BeritaBreaking NewsDaerahEdukasi & MotivasiHukumLingkunganPeristiwaPolitik

Refleksi 25 Tahun Reformasi, PENA 98 Bali Bareng Mahasiswa Unud: Kami Tidak Lupa Siapa Pelakunya

Jbm.co.id-DENPASAR | Bulan Mei selalu menjadi alarm pengingat bagi Bangsa Indonesia, bahwa negeri ini pernah melewati masa suram krisis ekonomi 1997.

Puncaknya, Tragedi Tri Sakti menjadi titik balik perjuangan mahasiswa bersama rakyat untuk menumbangkan Rezim Orde Baru dalam gerakan reformasi, tepatnya 21 Mei 1998 dan 25 tahun silam, Soeharto menyatakan mundur sebagai Presiden Republik Indonesia.

Salah seorang aktivis PENA 98 Bali, Pelaku/Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998 yang hadir dalam diskusi interaktif peringatan Refleksi 25 Tahun Reformasi, Kadek Agus Ekanata bersama Aktivis Pena 98 lainnya, Sumarjono dan Ngurah Hartawan dari Simpul Aksi Universitas Warmadewa Denpasar serta Jatmiko Wiwoho dan Made Rudita disela-sela diskusi di Kampus Universitas Udayana menyatakan, bahwa Agenda Reformasi 1998 belum semuanya tuntas.

“Terima kasih sebesar-besarnya kepada adik-adik mahasiswa FH Unud dan BEM PM Unud serta Dosen FH dan FISIP selaku narasumber atas kesediaannya berbagi cerita dalam peringatan dan Refleksi 25 Tahun Reformasi. Kami tidak lupa siapa pelakunya,” tegas Kadek Agus Ekanata yang biasa disapa Dek Eka, sembari menjabarkan, bahwa tuntutan Reformasi 1998 yang belum berhasil adalah pengadili Mantan Presiden Soeharto dan pelaku pelanggaran HAM, lahirnya KPK di masa Reformasi belum mampu memberangus praktek KKN, begitupun lahirnya Komisi Yudisial dan komisi-komisi lainnya, supremasi hukum masih jauh dari harapan.

Fakta sejarah menyatakan, bahwa dampak krisis moneter tahun 1997 telah meluas ke jurang krisis politik, hukum dan kemanusiaan.

“Setelah 25 tahun, memang benar sebagian agenda Reformasi telah berjalan, Dwi Fungsi ABRI telah dicabut, tuntutan pemberantasan KKN melahirkan lembaga anti rasuah yaitu KPK, sistem pemilihan umum langsung multi partai. Bahkan, Presiden Joko Widodo mewakili pemerintah telah menyatakan ada setidaknya 12 pelanggaran HAM masa lalu, termasuk penghilangan paksa, kerusuhan Mei, tragedi Trisakti dan semanggi yang menjadi tinggal Gerakan Reformasi 98,” terang Dek Eka.

Ditambahkan, Refleksi Reformasi ini akan selalu menjadi alarm setiap tahun politik seperti saat ini. Calon pemimpin bangsa Indonesia kedepan harus terus diingatkan tentang agenda reformasi yang belum berjalan dan yang belum memenuhi harapan rakyat Indonesia.

“Saya dan adik adik mahasiswa akan selalu tanpa lelah akan kawal agenda Reformasi yang belum tuntas, adili Soeharto dan kroni serta adili pelanggar HAM berat, seperti penghilangan paksa kawan-kawan Aktivis 98, dimana Widji Tukul, apakah sudah meninggal, dimana jasadnya dikubur? Ini PR penting dan tantangan bagi calon-calon pemimpin masa depan bangsa ini,” terang Dek Eka lebih lanjut.

Bangsa ini juga pernah melalui berbagai cobaan perpecahan, akibat Politik SARA yang hampir mengulang tragedi kerusuhan Mei 98 dan minoritas selalu menjadi korbannya.

Tentu, lanjutnya, dengan menggunakan politik identitas yang sangat pragmatis dan cenderung menimbulkan bibit perpecahan, meniadakan keberagaman dan malah muncul dikotomi mayoritas minoritas sangat jauh dari harapan penegakan supremasi hukum dalam menjaga keutuhan dan keberagaman bangsa ini.

“Kita bersyukur, Reformasi 98 telah melahirkan sistem pemilihan umum langsung, memberi kesempatan semua warga negara sama hak politiknya. Namun, tidak bisa menafikan politik identitas dalam kancah politik praktis lebih banyak digunakan dengan cara2 yang berdampak buruk, berkali-kali bangsa ini ada diambang perpecahan karena praktek politik identitas yang sangat kejam, biadab dan kehilangan sisi kemanusiaan kita,” kata Kadek Eka.

Untuk itu, pihaknya berharap Refleksi 25 Tahun Reformasi ini kembali menjadi panduan bagi rakyat Indonesia dalam memilih calon-calon pemimpin masa depan bangsa.

“Kami pelaku sejarah gerakan 98 sebagai tanggung jawab moral kepada rakyat, tidak akan henti dan lelah dalam mengingatkan bangsa ini. Ingat, kami tidak lupa siapa pelakunya,” pungkas Dek Eka, sembari mengakhiri obrolan singkat sambil menunggu dimulainya Diskusi Interaktif Refleksi 25 Tahun Reformasi “Bebas, Eh Bablas”. #MenolakLupa#. (ace).

Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Related Articles

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button