, Renon, Denpasar, Sabtu, 9 September 2023.

Advertisement

Lebih lanjut, Putu Suasta memaparkan, bahwa masyarakat itu sendiri yang merumuskan dan mengkondisikan Politik Transaksional itu. “Misalkan, orang datang Masimakrama, kalau duit tidak ada, ya ditinggalkan dan lain sebagainya. Itu khan politik transaksional itu,” tegasnya.

Dalam situasi sekarang yang kian berubah ini, Putu Suasta menyebutkan Netizen atau kelompok-kelompok sipil harus kuat supaya bisa mengendalikan pemerintah.

“Jika kelompok sipil kuat, orang akan takut, entah siapalah yang berkuasa. Partai apa dan siapa saja berkuasa itu bisa orang pada takut sekali, karena sekarang khan jejak digitalnya tinggi, orang bisa tracking itu apa saja bisa, termasuk penggunaan anggaran dan lain sebagainya,” paparnya.

Namun, lanjutnya, jika Netizen lemah, maka para pejabat politik akan merajalela. Untuk itu, Netizen Power harus berkualitas dan elektabilitasnya juga harus tinggi. Dalam arti, Netizen lebih punya daya tawar dan lebih cerdas serta bisa membaca angka, terutama penggunaan anggaran Pemerintah, baik Tingkat Satu, Tingkat Dua hingga Pemerintah terbawah.

“Itu bisa di-tracking penggunaan anggarannya, siapa yang membawa, benar tidaknya ada pembangunan, misalnya pembangunan gorong-gorong atau irigasi dengan anggaran yang ada. Kalau tidak sesuai, maka dia bisa kena itu. Laporan bisa masuk ke BPK RI. Itu bisa buat sakit gigi,” terangnya.

Soal harapan Pemilu Serentak 2024, Putu Suasta berharap mendapatkan Wakil Rakyat yang berkualitas dan berkarakter, terutama dari orang-orang aktivis yang dipastikan memiliki sensitivitas sudah tinggi.

“Kalau aktivis itu sudah pernah di lapangan, sudah paham rasanya orang miskin, simpati dan empatinya tinggi. Jadi, dia ada resonansi perasaan itu daripada orang-orang kalangan pengusaha, hanya jual beli suara begitu saja mainnya,” tambahnya.

Meski demikian, jika nantinya duduk di DPR harus terus dikawal Wakil Rakyatnya yang berasal dari Dapil tersebut. Untuk itu, Netizen itu harus meningkatkan daya tawarnya, sehingga kontrol terhadap Pemerintah itu menjadi lebih kuat, karena rekam jejak digitalnya tinggi.

“Sekarang khan Wakil Rakyat dilepas. Begitu duduk di DPR, dia tidak diurus lagi. Jadi, Wakil Rakyat jalan sendiri. Semau gue aja. Jadi, tidak membabi buta mendukung, karena jejak digital tinggi. Orang salah masukkan data, lihat jejak digitalnya, maka orang bisa rebah itu,” tutupnya. (ace).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button