Berawal dari Pembangunan Pagar Pura, Bantah Selewengkan Dana BKK, Bendesa Adat Tista Mengaku Prihatin
Jbm.co.id-BULELENG | Paruman Desa Adat Tista Desa Baktiseraga yang dilaksanakan di Bali Gong, Pura Desa, Desa Adat Tista dihadiri oleh Kelian Desa Adat Tista, Prajuru, Para Jro Mangku dan Krama Warga Adat Tista Baktiseraga, Sabtu, 16 September 2023.
Adapun agenda Pauman terkait Dana BKK tentang tembok penyengker dan juga Piodalan Pura Taman, Pura Pucak dan Pura Desa.
Pauman dibuka oleh Kelian Desa Adat Tista, Jro Nyoman Supadi MP., S.H., M.M., didampingi Pengliman Jro Mangku Sentana, Bendahara Desa Adat Tista Kadek Budiasa.
Dalam uraiannya, Jro Nyoman Supardi mengatakan Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng telah menetapkan Bendesa Adat Tista, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Nyoman Supardi MP, (59) dan Bendahara Desa Adat Tista Kadek Budiasa (40) sebagai tersangka.
Keduanya diduga terlibat dalam kasus korupsi dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali dan dianggap merugikan keuangan negara hingga Rp 300 juta lebih.
Atas tudingan menyelewengkan Dana BKK Kelian Desa Adat, Nyoman Supardi dihadapan puluhan Krama yang hadir membantahnya.
Diakuinya, saat menjabat Bendesa Adat, sejak tahun 2015 tidak sekalipun melakukan perbuatan melawan hukum terlebih melakukan penyimpangan keuangan.
Pensiunan anggota polisi berpangkat Kompol itu mengaku selama ini mendedikasikan dirinya sebagai bendesa dengan semangat mengabdi.
“Kisruh dengan berbagai intrik di Desa Adat kami baru terjadi pada tahun 2022 sejak adanya laporan ke kejaksaan dan itu berdampak terhadap harmonisasi kehidupan di Desa Adat. Desa kami menjadi terpecah belah yang berimbas kegiatan desa adat menjadi vakum.Sebelumnya selalu damai. Saya selaku bendesa heran kenapa ada laporan-laporan seperti itu,” terang Supardi, Sabtu, 16 September 2023.
Supardi mengaku, selaku warga Negara pihaknya tetap menghormati proses hukum yang terjadi terhadap dirinya. Namun, ia juga mengaku perlu memberikan klarifikasi atas status tersangkanya itu.
Katanya, kasus penyimpangan keuangan yang dituduhkan terhadap dirinya berawal dari adanya pembangunan pagar pura dan candi bentar pada tahun 2015 yang seharusnya menggunakan dana BKK sebagaimana proposal yang telah diajukan.
Hanya saja, ada Krama Adat bernama Komang Suyasa berstatus pemangku dan ASN yang menjadi donatur pembangunan tersebut.
“Bangunan itu senilai Rp 120 juta. Namun,, tanpa seizin prajuru Desa Adat dan tidak melakukan piuning terhadap pemangku, sehingga sempat menjadi polemik dan sempat juga ditegur, agar tidak ada gejolak polemik itu diredam karena dianggap bermaksud baik,” kata Supardi.
Menurut Supardi, saat dana BKK senilai Rp 200 juta cair, pihaknya mengembalikan dana yang terlanjur dikeluarkan oleh donatur tersebut senilai Rp 120 juta. Hanya saja, Komang Suyasa menolak dan mengembalikan dana itu menjadi kas desa.
“Saat diserahkan dalam bentuk cash oleh Bendahara, yakni Kadek Budiasa dan wakil/Petajuh Desa Adat Putu Sentana. Namun, dikembalikan oleh Suyasa dengan alasan untuk Kas Desa,” imbuhnya.
Sesudahnya, kata Supardi peristiwa itu dilaporkan kepada dirinya dan kemudian dilakukan Rapat Desa atau Paruman untuk menjelaskan masalah itu kepada warga.
“Pada saat itu, warga mengaku berterima kasih kepada donatur. Anehnya, peristiwa tahun 2015 kok baru di tahun 2022 dilaporkan?,” tanya Supardi.
Hanya saja, menurut Supardi, seluruh proses yang terjadi selama ia menjabat sebagai Bendesa tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Selain karena masih sebagai polisi aktif yang sering berpindah tugas beberapa saat dirinya pernah sakit.
“Tidak seluruh kegiatan di desa bisa saya ikuti. Waktu saya banyak habis di kedinasan bahkan pada tahun 2000-2001 saya mengalami sakit serius, sehingga sama sekali tidak bisa mengikuti kegiatan sebagai Bendesa,” katanya sembari dibenarkan oleh Bendahara dan Pengeliman/ Wakil Bendesa.
Kata Supardi lebih lanjut, pihaknya mengetahui ada pelaporan fiktif senilai Rp 30 juta saat diperiksa oleh penyidik kejaksaan. Namun, setelah ditelusuri hal itu dilakukan oleh bendahara untuk kepentingan administrasi pembuatan pagar pada saat itu.
“Pada saat ditanya penyidik saya bingung karena memang tidak mengetahui. Namun, bendahara membenarkan dengan alasan sebagai laporan saja dahulu sebelum dibangun namun terlanjur dilaporkan,” ucapnya.
Oleh karena itu, Supardi mengaku heran atas penetapan dirinya sebagai tersangka dan mempersilahkan para pihak melakukan proses. Hanya saja, ia berharap agar kasus tersebut tidak berlanjut ke proses hukum demi untuk menjaga stabilitas di desa.Terlebih soal tudingan ia menilep uang Desa Adat tidak ia lakukan sama sekali.
“Keakraban dan harmonisasi sudah nyaris hilang dan berganti menjadi ketegangan,” tandasnya.
Dalam paruman apa yang dikatakan oleh Kelian Desa Adat dibenarkan oleh Bendahara Desa Adat Tista, Kadek Budiasa terkait pembangunan tembok penyengker itu dilakukan paruman, baik pembangunan dan juga laporan keuangan baik dengan Krama maupun LPJ ke MDA Provinsi Bali
Disisi lain, Jro Mangku Komang Suyasa terkait masalah hukum tentang BKK sepenuhnya diserahkan kepada penegak hukum.
Penegasan kembali oleh Bendahara Kadek Budiasa bahwa BKK Tahun 2015 sebanyak Rp. 120.000.000 sudah diterima dijadikan Kas Desa.
“Kami usulkan untuk piodalan di pura tahun 2023 tetap berjalan sesuai mana mestinya,” kata Jro Mangku Komang Suyasa. (red).