Berita

Hari Siwa Ratri, Malam Perenungan Suci Dan Peleburan Dosa Serta Berjapa “Om Namah Shivaya”

Denpasar, Jarrakposbali.com | Hari Suci Siwa Ratri adalah salah satu Hari Suci bagi umat Hindu di Indonesia yang dirayakan setahun sekali, tepatnya tiap Prewanining Tilem Kepitu atau sekitar bulan Januari.

Untuk lebih mendalami atau setidaknya untuk me-refresh wawasan kita mengenai hakikat dan makna Hari Siwa Ratri yang akan kita laksanakan besok(20/01/2023),Jurnalis Jarrakposali. com menemui seorang Tokoh yang berkopeten dalam urusan agama.Namun karena Beliau enggan disebut Tokoh, kita sebut saja seorang Penglingsir.

Beliau bernama Ida Bagus Pertama, Penglingsir Paketan Semeton Gria Telaga Gelgel Sanur.Mari kita simak penjelasannya.

Advertisement

“Hari Siwa Ratri memiliki makna khusus bagi Umat Hindu, karena pada saat itu adalah Payogan Ida Bhatara Siwa, sehingga menjadi hari baik untuk melakukan tapa, brata, yoga dan semadi serta penyucian dan perenungan diri dengan melakukan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi Beliau sebagai Sang Hyang Siwa.

Siwa Ratri berasal dari kata Siwa dan Ratri, yang dalam Bahasa Sanskertanya: Siwa berarti manifestasi Ida Hyang Widhi sebagai Siwa yang mempunyai makna baik hati dan memberikan harapan membahagiakan dan selalu memaafkan, sedangkan Ratri artinya malam atau kegelapan.Sehingga Siwa Ratri bisa diartikan pelebur kegelapan atau menuju jalan yang terang, atau sering diberi makna malam renungan suci, malam di mana kita bisa mengevaluasi dan mulat sarira (introspeksi diri) dari apa yang telah kita perbuat, agar kita diberikan jalan dan tuntunan untuk bisa keluar dari kegelapan dan dosa-dosa kita.

Dan pada malam harinya bertepatan dengan payogan Bhatara Siwa, kita bisa melakukan pendekatan spritual.Dan banyak juga yang memaknai bahwa malam Siwa Ratri adalah malam peleburan dosa.Hal ini tidak terlepas dari kisah cerita Lubdhaka yang ditulis oleh Empu Tanakung,di mana saat itu dikisahkan Sang Lubdhaka sebagai juru boros (pemburu binatang) yang tentunya banyak membunuh binatang dan banyak melakukan dosa.

Saat berburu Sang Lubdhaka nasibnya apes, dikejar oleh binatang buas sehingga lari terbirit-birit lalu memanjat pohon bila. Sampai malam masih diatas pohon, tidak ia sadari pada malam tersebut adalah malam Payogan Bhatara Siwa, sehingga dia terus begadang sambil memetik daun pohon bila tersebut dan dia dianggap ikut melakukan yoga semadi mengikuti Bhatara Siwa, sehingga diberikan ampunan atas dosa- dosanya. Dan mulai saat itulah Sang Lubdhaka insyaf,sadar diri akan perbuatan dosa yang banyak dilakukan dan tidak mengulanginya lagi, “tuturnya.

Ditanya mengenai apa saja yang semestinya dilakukan oleh umat saat malam Siwa Ratri,mantan Manager di beberapa Hotel ini menerangkan bahwa ada beberapa hal yang sepatutnya dilakukan.

Memang Saat Hari Siwa Ratri yang dimulai dari pukul 06.00 pagi hingga pukul 06.00 pagi keesokan harinya, ada beberapa hal yang patut dilakukan pertama adalah : Jagra, yaitu berjaga, waspada dan tidak tidur.Di samping arti sederhananya kita diharapkan tidak tidur( begadang),secara filosofinya bermakna waspada,tidak lalai dalam menjaga prilaku agar tidak melakukan hal-hal yang tidak patut.

Kedua, Upawasa atau puasa,tidak makan dan minum saat malam renungan suci tersebut. Bila tidak sanggup melakukan selama 24 jam, setidaknya kita bisa mengendalikan agar memakan makanan yang satwika.

Ketiga, Mono Brata,yang berarti diam( tidak bicara).Filosofinya di sini kita dituntun untuk berusaha berdiam diri, tidak berkata-kata negatif, yang tentunya tidak baik.Dan tentunya pada saat malam.Siwa Ratri kita melakukan persembahyangan memuja Bhatara Siwa dan akan lebih baik lagi dibarengi dengan melakukan Japa(menyebut nama Dewa Siwa berulang-ulang),yaitu “Om Namah Shivaya” agar Beliau selalu memberikan keselamatan dan tuntunan yang benar untuk kehidupan lahir dan bathin.

Terakhir, Tiang imbauan untuk para generasi muda dan penerus, hendaknyalah mulai belajar melaksanakan Hari Siwa Ratri dengan penuh ketulusan dan rasa bakti sesuai dengan kemampuan dan situasi daerah masing-masing.Jangan sampai malam Siwa Ratri disalahartikan dan dijadikan momen yang melenceng dari makna sesungguhnya,apalagi sampai melakukan hal-hal yang bersifat negatif yang bisa mengakibatkan fatal.

Marilah kita tingkatkan sradha dan bhakti(keimanan) kita untuk selalu waspada dan introspeksi diri akan perkembangan zaman yang modern dan serba digital ini.

Kita tidak bisa melupakan sejarah apa yang sudah diwariskan oleh para leluhur kita.Mari kita jaga bersama supaya tidak terkikis oleh waktu, terutama warisan budaya yang adiluhung.Rahayu,”ucap Ida Bagus Partama mengakhiri pemaparannya.(Bratayasa/megga)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button