Berita

Dilaporkan Nasabah ke Mabes Polri Atas Dugaan Kejahatan Perbankan, Direksi BPR Lestari ‘Kolok’

DENPASAR, jarrakposbali.com ! Merasa sangat dirugikan sebagai nasabah, akhirnya Khie Sin (64), melaporkan Direktur Utama Bank BPR Lestari, Pribadi Budiono ke Mabes Polri.

Petinggi Bank BPR Lestari tersebut dilaporkan ke Polisi karena diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan perbankan yang sangat merugikan nasabah (Khie Sin – red).

Laporan resmi Khie Sin selaku nasabah Bank BPR Lestari disampaikan ke Mabes Polri pada bulan Oktober 2022 lalu, sesuai laporan polisi nomer : LP/B/0612/X/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 25 Oktober 2022. Hingga saat ini kasusnya masih dalam penanganan.

Advertisement

Khie Sin didampingi kuasa hukum, Matheus Ramses kepada sejumlah wartawan di Denpasar akhir pekan lalu menyampaikan, dugaan tindak pidana kejahatan perbankan itu terjadi berawal dari korban mengajukan kredit pada tahun 2015 silam sebesar Rp 15 miliar.

Pinjaman itu terdiri dari Rp 13 miliar pinjaman pokok dan Rp 2 miliar cicilan. Pinjaman senilai belasan miliaran itu jatuh tempo pada 2025 mendatang.

Kemudian Khie Sin kembali mengajukan kredit sebesar Rp 3,6 miliar pada 24 April 2017 dengan jaminan satu sertifikat tanah.

Kejanggalan mulai terlihat di, Setelah uang cair, tanpa sepengetahuan Khie Sin, uang tersebut langsung dipotong untuk membayar cicilan pinjaman Rp 2 miliar yang tersisa Rp 1,7 miliar sebelumnya.

“Pinjaman Rp 3,6 M itu saya pakai modal kerja. Sedangkan utang Rp 2 M itu saya lancar bayar cicilan. Kenapa dilunasi dengan cara seperti ini ? Saya pinjam uang Rp 3,6 M itu saya jaminkan dua sertifikat tanah,” ungkap Khie Sin didampingi kuasa hukumnya, Matheus Ramses.

Kejanggalan berikutnya menurut Khie Sin, terjadi pada 9 Maret 2018. Dirinya diadendum tanpa sepengetahuan sebesar Rp 1 miliar. Pada adendum itu tercantum untuk modal kerja. Pada hari itu juga uang cair.

“Anehnya, uang langsung dipotong Bank BPR Lestari. Sisa di rekening saya sebesar Rp 336.339,” ungkapnya.

Tak sampai disitu, dugaan permainan kotor Dirut Utama Bank BPR Lestari masih berlanjut. Menurut Khie Sin, pada 29 Maret 2019, dirinya kembali mengajukan pinjaman sebesar Rp 1,150 M dengan menjaminkan dua sertifikat tanah. Pinjaman ini untuk modal kerja.

“Pada hari itu uang cair. Namun lagi-lagi dipotong oleh Bank Lestari tanpa alasan yang jelas. Uang miliaran rupiah itu hanya tersisa Rp 13 juta. Saya pinjam untuk modal usaha, tapi kenyataannya habis digunakan oleh dia,” ujarnya ketus.

Akibat permainan kotor Dirut BPR Lestari tersebut, Khie Sin mengaku menanggung beban bunga pinjaman yang sangat membengkak. Pembayaran tersendat-sendat dan berujung peringatan dari Bank BPR Lestari.

“Pada 28 Juni 2019 saya diundang ke bank dan diadendum lagi. Tanpa saya sadari diberi tambahan pinjaman Rp 2,5 miliar. Aneh, saya tidak mengajukan pinjaman. Dan lebih aneh lagi tambahan pinjaman sebesar itu tanpa ada jaminan,” tuturnya.

Dirinya tak menyadari dari pinjaman pokok ditambah Rp 2,5 M. Dan semua uang itu dipakai BPR Lestari. Yang aneh menurutnya, kenapa bisa BpR Lestari memberikan pinjaman baru, sementara pembayaran atas pinjaman sebelumnya tersendat.

Merasa dirugikan dengan kejadian ini akhirnya Khie Sin melaporkan kejadian tersebut ke Mabes Polri. Khie mengaku mengalami Kerugian sekitar Rp 32 miliar. Kerugian sebesar itu dari sejumlah sertifikat tanah. Aset tanah itu sebagian sudah dilelang oleh BPR Lestari tanpa penetapan pengadilan.

“Sudah ada empat aset yang dilelang. Uang lelang saya tidak dapat sepeserpun,” jelas Khie Sin.

Dugaan kasus serupa juga dialami oleh I Made Sutrisna, Wahono Hisbuntoro, Kristy Dewi, dan puluhan orang lainnya yang semuanya sekitar 52 orang nasabah. Puluhan nasabah ini telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan ke kepolisian. Mereka berharap agar aparat kepolisian segera mengambil langkah tegas.

Salah seorang korban lainnya bernama Kristy Dewi yang mengaku pada tahun 2019 mengajukan kredit di BPR Lestari sebesar Rp 750 juta. Akibat Covid-19 pada 2020 pembayaran utang tersendat. Korban ke BPR untuk mengajukan relaksasi. Ternyata di sana tidak ada program itu, yang ada adalah top up. Tak ada pilihan korban mau top up. Uang top up itu masuk ke rekening namun dananya tidak bisa diambil, tetapi digunakan untuk bayar bunga dan cicilan pinjaman yang tak sanggup bayar tersebut.

Setelah dana top up itu habis maka harus top up lagi sampai ke empat dan dananya tidak bisa diambil. To up pertama sebesar Rp 80 juta, kedua Rp 160 juta, ketiga Rp 244 juta, dan keempat Rp 330 juta. Top up tetapi tidak terima uang. Dalam perjanjian kredit itu modal usaha. Artinya kita dikasi modal untuk berusaha.

“Bukannya kita dibantu malah dijebak. Bunga pinjaman saya terus membengkak. Uang top up masuk ke rekening tetapi tidak bisa diambil,” ungkap Ketut Suwirja kerabat Kristy Dewi.

Sementara Matheus Ramses, Kuasa Hukum Khie Sin, mengatakan, pihaknya sangat siap dengan laporan klien ke Mabes Polri. Semua berkas dan dokumen sudah di Mabes Polri. Saat ini tinggal menunggu gelar perkara saja.

“Kami terus mendorong dan mempercayai polisi agar membuka tuntas kasus yang merugikan puluhan nasabah,” kata Matheus.

Apakah ada upaya damai? Matheus mengatakan ruang damai dan negosiasi selalu ada. “Damai dan negosiasi bisa dilakukan dan terbuka. Dimana dan kapan silahkan saja. Sepanjang tidak merugikan klien kami,” kata pria asal Ambon, Maluku itu.

Terkait laporan dari salah seorang nasabah tersebut, Ibu Tutik dari Bank BPR Lestari dikonfirmasi melalui WhatsApp mengaku baru mendengar masalah tersebut dari pemberitaan di media. Namun menurutnya masalah itu sudah ditangani oleh ibu Lili, Direksi BPR Lestari lainnya.

Sayangnya Ibu Lili saat dicoba dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp tidak menanggapi. Demikian juga saat ditelpon berulang-ulang tidak diangkat. Padahal dalam keadaan aktif.(ded)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button