Jbm.co.id-DENPASAR | Pemilih kaum milenial di Bali diprediksi jumlahnya diatas 50 persen dari keseluruhan jumlah penduduk, yang cenderung menyukai representasi sang calon legislatif dengan ide dan gagasan yang kreatif serta inovatif. Oleh karena itu, kampanye gaya-gaya milenial dan kekinian, seperti halnya di media sosial Facebook, Instagram dan Tik-tok dengan memanfaatkan teknologi digital dirasakan lebih efektif.
Hal tersebut disampaikan Pengamat Politik Putu Suasta, saat menyoroti fenomena kesibukan para Calon Anggota Legislatif atau Caleg dalam menghadapi konstelasi politik Pemilu Serentak 2024, yang harus mengubah pola-pola dan cara kampanye bergaya milenial. Mengingat, begitu besarnya porsi kaum millenial yang nantinya disasar, yang akan menjatuhkan pilihannya pada sang calon kreatif dan inovatif.
Putu Suasta yang juga Alumnus Universitas Gadjah Mada atau UGM dan Cornell University justru menyangsikan eksistensi dan kualitas para caleg yang akan berlaga pada kontestasi politik pada pemilu serentak 2024 jika masih berkutat dengan pola pendekatan tradisional.
Setelah mungkin melakukan simakrama ataupun pendekatan secara persuasif, kini saatnya mereka harus lebih mengasah kemampuan untuk berorasi, meningkatkan performanya dengan ide, gagasan dan komitmennya juga di media sosial.
“Bukan sekedar tebar uang dan janji-janji muluk, apalagi saat ini berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi diperbolehkannya untuk mempresentasikan gagasannya di kampus sebagai ajang adu debat, cetus ide dan adu gagasan. Oleh karenanya, pergunakanlah kampus juga sebagai media untuk menguji semua gagasan secara efektif,” kata Putu Suasta yang pernah menjadi Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat di jaman pemerintahan Presiden SBY.
Bahkan, Putu Suasta yang juga Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Cornell ini merasa miris melihat kualitas berfikir dari para caleg yang masih pas-pasan bahkan cenderung mengandalkan popularitas dan polesan gincu sana-sini.
Namun, para caleg harus memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi dengan ide dan gagasan kreatif serta inovatif, sehingga masyarakat tidak salah memilih calon-calonnya yang akan duduk mewakili kepentingan mereka, dalam merumuskan kebijakan publik yang berkeadilan dan pro masyarakat umum.
“Para caleg diharapkan memiliki “Smart Brain” gagasan yang tepat guna untuk menyelesaikan problema praktis yang dihadapi masyarakat terkini, seperti masalah kesehatan, ketenagakerjaan, kebutuhan pangan, energi, sampah, kesetaraan gender dan lain sebagainya. (ace).