Ada Bangunan Usaha Caplok Sempadan Sungai, Ini Penjelasan Pihak BWS
JEMBRANA, jarrakposbali.com ! Beberapa bangunan baru di Kabupaten Jembrana diduga pembangunannya menyalahi aturan sempadan sungai. Kondisi ini menjadi perhatian banyak pihak dan pihak terkait diminta turun tangan untuk menertibkan.
Semenjak oven investor yang dilakukan pemerintah daerah, bumi Makepung, Jembrana dikagetkan dengan munculnya beberapa pelaku usaha yang membuka usahanya di Kabupaten Jembrana.
Terbukti, belakangan ini pembangunan fasilitas tempat usaha mulai bermunculan. Sayangnya, pembangunan-pembangunan tempat usaha tersebut diduga tidak mengindahkan aturan. Salah satunya aturan sempadan sungai.
Beberapa bangunan tempat usaha di Jembrana milik sejumlah investor, disinyalir justru melabrak aturan sempadan sungai. Beberapa diantaranya bahkan tak menyisakan garis sungai.
Padahal dalam aturan untuk membangun apapun di dekat sungai, ketentuannya telah diatur minimal 10 meter dari bibir sungai bisa. Kenyataannya aturan ini tidak diindahkan. Sementara pihak yang berwewenang, justru membiarkan pelanggaran ini terjadi.
Sikap apatis aparat yang berwewenang melihat pelanggaran ini justru memantik penafsiran negatif dari sejumlah pihak. Aparat yang berwewenang bungkam karena diduga telah “kecipratan” dari pelanggaran tersebut. Terlebih dalam aturan sempadan sungai tidak diatur sanksi pelanggarannya, sehingga petugas dianggap “berani” bermain dengan pelanggaran.
Beberapa contoh bangunan fasilitas usaha yang melabrak aturan sempadan sungai diantaranya, taman bermain anak dan SPBU yang berdiri di dekat Sungai Ijogading, dan bangunan gedung rumah sakit di atas Sungai Sebual, Jembrana.
Dua bangunan yang tergolong masih baru tersebut justru berdiri dengan tidak menyisakan sama sekali garis sungai. Bahkan satu bangunan fasilitas usaha diantaranya berdiri di tanah negara. Kondisi tersebut luput dari perhatian aparat terkait, terbukti pelanggaran tersebut dibiarkan begitu saja.
Terkait aturan sempadan sungai, Bima dari Balai Wilayah Sungai Bali-Penida menjelaskan, terkait ketentuan sempadan sungai telah diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomer 28 Tahun 2015, tentang penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau.
“Jadi dalam Permen tersebut sudah jelas tertuang ketentuan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau. Ketentuannya 10 meter,” terangnya dikonfirmasi melalui telpon, Selasa (19/4/2023)
Terkait adanya bangunan yang melabrak sempadan sungai, Bima Anjasmoro mengatakan, harus dilihat dulu bangunan tersebut, apakah berdiri di tanah miliknya yang sudah SHM atau tidak. Jika itu berdiri di tanah hak milik yang sudah SHM, itu tidak masalah karena merupakan hak pemilik tanah. Namun jika di bagun di tanah yang bukan hak miliknya atau dibangun di atas tanah tidak ber SHM tentu itu salah.
“Menyangkut sempadan sungai, kami dari Balai segera harus menetapkan sempadan sungai. Artinya semua sungai di Bali harus ditetapkan sempadannya,” ujarnya.
Untuk penetapan garis sempadan sungai di Bali, Balai Wilayah Sungai Bali-Penida telah bergerak melakukan langkah penetapan sempadan sungai. Sehingga nantinya semua sungai di Bali memiliki garis sempadan.
“Namun dalam penetapan ini, BWS akan melihat di sisi kiri maupun kanan sungai, apakah sudah ada tanah hak milik atau tidak. Jika sudah ada tanah hak milik, maka garis sempadan sungainya bergeser diluar tanah hak milik,” jelasnya.
Lanjut Bima, jika ada pembangunan yang memanfaatkan bagian dari sungai, baik itu bantaran maupun garis sempadan, haruslah mengajukan ijin kepada Kementerian PUBR. Nantinya atas permohonan ijin tersebut dilakukan kajian teknis untuk selanjutnya diputuskan oleh kementerian.
“Kalau ada indikasi pelanggaran sempadan sungai, kami harus lakukan pengecekan dulu, apakah bangunan itu diatas tanah hak milik atau belum. Ini harus kami cek dulu,” tutupnya.(ded)