Keributan di Sumberkelampok Saat Nyepi, Ini Solusi Menurut Neng Evi Syamsiah
DENPASAR, jarrakposbali.com ! Permasalahan yang terjadi di Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, saat Nyepi kemarin hendaknya menjadi perhatian semua pihak.
Kordinasi lintas tokoh Agama perlu ditingkatkan, sebagai upaya menjalin komunikasi yang baik dan merupakan ajang silahturahmi antar tokoh Agama sehingga bisa terjalin kekeluargaan.
Kordinasi dan silahturahmi antar tokoh Agama itu diperlukan agar bisa saling memberikan pemahaman terkait adat dan budaya termasuk hakekat hari-hari besar keagamaan itu sendiri.
Dengan demikian bisa terjalin komunikasi yang baik antar tokoh yang kemudian diimplementasikan kepada masyarakatnya sehingga terbangun pemahaman sikap toleransi antar umat beragama.
Hal tersebut disampaikan oleh kader sekaligus politisi Partai Demokrat Bali Neng Evi Syamsiah ditemui redaksi jarrakpos.com, Kamis (23/3/2023).
Menurutnya, pemahaman sikap toleransi antar umat beragama perlu mendapatkan penekanan serius di setiap kegiatan-kegiatan kegamaan atau ceramah-ceramah keagamaan, sehingga kasus-kasus serupa tidak terulang kembali.
Terkait kasus yang terjadi Desa Sumberkelampok, dimana puluhan warga hendak berekreasi ke pantai Prapat Agung saat Nyepi dengan menerobos penjagaan Pecalang sehingga memicu keributan, menurut tokoh wanita yang berencana melangkah ke Senayan, hendaknya bisa diselesaikan dengan restoratif.
“Oknum warga yang dianggap sebagai pemicu keributan atau propokator kan sudah diamankan. Ini hendaknya bisa diberikan pembinaan agar tidak mengulangi lagi perbuatannya,” ujar Neng Evi Syamsiah.
Dalam memberikan pembinaan terhadap mereka yang melakukan tindakan keliru hendaknya selain aparat kepolisian juga melibatkab tokoh masyarakat dan tokoh Agama. Sehingga nantinya terbentuk moral yang lebih baik dari mereka.
“Jadi, kesampingkan tulu tindakan hukum jika restoratif bisa mengubah perilaku keliru mereka. Terlebih saat ini umat Muslim sudah memasuki bulan suci Ramadhan,” imbuhnya.
Tindakan hukum terhadap beberapa masyarakat yang kurang memahami arti toleransi bergama, bisa berpotensi menimbulkan dendam, sehingga tolenrasi antar umat beragama di Bali semakin terkikis.
“Jadi menurut saya, tindakan yang tepat buat mereka yang melanggar adat dan budaya itu adalah pembinaan, bukan sanksi hukum. Jika sudah terlanjur diproses, hendaknya diberikan restoratif justice,” paparnya.
Kemudian terhadap.warga lanjut Neng Evi, jika melihat dan mengetahui ada permasalahan yang bersifat sensitif, terutama menyangkut adat, budaya, tradisi maupun Agama, hendaknya jangan iju-iju memposting ke media sosial. Melainkan, sampaikan kepada pihak yang agar segera ditangani.
“Karena jika memposting hal yang bersifat sensitif ke media sosial, bisa saja menjadi permasalahan yang lebih besar karena warga bisa terprovokasi. Ini kan bisa memecah belah kerukunan umat beragama. Bijak bermedia sosial itu sangat penting,” tutupnya.
Sebelumnya, pada saat perayaan Nyepi tahun Saka 1945, tepatnya Rabu, 22 Maret 2023, sejumlah warga Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng hendak berekreasi ke Pantai Prapat Agung dengan mengendarai sepeda motor.
Mereka sempat dicegat oleh beberapa Pecalang dengan tidak membukakan portal jalan. Namun beberapa warga memaksa membuka portal, sehingga terjadi keributan.
Berhasil membuka portal, sejumlah warga berteriak-teriak kegirangan, sehingga menimbulkan kegaduhan. Kejadian tersebut sempat direkam oleh salah seorang warga dan kemudian diunggah di media sosial sehingga viral.
Kasus tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian setempat. Beberapa warga yang dianggap sebagai provokator kemudian diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut.(ded)