APGF 2023, Aris Marfai Sebut Data Informasi Geospasial Dimanfaatkan Buat Investasi dan Pembangunan di Indonesia
Jbm.co.id-BADUNG | Asia Pacific Geospatial Forum atau APGF 2023 secara resmi dibuka oleh Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto di Kharisma Ballroom, Discovery Kartika Plaza Hotel, Kuta, Kabupaten Badung, Senin, 6 November 2023.
Pembukaan kegiatan bertaraf internasional ini, ditandai dengan pemukulan kentongan bambu oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional atau ATR/ BPN, Hadi Tjahjanto bersama Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muh Aris Marfai, Presiden United Nations Global Geospatial Information Management for Asia and the Pacific (UN-GGIM-AP) Antonius Bambang Wijanarto dan Sekda atau Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra beserta sejumlah delegasi.
Kegiatan APFG 2023 ini mengusung tema Embracing Geospatial Innovation For Sustainable World sebagai sarana bertukar pengalaman, inovasi, keterampilan dan melihat arah masa depan geospasial, dalam memajukan pengembangan informasi geospasial berskala global yang berlangsung selama 5 hari dimulai 6-10 November 2023.
Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto menyebutkan Indonesia sebagai salah satu Negara dengan kepulauan terbesar di dunia. Jika dibentangkan diatas peta dunia, maka diperkirakan wilayah Indonesia hampir seluas daratan Eropa atau setara dengan jarak antara Inggris sampai Irak.
Menurutnya, dari wilayah daratan Indonesia mencapai 1,9 juta kilometer persegi, maka Kementerian ATR/BPN memiliki kewenangan untuk mengolah bidang-bidang tanah yang berada di luar kawasan Hutan sebesar 126 juta bidang tanah atau setara dengan 693 ribu Kilometer persegi.
“Memetakan dan menyajikan jutaan data bidang tanah tentunya bukan hal yang mudah. Pada awalnya data spesial masih disajikan secara manual dan dilengkapi dengan informasi dalam bentuk tabulasi. Namun, seiring perkembangan teknologi, Kementerian ATR/BPN mulai bergerak menuju pemetaan secara digital mulai tahun 1990-an,” terangnya.
Bahkan, Kementerian ATR/ BPN juga memanfaatkan sistem informasi, yang mulai berkembang dan memetakan bidang tanah digital pada peta dasar, sehingga terdapat referensi geospasial.
“Dari target 126 juta bidang tanah sampai akhir tahun 2023 diperkirakan sebanyak 108,5 juta bidang tanah telah terpetakan dan diharapkan pada akhir tahun 2025 seluruh bidang tanah berhasil dipetakan,” paparnya.
Disebutkan, berdasarkan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000, terdapat 18 dari 158 IGT atau Informasi Geospasial Tematik yang menjadi tanggung jawab Kementerian ATR/BPN.
Informasi geospasial tersebut, lanjutnya mengintegrasikan informasi geospasial lintas K/L untuk digunakan sebagai acuan Pemerintah dalam melaksanakan percepatan pelaksanaan pembangunan.
“Hal tersebut dilakukan dalam menyusun pemanfaatan ruang secara terintegrasi dan menyelesaikan kemungkinan terjadinya indikasi tumpang tindih pemanfaatan ruang,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala BIG Muh Aris Marfai didampingi Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG Antonius Bambang Wijanarto menyampaikan, bahwa APFG 2023 merupakan suatu agenda level Asia Pasifik untuk Global Geospatial Information Management.
Menurutnya, APGF 2023 ini memberikan penekanan tentang pentingnya data informasi geospasial yang digunakan untuk berbagai proses pembangunan.
Misalnya, data informasi geospasial ini sudah dipakai untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang dilaksanakan oleh Kementerian ATR/ BPN. Data ini sangat penting sebagai acuan proses perizinan dan investasi.
“Jadi, pada dasarnya data informasi geospasial ini sangat dimanfaatkan, terutama skala besar buat investasi dan pembangunan di Indonesia melalui perizinan,” terangnya.
Data ini, lanjutnya juga dipakai untuk berbagai kegiatan, seperti penanggulangan bencana dan evakuasi oleh Basarnas serta masalah perizinan di Kabupaten/ Kota dan sistem informasi pelayanan kesehatan, pelanggan dan lain sebagainya.
“Basisnya laki-laki peta berperan. Itu salah satu faktor yang utama dan kita berharap sebetulnya melalui forum ini, karena hal ini levelnya Asia Pasifik dengan 51 negara, pertama kita bisa sharing dan kedua kita tingkatkan kolaborasi, untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di Asia dan juga Indonesia,” paparnya.
Sebetulnya, bisnis industri geospasial ini sangat menjanjikan di masa depan, misalnya sekarang akan menuju Smart City dan menggunakan berbagai layanan berbasis peta.
“Nah, itu kita ingin industri itu bergerak di Indonesia. Untuk itu, kita adakan Forum ini, ada dari Perguruan Tinggi, industri dan Pemerintah, untuk memanage itu,” tambahnya.
Yang terpenting, lanjutnya melalui Forum ini, untuk mendukung penambahan nama daerah dan juga batas wilayah, batas desa hingga batas Kabupaten/ Kota.
“Saya senang sebenarnya karena pak Menteri ATR/ BPN sangat mendukung Forum ini,” tegasnya.
Menurutnya, jika berbicara tentang tata kelola kelapa sawit, salah satu faktor utamanya yang terpenting adalah pemanfaatan lahan yang berarti menemukan luasan terakhir dengan perizinan.
“Kami penyediaan data informasi geospasial itu ditujukan untuk langkah awal, misalnya terkait sinkronisasi perizinan dan lokasi dimana saja yang telah diperkenankan dan juga apakah tumpang tindih dengan kawasan hutan ataupun tidak,” paparnya.
Dengan terbentuknya Satgas Optimalisasi Penataan Kelapa Sawit di Indonesia, maka pihaknya berupaya agar tidak mengganggu ekosistem hutan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
“Itu yang kita gunakan dengan geospasial. Memang kita belum selesai ke seluruh Indonesia dengan data detail, sehingga kita bekerja keras dalam 2-3 tahun ini. Kalau bisa kita gunakan skala 1:5.000 yang detail di seluruh Indonesia, maka dapat diselesaikan masalah tumpang tindih,” tambahnya.
Bahkan, Muh Aris Marfai menambahkan, bahwa sisi keuntungannya bisa diperoleh, jika dapat diselesaikan tumpang tindih hutan dengan batas administrasi atau tumpang tindih pengelolaan kelapa sawit dengan kawasan hutan serta luasan izin dengan luasan yang dilaksanakan exiting di lapangan bisa ditertibkan.
Disebutkan, Forum APGF 2023 berlangsung selama 5 hari menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena meeting atau pertemuan Negara-Negara Asia Pasifik dihadiri oleh 51 negara.
“Indonesia menjadi bagian penting disitu. Kita ingin memperkenalkan, bahwa pengelolaan informasi geospasial di Indonesia akan mendukung proses investasi dan memberi peluang bagi Negara Asia Pasifik untuk berpartisipasi dan berkolaborasi melakukan investasi di Indonesia, terutama dalam hal industrialisasi geospasial informasi, itu poin kita,” sebutnya.
Kedua, pihaknya ingin mengeksalasi efek ini pada setiap Kementerian dan Lembaga agar memanfaatkan informasi geospasial di berbagai sektor.
“Selama ini khan hanya dilihat pada sektor perizinan, misalnya, ternyata tidak, itu bisa untuk NJOP, menghitung pajak, kebencanaan dan macam-macam, termasuk batas wilayah,” tegasnya.
Melalui Forum ini, pihaknya berkeinginan memperlihatkan informasi geospasial di Indonesia, ada pada setiap Kementerian dan Lembaga, sehingga dijadikan satu dalam acara Bhumandala Award 2023.
“Penghargaan Bhumandala Award 2023 diberikan kepada setiap Kementerian dan Lembaga yang melakukan inovasi luar biasa. Ada 70 inovasi tahun ini. Kita bisa bayangkan, sekiranya tidak kita bayangkan, tapi mereka melakukan inovasi,” tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga mengundang industri sehingga mereka bisa melihat sendiri kesiapan infrastruktur, teknologi, SDM hingga jaringan untuk berinvestasi di Indonesia.
Ditambahkan, jika di BIG mempunyai aplikasi peta kita dan aplikasi batasku. Bahkan, BIG melakukan program Kebijakan Satu Peta atau KSP sebagai solusi untuk mengatasi masalah tumpang tindih izin penggunaan lahan.
Menurutnya, Kebijakan Satu Peta ini mendukung implementasi Online Single Submission atau OSS dalam meningkatkan efisiensi dan kepastian perolehan perizinan, sehingga investor cepat mengetahui status lahan untuk investasi.
Selain itu, KSP juga dijadikan dasar dalam perbaikan kualitas peta Rencana Tata Ruang dan penyelesaian konflik pemanfaatan lahan.
“Demikian juga di Lembaga seperti Basarnas dan sebagainya ternyata basis peta itu diperlukan, hanya literasi kita terhadap peta itu kurang, sehingga kita gunakan Forum ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG Antonius B. Wijanarto mengatakan Asia Pasific Geospatial Forum (APGF) 2023 merupakan pertemuan variasi antar negara yang benar-benar kompleks diharapkan Indonesia bisa berkontribusi dalam menjembatani antara kegiatan global dengan kegiatan level nasional di Negara Asia Pasifik supaya bisa menjadi maju dalam mencapai target 2030, karena Negara Asia Pasifik sangat rentan terhadap perubahan iklim. Untuk itulah, kepemimpinan Indonesia dianggap penting untuk memimpin selama 3 tahun sampai 2025.
“Mereka belum punya tool yang bagus jika ada bencana alam, seperti tsunami dan macam-macam itu. Kita ingin ada komunikasi antara Negara Maju dengan Negara yang benar-benar butuh itu supaya saling bantu. Begitu juga dengan regional-regional yang lain, seperti Amerika Serikat, Arab, Afrika dan Eropa. Itu tujuan adalah sama,” tutupnya. (ace).