Mogok Kerja, Sang Penentu Putusan Keadilan HAKIM: Sudahkah Diimbangi Kesejahteraan Layak???
Jbm.co.id-DENPASAR | Hakim, mendengar namanya sepintas seperti Wakil dari tangan Tuhan di bumi ini, dalam menentukan benar dan salahnya suatu perbuatan manusia dan memutuskan putusan dalam perkara di pengadilan.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara, Hakim melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman, seperti memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara dituntut adil, jujur, arief dan bijak, dalam memutuskan suatu putusan.
Hakim, jangan hanya dituntut untuk Jujur, Adil, Bijaksana dan Berbudi Luhur, sedangkan nasib keluarga dan masa depan Hakim Muda yang rata-rata memiliki 3 orang anak, kurang mendapatkan perhatian Kesejahteraan Layak.
Pasalnya, institusi di lembaga lain, diperlakukan sangat berbeda. Hal tersebut dirasa kurang adil selama 12 tahun terakhir. Bahkan, gaji Hakim tidak pernah naik, dianggap wajar, jika seorang Hakim menyalurkan aspirasinya dengan melakukan cuti massal Hakim se-Indonesia yang akan dilaksanakan, pada 7-11 Oktober 2024 mendatang.
Aksi lima hari kerja ini, semacam mogok kerja, meski prosedurnya menggunakan Hak Cuti dengan tetap menggunakan persetujuan pimpinan pengadilan masing-masing.
Dikutip dari Hukum Online, latar belakang cuti bersama ini adalah masalah gaji dan tunjangan hakim yang tidak pernah naik selama 12 tahun terahir. Penghasilan profesi gaji seorang Hakim yang ditetapkan 12 tahun yang lalu menjadi sangat berbeda pada saat ini, dengan lonjakan harga dan dinamika inflasi.
Ketua Umum Ikatan Hakim Indonesia atau IKAHI Hakim Agung Yasardin mengkonfirmasi aksi ini bukan diprakarsai IKAHI.
Lebih lanjut, IKAHI tidak melarang, karena itu aspirasi murni dan apalagi menggunakan Hak Cuti.
“Silakan pada pimpinan pengadilan masing-masing untuk hak cutinya, itu kewenangan pimpinan mereka,” terang Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Semestinya, Komisi Yudisial jangan hanya mengawasi dan menindak prilaku hakim, tetapi kesejahteraannya patut menjadi prioritas.
“Wahai penguasa tolong perjuangkan nasib dan kesejahteraan keluarga kami, capnya saja predikat Yang Mulia dan disebut Pejabat Negara, tapi gajinya tetap Pegawai Negeri sipil,” terang salah satu mantan Hakim yang telah menghantarkan Negeri ini, menjadi Negeri hukum sebagai Panglima.
“Sepatutnya wajar, jika Hakim diperlakukan dengan Adil, bukan bermaksud membela Hakim, biarlah para Hakim yang sudah pensiun ini yang mengalami dan merasakan kepahitan itu,” tambahnya.
Lebih lanjut, Tokoh Bali Aktivis Hukum, Ida Bagus Putu Madeg, S.H.,M.H., memberikan support, agar para Hakim Muda berjuang dan pihaknya hanya bisa mendoakan yang terbaik, karena ikut andil dalam membangun negeri ini, guna menegakkan keadilan dan kejujuran.
Sepertinya, tugas Hakim Muda berprestasi, saat sekarang ini mencakup administrasi non teknis yang juga dibebankan kepadanya.
“Bukankah tugas seorang Hakim mengadili dalam perkara di pengadilan, seperti memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara,” terang Ida Bagus Putu Madeg, S.H., M.H.
Tentunya, berhasil atau tidaknya, tetap jaga integritas, kejujuran dan budi luhur demi menegakkan keadilan di bumi tercinta ini.
“Oleh karenanya, profesi yang anda jalani sudah merupakan pilihan, dengan berbagai resiko yang harus dijalani dengan tulus ikhlas penuh dedikasi, predikat Yang Mulia atau kaki tangan Tuhan,” pungkas mantan Hakim PK Amrozi CS, kasus Bom Bali, Ida Bagus Putu Madeg, S.H.,M.H. (rg/red).